Film Barbie: Antara Feminisme dan Mendobrak Sindrom Barbie

Opini597 Views

Penulis: Revista Rizky, Mahasiswi Pascasarjana Universitas Negeri Malang

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Barbie, siapa yang tidak mengenal salah satu film fantasi yang sedang menjadi topik hangat di berbagai sosial media ini? Film bergendre petualangan, komedia, fantasi, dan romansa ini menarik banyak penonton dengan jalan cerita yang menarik. Apalagi bagi yang sudah tahu Barbie sejak lama, mengenal Barbie sebagai sebuah boneka – kemudian diulas menjadi sebuah film menarik yang disutradarai oleh Greta Gerwig.

Greta Gerwig merupakan seorang aktris, pemain teater, dan penulis naskah Barbie dari Amerika Serikat. Film Barbie dirilis secara global pada Juli 2023 dan langsung mendapat sambutan antusias di berbagai tempat penayangannya. Di Amerika Serikat, di minggu pertama penayangannya produser meraup untung setara Rp2,3 Triliun. Ini merupakan capaian terbesar dalam sejarah.

Di tengah capaian film Barbie yang sangat luar biasa ternyata menarik banyak spekulasi publik. Pasalnya, film Barbie justru menyuguhkan lebih dari sekedar nostalgia mainan masa kecil. Film ini mengusung isu feminisme dan mendobrak sindrom Barbie.

Film Berbie disebut-sebut memiliki konten yang mendobrak simbol-simbol baku terhadap perempuan cantik, sukses, dan mendobrak komodifikasi atau komersialisasi terhadap kecantikan perempuan. Film Berbie juga mengandung nilai feminisme yang mendobrak sindrom Barbie.

Jika selama ini orang berpandangan perempuan cantik dan sukses seperti Barbie, maka film ini dianggap sebagai film yang akan memberikan warna baru tentang kesuksesan perempuan dan memberikan perlawanan terhadap komersialisasi kecantikan perempuan. Munculnya sindrom Barbie berangkat dari pandangan bahwa kesuksesan dan kecantikan perempuan diwujudkan dalam sosok Barbie, yang merupaka sebuah pemikiran, nilai, dan buatan sistem barat.

Dalam sindrom Barbie seolah-olah perempuan yang tidak memiliki fisik seperti Barbie yaitu bertubuh ideal, kulit putih, mulus, memiliki rambut pirang, memakai pakaian-pakaian glamor, menampilkan diri menjadi pusat perhatian laki-laki, dan diinginkan semua laki-laki untuk dimiliki, dipuja sebagai perempuan cantik, maka ini adalah sindrom Barbie yang menghasilka banyak problem.

Ini merupakan satu gambaran kecantikan yang tidak semua perempuan dapat merealisasikannya, bahkan banyak perempuan mustahil meraihnya. Namun, didapati di dunia Barat maupun di ekspor ke berbagai negar, sindrom Barbie ini menjangkiti berbagai kaum perempuan – membuat mereka bertindak unlogic dan konyol, sesuatu yang menampakkan ketidak-cerdasan sebagai seorang manusia.

Misalnya, untuk menjadi seperti Barbie ada yang tidak mau makan, tidak mau mengkonsumsi makanan yang bernutrisi karena takut akan kelebihan berat badan. Ada pula yang mengubah penampilan dirinya dengan berbagai macam operasi plastik bahkan sampai menghabiskan uang puluhan miliar agar bisa tampil seperti Barbie.

Sindrom Barbie menimbulkan banyak persoalan yang lazim terjadi pada manusia-manusia karena mengadopsi pemikiran, nilai dan sistem buatan manusia. Sistem buatan manusia selalu akan menampakan cacat. Baik pada saat sistem itu muncul maupun pada waktu-waktu berikutnya. Sama halnya dengan apa yang terjadi saat ini. Penelitian terhadap banyak responden menghasilkan kesimpulan bahwa sindrom Barbie adalah sebuah sindrom yang berbahaya, sebuah penggambaran jati diri yang membodohi manusia. Maka mereka akan berusaha meninggalkan cacat ataupun kerusakan dari nilai, pemikiran dan sistem rusak tersebut.

