RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan perceraian disinyalir timbul dari kasus pernikahan dini. Hal ini yang kemudian tengah ditekan oleh pemerintah kota Makassar.
Pemerintah melalui Dinas Pemerhati Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) berusaha melakukan berbagai cara agar kasus pernikahan dini bisa ditekan sekecil mungkin. Akan tetapi hal itu tentu butuh andil dari beberapa pihak lain.
Kehadiran Koalisi Perempuan Indonesia ini diharapkan dapat membantu pemerintah kota Makassar dalam mewujudkan misi menekan pertumbuhan angka pernikahan di bawah usia matang.
Hal ini disampaikan langsung oleh penjabat wali kota Makassar, M Iqbal Samad Suhaeb, saat menghadiri seminar Koalisi Perempuan Indonesia di Baruga Anging Mammiri, kota Makassar, Senin (30/12/2019).
“Kekerasan rumah tangga atau perceraian kerap muncul karena pasangan suami istri belum dewasa atau belum matang saat melangsungkan pernikahan,” ujar Iqbal mengawali pembicaraannya.
“Akibatnya letupan kecil bisa langsung menjadi boomerang dan ini tentu sangat disayangkan sekali,” lanjut Iqbal Suhaeb.
Lebih jauh Iqbal berharap Koalisi Perempuan dapat memberikan edukasi positif terkait pentingnya pencegahan pernikahan usia dini di tengah-tengah masyarakat. (sulselekspres.com, 31/12/2019).
Lagi-lagi pernikahan usia dini menjadi bahan perbincangan di tanah air. Masalah pernikahan dini di zaman sekarang menjadi fenomena yang dipandang menyengsarakan terutamanya untuk kaum perempuan.
Upaya menaikkan umur perkawinan perempuan semakin digencarkan, dengan alasan untuk mengurangi tingkat perceraian dalam pernikahan.
Pasalnya mereka menganggap semua kasus kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga salah satunya diakibatkan karena ke tidak matangan usia pasangan suamu-isteri.
Namun di sisi lain, menghindari nikah usia dini dengan dalih diatas, faktanya dapat mengakibatkan meningkatnya tingkat hamil diluar pernikahan.
Fakta lain juga menunjukkan tingkat aborsi semakin meningkat, pergaulan bebas meraja lela, hingga pembunuhan, serta mewabahnya virus HIV/AIDS, bukti nyata rusaknya sistem pergaulan saat ini. Sehingga Umat harus paham bahwa dibalik semua upaya ini ada agenda gender dan liberalisme.
Sistem kapitalisme sekulerisme adalah dalang dari semua masalah ini, dimana sistem ini memisahkan peran agama dari kehidupan sehingga setiap orang bebas berekspresi sesuka hati mereka tanpa harus peduli ini haram atau tidak. Sistem kapitalisme sekularisme mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah.
Jika memandang umur sebagai pemicu masalah kekerasan dalam pernikahan dini, seharusnya kini tak ada lagi kasus kekerasan. Sebab, pemerintah telah lama memberlakukan batasan umur dalam pernikahan.
Sebagaimana dalam UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang menjelaskan bahwa batas minimal usia perkawinan bagi perempuan adalah 16 tahun dan 19 tahun untuk pria.
Batas usia atau masalah kematangan kesehatan reproduksi seharusnya bukan ukuran seseorang dianggap dewasa atau tidak dan memiliki tanggung jawab dalam membina dan membentuk keluarga atau tidak.
Sebab, banyak juga pasangan suami-isteri yang menikah sudah memenuhi usia yang telah ditentukan tetapi faktanya tetap banyak kasus kekerasan yang terjadi di dalam keluarga atau rumah tangga pasangan tersebut.
Bukti bahwa umur atau usia tak menjamin keharmonisan keluarga. Inilah kekeliruan yang mengakar di kalangan masyarakat.
Sedangkan pernikahan dalam pandangan atau hukum islam sendiri tak mempermasalahkan umur atau usia seseorang asalkan sudah balig maka boleh untuk menikah.
Pernikahan sejatinya adalah kebutuhan nau’ (melestarikan keturunan) dimana jika tidak diwujudkan hanya akan mengakibatkan kegelisahan terhadap orang tersebut, namun tidak akan sampai mengakibatkan kepada kematian.
Dalam islam sendiri pernikahan diartikan sebagai berkumpulnya atau menyatunya pasangan laki-laki dengan perempuan melalui akad nikah dan memenuhi syarat-syarat pernikahan serta rukun nikah yang berlaku diantara-Nya adanya calon mempelai pria dan wanita, wali nikah serta adanya ijab Kabul atau akad nikah (lihat fiqih pernikahan).
Menikah hukumnya sunnah bagi setiap orang yang merasa dirinya sudah mampu dan bisa menahan diri dari sesuatu yang dapat menjerumuskannya kepada perbuatan zina.
Dan bisa juga menjadi wajib apabila jika seseorang itu sudah mampu menikah dan jika tidak disegerakan akan mengakibatkan seseorang itu terjerumus kepada perbuatan zina. Di dalam islam pendidikan pra balig menjadi sesuatu yang penting.
Maka dari itu, mempertentangkan hukum agama dengan akal atau pandangan manusia yang serba terbatas adalah tindakan yang keliru bahkan dapat menjerumuskan seseorang itu masuk ke dalam neraka.
Bukankah Rasulullah dulu menikahi Aisyah pada usia dini atau masih sangat muda, seperti dalam sebuah riwayat, Nabi menikahi Aisyah dan dia adalah seorang gadis berusia 9 tahun kemudian ia membina rumah tangganya pada saat usia 11 tahun (HR. Bukhari No. 3896, dengan sanad Ubaid bin Isma’il, Abu Usamah, Hisyam bin ‘Urwah, dan ayahnya yakni ‘Urwah bin Az Zubeir.
Dengan demikian, sudah jelas bahwa menikah di usia dini adalah boleh dan sah dalam agama. Dan sekali lagi mempersiapkan pendidikan pra balig menjadi sesuatu yang penting.
Agar pernikahan yang disertai persiapan ilmu pemahaman yang cukup dapat menopang serta membuat keharmonisan suatu pernikahan. Sehingga tak ada lagi yang namanya kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Namun, semua itu hanya bisa terjadi jikalau sistem kapitalisme sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan bisa dihapuskan dan sistem islam diterapkan. Wallahu a’lam bish showab.[]
*Mahasiswi di Makassar
Comment