Fenomena Anak Durhaka dan Cara Islam Wujudkan Keluarga Ideal

Opini656 Views

 

 

Oleh: Anggraeni S.E*

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Permasalahan antara ibu dan anak yang berujung ke ranah hukum terulang kembali. Seorang anak melaporkan ibu kandungnya ke polisi di Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Mirisnya pelaporan ke ranah hukum dilatarbelakangi masalah baju. Cekcok dengan sang ibu hingga mendorongnya membuat sang ibu tidak sengaja menggores pelipis anaknya dengan kuku. (https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-5327267)

Kasus semisal itu bukanlah satu-satunya. Masalah sepele hingga anak kandung melaporkan orang tua ke polisi. Di pertengahan 2019, seorang anak ingin memenjarakan ibunya yang telah berusia 60 hanya karena masalah motor. (https://m.tribunnews.com/nasional/2020/06/29)

Tentu kasus-kasus tersebut sangatlah miris. Anak yang semestinya berbakti kepada orang tua justru dengan tega memenjarakannya. Ditambah dengan alasan yang sangat sepele. Banyaknya kasus “anak durhaka” ini tentu perlu untuk kita cermati lebih dalam.

Dalam pandangan agama atau norma masyarakat manapun, anak diharuskan berbakti kepada orang tua, terlebih kepada ibunya. Ibu telah mengandung selama 9 bulan penuh kepayahan.

Saat proses melahirkan, ibu rela mempertaruhkan nyawanya. Bahkan setelahnya tanpa pamrih bergadang dan menyusui selama 2 tahun. Sedangkan ayah bekerja banting tulang demi mencukupi kebutuhan dan membesarkan anaknya dengan layak.vMaka wajar jika orang tua memiliki jasa yang tidak akan pernah bisa di balas oleh anak.

Namun faktanya jangankan bersikap baik kepada orang tua, anak dengan tega memperkarakan ibu kandungnya.

Minimnya pemahaman ruhiyah menjadi faktor utama sikap durhaka anak kepada orang tua. Islam memerintahkan anak untuk bersikap baik kepada orang tuanya, tidak meninggikan suara, bahkan ketika orang tua sudah renta sekedar berkata “ah” hal yang tidak perbolehkan.

Pemahaman bahwa ridho Alloh terletak pada ridho orang tua dan murka Alloh jika orang tua murka, tak lagi digubris. Ketiadaan ruhiyah tadi menimbulkan ketidak khawatiran terhadap kedurhakaan pada orang tua akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak.

Pemahaman kebebasan berperilaku menambah bobrok sikap “anak durhaka” kepada orang tua. Berlindung atas nama HAM, anak-anak merasa sikap atau aturan orang tua mengekang kebebasan berperilaku mereka. Ditambah dengan jaminan hukum atasnya membuat anak dengan enteng melaporkannya ke ranah hukum saat dirasa kebebasan berperilakunya dikekang. Kebebasan berperilaku menjadi pisau bermata dua. Aturan agama ataupun norma masyarakat untuk berbakti kepada orang tua menusuk balik dengan alasan HAM.

Kasus buruknya akhlak anak kepada ibunya, tak bisa dilihat dari satu sisi saja, namun harus dipandang secara komprehensif bahwa ini adalah kesalahan sistem yang perbaikannya pun harus berskala sistem.

Bukan hanya sekadar memperbaiki perilaku ibunya, anaknya, atau ayahnya saja. Faktor yang mempengaruhi ketidak idealan keluarga harus dihilangkan, diantaranya :

Pertama, faktor pendidikan.
Sistem pendidikan sekuler yang sekadar berorientasi pada akademik hanya akan melahirkan siswa pintar namun minus pemahaman akidah, serta pola sikapnya yang cenderung buruk.

Sedangkan sistem pendidikan islam membina para siswanya untuk menjadi individu yang berkepribadian Islam. Yaitu memahami islam dengan kaffah dan berperilaku sesuai dengan syariat. Sehingga wajib bagi negara untuk memfasilitasi tersedianya sekolah dengan kualitas kurikulum dan tenaga pengajar yang unggul. Mewujudkan sistem pendidikan terbaik dalam hal akademik dan kepribadian islam.

Kedua, faktor budaya yang masuk ke tengah-tengah masyarakat haruslah sesuai dengan Islam. Negara akan sangat selektif menyaring budaya yang masuk dan beredar di tengah-tengah umat. Di era digital seperti saat ini, media massa dan media sosial adalah entitas yang sangat signifikan dalam transfer budaya.

Fungsi media dalam negara islam adalah untuk menguatkan akidah. Media pun menjadi sarana mencerdaskan umat karena memuat berbagai informasi. Negara wajib mencegah informasi yang buruk, apalagi yang kontraproduktif terhadap akidah umat.

Ketiga, faktor ekonomi. Secara tidak langsung faktor inilah yang menjadi pemicu terjadinya bobroknya akhlaq anak. Sulitnya para suami mendapatkan pekerjaan dan negara yang tidak menjamin pemenuhan kebutuhan dasar, semakin memberatkan beban kepala keluarga.

Akhirnya menunutut para ibu keluar rumah untuk bekerja membantu ekonomi keluarga. Menyebabkan terlalaikannya kewajiban pengasuhan. Anak kehilangan sosok untuk dijadikan teladan serta kurang atas belaian kasih sayang. Akhirnya, hilanglah rasa hormat dan bakti pada orang tuanya.

Maka dari itu, negara yang menjalankan aturan islam menjamin pemenuhan kebutuhan pokok per individu dan menyediakan lapangan kerja bagi para ayah.

Seperti itulah islam mewujudkan keluarga yang ideal, yang darinya juga – mampu mewujudkan ketahanan negara dengan lahirnya generasi unggul. Islam mampu menyelesaikan permasalahan hingga ke akarnya. Wallohu’alam bisshowab.[]

*Praktisi pendidikan

____

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.

Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.

Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.

Comment