Tetapi ketika manusia mengambil pemikiran dan nilai buatan manusia yang lain sebagai antitesanya, yaitu apa yang hari ini ditampilkan oleh film Barbie seolah-olah dengan menghadirkan gambaran feminisme, di mana di dalam film tersebut digambarkan bahwa sosok Barbie tidak hanya cantik secara fisik tetapi juga memiliki banyak keahlian.

Barbie dicitrakan sebagai seorang yang lemah, hanya beraktivitas di ranah domestik, tetapi Barbie bisa menjadi seorang pilot, bisa menjadi orang penting di perusahaan, bahkan bisa menjadi seorang presiden, menjadi orang-orang penting didunia politik.

Barbie ini adalah Barbie yang mempunyai konsep jati diri berbeda dari Barbie yang sebelumnya. Barbie juga dicitrakan dengan gambaran yang lain, bahwa Barbie tidak mesti berkulit cerah, cantik juga bisa berkulit gelap, dan cantik bisa dengan berbagai macam tampilan fisik.

Namun, tidak bisa dilepaskan bahwa mereka tetap menggambarkan kecantikan-kecantikan itu dengan ukuran fisik atau dengan ukuran materalistik.

Perlawanan terhadap sindrom Barbie dengan menancapkan ide feminisme sehingga mereka tidak mau perempuan di eksploitasi secara fisik dengan kecantikannya, tetapi mendorong kaum perempuan untuk terjun di berbagai macam pekerjaan yang secara tradisional hanya bisa dikerjakan oleh kaum laki-laki. Inilah yang didorong dan disarankan oleh paham feminisme. Tidakkah itu juga merupakan bentuk eksploitasi lain ketika perempuan tidak menjadi obyek komodifikasi, tidak dianggap sebagai komoditas, tetapi perempuan di dalam pandangan feminisme harus juga mengejar karirnya setara dengan laki-laki. Harus masuk ke dalam dunia kerja, bahkan masuk kedalam sektor-sektor yang tidak lazim dilakukan oleh perempuan, tetapi didominasi oleh laki-laki untuk menunjukan bahwa perempuan mempunyai power, skil, dan mempunyai kemampuan sama dengan laki-laki, sebagaimana rekomendasi feminisme. Bukankah ini juga eksploitasi yang lain?

Ini merupakan penegasan bahwa pemikiran, nilai, dan sistem buatan manusia memang senantiasa mengandung cacat, celah, dan tidak mampu memberikan solusi.
Sesungguhnya feminisme sebagai antithesis atau sebagai simbol perlawanan terhadap Barbie sindrom juga bukan jalan keluar bagi problem masyarakat Barat atau problem bagi kaum perempuan di dunia Barat, sebab feminisme bukan hanya mendorong kaum perempuan untuk berani bersuara, berani memiliki cita-cita tinggi, dan mendorong perempuan untuk memiliki berbagai macam keahlian. Feminisme adalah sebuah ide yang lahir dari pemberontakan terhadap tata kehidupan sosial dan politik di dunia Barat. Feminisme tidak lain adalah sebuah paham, konsepsi yang menjadi sebuah balas dendam atas ketidak adilan yang diberikan atau diperlakukan oleh dunia Barat terhadap kaum perempuan yang dianggap memiliki posisi marjinal/terdeskriminasi.

Dalam ide feminisme terkandung cita-cita untuk menciptakan dunia ini sebagai planet 50:50 (Laki-laki 50%; Perempuan 50%).

Feminsime yang mencita-citakan planet 50:50 ini merupakan ide yang bertentangan dengan fitrah manusia yang tidak realistis untuk memberikan solusi atas persoalan-persoalan manusia apalagi persoalan perempuan. Sebab, konseps ini tidak lahir dari pemahaman yang utuh dan obyektif terhadap persoalan manusia tetapi hanya ingin melepaskan kaum perempuan dari kondisi tertindas, dari kondisi tidak mendapatkan kebebasan untuk memiliki semua apa yang dimiliki oleh kaum laki-laki.

Feminisme tidak akan menjadi solusi bahkan hanya akan memunculkan problem-problem baru. Karena dengan feminisme inilah ada perepuan-perempuan yang tidak ingin memiliki keturunan, tidak menginginkan untuk mendapatkan sebuah kehidupan pernikahan karena tidak membutuhkan kaum laki-laki. Maka ini akan menimbulkan persoalan-persoalan baru.

