Fitnah Akhir Zaman, Merebaknya Ulama Su’

Opini858 Views

Oleh: Mala Oktavia, Mahasiswi

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Dalam sejarah kehidupan umat islam, ulama memegang peran yang begitu krusial. Ulama senantiasa menjadi pendamping umara (pemimpin) dalam Islam. Selama belasan abad, ulama eksis dalam kancah perpolitikan mendampingi umara menjalankan tugas dan visi kepemimpinan umara agar berjalan sesuai tuntunan Islam.

Maka tidak mengherankan jika para umara dahulu memiliki figur selayaknya para ulama. Figur-figur seperti ini antara lain tercermin dalam sosok para Khalifah Rasyidin hingga Khalifah-Khalifah setelahnya.

Ulama kala itu menjadi pelindung syari’ah yang kuat dan sejalan dengan tuntunan Al-Qur’an. Mereka membersamai para pemimpin agar menjalankan tugas kepemimpinan tetap sejalan dengan syari’ah Islam. Sebab, tidak dipungkiri jika Islam adalah agama yang tidak mengenal pemisahan antara aspek spiritualitas dengan aspek siyasah (politik). Juga tidak mengenal istilah rijaluddin (ahli agama) yang terpisah dari istilah rijaalud dawlah (negarawan). Islam tak pernah memisahkan antara urusan agama dengan negara (fashluddin ‘anid-dawlah).

Itulah mengapa Islam memiliki aturan kehidupan yang komprehensif, tidak hanya membahas terkait hubungan manusia dengan Allah semata, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Islam juga mengatur aspek-aspek yang lebih luas, yakni kehidupan manusia secara umum, terkait urusan muamalah (meliputi hukum-hukum terkait urusan ekonomi, sosial, budaya, politik –termasuk pemerintahan dan politik dalam negeri dan luar negeri–, hankam, dll), serta masalah hukum dan sanksi hukum (uqubat).

Namun, berlalunya waktu, Islam semakin ditinggalkan, peran ulama dalam perpolitikan semakin disingkirkan. Alhasil, kehidupan ini banyak terjadi ke-fasad¬-an dan kemunduran pemikiran terkait agama, baik menimpa ulama itu sendiri, para pemimpin, ataupun umat. Bahkan peran ulama sebagai penjaga Islam kian tersingkirkan.

Islam sedikit demi sedikit dijauhkan dari sisi politisnya. Sebagian aturannya pun mulai ditinggalkan, dan para ulama banyak yang terjebak, asyik masuk dalam polemik perkara furu’iyah dan abai memperhatikan urusan politik kenegaraan akibat terpapar virus berupa ide pemisahan agama dari negara.

Di lain sisi, pandangan ulama dan umara pada saat ini mulai berpaling kepada peradaban Barat yang mulai eksis dengan ideologi kapitalisnya. Mereka lebih nyaman hidup dengan sistem warisan dan pemikiran filsuf barat dibandingkan dengan sistem yang datang dari Allah SWT.

Momentum ini dijadikan oleh kekuatan kufur Barat sebagai gerakan sekularisasi dan liberalisasi pada seluruh aspek kehidupan umat, khususnya adalah umat Muslim yang telah lama menjadikan Islam sebagai tolok ukur kehidupan. Gerakan ini memang telah diadopsi sebagai strategi utama kekuatan Barat dalam menghadapi kedigdayaan Islam selama berabad-abad.

Upaya untuk semakin memoderasi Islam menjadi bagian dari rencana kapitalis sekular agar Islam semakin mudah ditinggalkan dan diutak-atik syari’ahnya, padahal Islam memiliki segudang aturan yang baku dan tidak pernah lekang oleh waktu.

Tanpa disadari, kondisi iklim negeri ini dengan ide kapitalis sekular telah merenggut banyak sekali kecemerlangan berpikir ulama. Justru dengan berbagai ide yang diusung, ulama bagaikan alat untuk memuaskan kehendak para kafir Barat dengan dalil yang mudah diselewengan. Ayat-ayat Al-Qur’an distilir dengan kiasan yang bijak seakan tafsirnya itu benar dan rajih.

Dakwah untuk menyampaikan Islam secara kaffah menjadi terfragmen dan bias maknanya. Namun, ulama diam dan malah sebagian besar lahir ulama su’ yang menyampaikan Islam sebagaimana pesanan Barat.

Ini merupakan salah satu akibat karena ide-ide kapitalis sekular terus diemban dan disebarluaskan dalam negeri kaum Muslim. Ide rusak semacam ini hanya kana melahirkan ulama su’yang menjadi fitnah bagai umat. Ulama su’ menyampaikan dakwah dengan menyembunyikan kebenaran dan menyesatkan umat demi mendukung sebuah kekuasaan ala hegemoni Barat. Padahal Rasulullah telah menyampaikan, seburuk-buruknya dai adalah dia yang menjilat penguasa.

Dari Umar bin Khaththab, Nabi ﷺ bersabda, “Sungguh Allah mencintai penguasa yang mendatangi ulama. Dia membenci jika ulama yang mendekati penguasa. Sebab, ketika ulama mendekati penguasa, maka yang diinginkannya urusan dunia. Bila penguasa yang mendekati ulama, maka yang diinginkannya urusan akhirat.”

“Siapa yang mendatangi penguasa dan ber-mudahanah (menjilat), maka ia pasti jatuh kepada fitnah. Adapun jika ia tidak ber-mudahanah, ia memberi nasihat dan menyuruh kepada yang makruf dan melarang dari yang mungkar, maka kedatangannya termasuk jihad yang paling utama.” (Tuhfatul Ahwadzi, 6/533).

Sejatinya ulama adalah pemegang dan penjaga syari’ah Islam yang mulia. Keberadaannya menjadi penting di tengah umat sebagi penyaring tsaqofah Islam dengan kebatilan yang menyebar. Apabila ulama tergelincir pada ide kapitalis sekular, maka tujuan ini menjadi rapuh dan hancur.

Umat akan kehilangan arah mencari kebenaran Islam. Islam yang benar menjadi bahan yang mudah diutak-atik dan distilir oleh segolongan orang yang memiliki kekuasaan dan kepentingan. Wallahu ‘a’lam bii ash showab.[]

_____

 

Comment