Penulis: Mirna Juwita S.Ag | Aktivis Dakwah, Guru
RADARINDONESISNEWS.COM, JAKARTA- Sebelum membahas jauh terkait isu Palestina dan standar ganda pembelaan terkait hak perempuan, kita kenali dahulu tentang Feminisme.
Feminisme adalah gerakan sosial politik yang memiliki tujuan memperjuangkan hak-hak wanita dengan menetapkan kesetaraan pada aspek politik, ekonomi, pribadi, dan sosial dari dua jenis kelamin.
Feminisme seperti dijelaskan wikipedia.org, menggabungkan posisi bahwa masyarakat memprioritaskan sudut pandang laki-laki dan bahwa perempuan diperlakukan secara tidak adil di dalam masyarakat tersebut.
Namun, saat terjadi genosida di Palestina, kita menyaksikan kekejian, pembantaian yang dilakukan Zionis Yahudi terhadap bangsa Palestina dengan banyak jatuh korban.
Serangan israel membabi buta dan tidak lagi pandang bulu. Mereka yang tidak berdaya seperti anak-anak, orang tua, dan perempuan pun mereka bunuh dengan keji.
Zionis Yahudi lebih banyak menyerang warga sipil ketimbang sesama militer. Ia menyerang rakyat yang tidak berdaya dan tidak berdosa.
Namun, hingga saat ini penyerangan terhadap Gaza pun tidak terhenti dan banyak memakan korban yang tidak terhitung. Puluhan ribu nyawa melayang.
Perlakuan zionis Yahudi terhadap perempuan Palestina sangat tidak manusiawi. Kehormatan mereka di lecehkan.
Di saat hari perempuan sedunia dan saat perempuan Palestina di lecehkan, feminisme yang digencarkan dunia barat sebagai pembela perempuan – tidak menampakkan batang hidung untuk membela mereka. Feminisme bungkam tidak bersuara sebagaimana mereka menyuarakan hak-hak perempuan selama beberapa dekade.
Telah begitu nyata terjadi pembantaian, pengungsian, kelaparan, kehausan, dan pelanggaran HAM terhdap perempuan Palestina. Mereka menjadi santapan buas pelecehan seksual yang dilakukan oleh Zionis. Betapa perempuan Palestina menanggung beban yang sungguh trramat berat sendiri.
Lalu di mana suara, sikap dan peran feminisme yang selama ini menuntut hak-hak asasi perempuan di hari peringatan perempuan sedunia. Ketika perempuan Palestina berteriak meminta pembelaan hak, tidak ada satu pun aksi yang dilakulan para pendukung feminisme.
Sekarang sudah tampak dan jelas sekali bahwa feminisme barat memiliki wajah ganda. Gerakan ini bungkam, seolah-olah buta tidak melihat penindasan, penderitaan dan kesengsaraan yang tengah di alami oleh perempuan Palestina.
Dari sini kita bisa menilai siapakah jati diri feminisme barat itu. Apakah feminisme yang mereka maksudkan? Mengapa mereka tidak melakukan aksi pembelaan terhadap perempuan Palestina?
Solusi hakiki untuk membela hak perempuan – tidak lain dan tidak bukan – adalah Islam. Hukum islam saja yang menjaga hak dan kehormatan perempuan tanpa kecuali. Perempuan kulit hitam, putih, kuning dan sebagainya mendapat penjagaan yang sama terlepas dari agama yang dianutnya.
Sejarah mencatat, bagaimana wanita itu begitu dihormati dan ditinggikan sebagaimana pada masa Khalifah Al-Mu’tasim yang hidup pada khilafah Abbasiyah.
Pada saat itu, ada seorang wanita muslimah yang sedang berada di pasar hendak berbelanja untuk memenuhi kebutuhan pokok rumahnya. Namun, ada seorang laki-laki Yahudi mengganggunya dan mencoba melecehkan. Seketika muslimah itu berteriak meminta tolong kepada Khalifah.
Seketika teriakan itu terdengar dan dengan bergegas dan cepat Khalifah Al-Mu’tashim mengambil tindakan, dengan mengirimkan banyak pasukan untuk membela perempuan. Lalu, menangkap si pelaku dan memenggalnya.
Dari sini kita bisa melihat potret Islam menjaga hak-hak perempuan. Bukan dengan sistem kapitalisme yang berbasis sekulerisme ini. Apalagi berharap kepada feminisme yang berwajah ganda.[]
Comment