Apa yang ditampilkan dalam film Barbie dikhawatirkan membawa kearah pemikiran yang menghantarkan publik kepada apa yang hari ini telah banyak terjadi, dimana kaum perempuan dengan kebebasan yang dimiliki dan diperjuangkan dengan ide-ide feminisme itu telah melampaui kodratnya dan menyalahi apa yang dibutuhkan oleh publik.

Sehingga tidak heran di banyak negara seperti di Pakistan film ini tidak boleh beredar karena ada nilai-nilai yang dipersoalkan.

Hari ini kita telah menyaksikan bahwa nilai kebebasan terbukti melahirkan berbagai macam penyimpangan perilaku yang menghasilkan problem baru. Kerusakan yang terjadi hari ini bukan hanya menimpa mereka yang beragama Islam tetapi juga menimpa masyarakat di dunia Barat.

Banyak masyarakat di dunia Barat yang menginginkan kehidupan berdasarkan feminisme ataupun keadilan gender namun tidak mendapatkan kebahagiaan. Mereka justru kosong dari rasa tenang ataupun kebahagiaan di dalam keluarga.

Jika kita berharap kehidupan yang lebih baik, harmonis, kehidupan yang memberikan hak-hak kepada kaum perempuan untuk memaksimalkan potensi yang dimilikinya, dan memberikan manfaat bagi keluarga, masyarakat bahkan negara sesungguhnya bukan nilai, pemikiran, konsep maupun sistem buatan manusia yang dibutuhkan tetapi sistem dari Allah SWT.

Pemikiran-pemikiran dan konsep Islamlah yang dibutuhkan oleh manusia hari ini. Sindrom Barbie hanya satu di antara banyak problem lain yang lahir dari konsep yang salah, yang lahir dari sistem buatan manusia.

Islam memberikan penjelasan bagaimana kaum perempuan memperoleh keadilan dan kebaikan-kebaikan bagi dirinya tanpa mengambil feminisme.

Islam tidak mengekang kaum perempuan dan juga tidak memberikan kebebasan sehingga mereka melakukan apa saja yang bisa merusak dirinya sendiri. Islam yang bersumber dari Allah SWT mendudukan manusia secara adil, karena Allah SWT adalah Zat yang Maha Tahu apa yang baik dan apa yang buruk bagi manusia termasuk bagi perempuan.

Islam menghadirkan bahwa sosok Barbie bukanlah idola, baik bagi gambaran Barbie sebelumnya sebagaimana diciptakan oleh kreatornya ataupun Barbie yang ditampilkan oleh film 2023, tapi Islam memberikan solusi agar menjadikan diri kaum perempuan berdaya, mampu berkontribusi dengan taat kepada seluruh syari’at-Nya.

Allah SWT memberikan tanggungjawab kepada perempuan untuk menjadi Ibu yang melahirkan generasi penerus peradaban Islam, maka kaum perempuan hari ini harus menampilkan jati dirinya sebagai sosok manusia yang mempunyai kekuatan berdasarkan ketaqwaan, memilih perannya berdasarkan ketundukannya kepada Allah SWT.

Ketaatan dan ketundukan itu tidak menunjukan kelemahan perempuan, justru menunjukan kemampuan perempuan untuk mengambil yang baik dan membuang yang buruk. Semua yang berasal dari Allah SWT adalah baik, maka perempuan bisa mengendalikan hawa nafsunya, bisa menundukan keliaran berfikirnya untuk taat kepada Allah dan aturan-Nya, sehingga akan tercipta kehidupan harmonis antara laki-laki dan perempuan. Tidak akan ada eksploitasi terhadap perempuan, tidak akan ada pengekangan, dan juga tidak akan ada kebebasan bagi kaum kapitalisme untuk mengeksploitasi laki-laki maupun perempuan demi keuntungan materi.

Islam menempatkan perempuan sebagai kehormatan yang harus dijaga. Maka hal ini hanya akan bisa diterapkan di dalam sebuah peradaban Islam. Wallahu’alam bishawab.[]

Comment