RADARINDONESIANEWS. COM, JAKARTA – Tarif sejumlah ruas tol dipastikan akan naik pada tahun depan. Hal itu didasarkan oleh Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Pasal 68 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol. Dalam kedua beleid itu disebutkan evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) berdasarkan tarif lama yang disesuaikan dengan pengaruh inflasi kota tempat tol berada.
Terbaru, PT Lintas Marga Sedaya selaku pengelola Ruas Tol Cikopo-Palimanan yang kini memilki brand name ASTRA Infra Toll Road Cikopo-Palimanan (ASTRA Tol Cikopo-Palimanan) mulai memberlakukan penyesuaian tarif. Hal itu berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1219/KPTS/M/2019 tanggal 27 Desember 2019 tentang Penyesuaian Tarif Tol Pada Jalan Tol Cikopo-Palimanan. Penyesuaian itu mulai berlaku pada 3 Januari 2020, pukul 00.00 WIB.
Berdasarkan rilis LMS yang diterima CNBC Indonesia, untuk golongan I naik menjadi Rp 107.500 dari Rp 102.000. Sedangkan golongan II naik menjadi Rp 177.000 dari Rp 153.000. Setelah ini, tarif sejumlah ruas tol juga akan mengalami kenaikan, misalnya Tol Dalam Kota Jakarta, Belawan-Medan-Tanjung Morawa, Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa, dan Surabaya-Gempol. (cnbcindonesia.com, 29/12/2019).
Pemerintah tengah mengkaji rencana pengupahan baru berbasis produktivitas. Diwacanakan sistem pengupahan tidak lagi hitungan bulan, namun dirubah menjadi per jam.
Sistem pengupahan yang berlaku di Indonesia saat ini adalah upah bulanan. Melalui sistem bulanan pekerja mendapatkan gaji tetap dengan nilai tertentu ditambah dengan insentif. Pengupahan yang bersifat pukul rata ini menyebabkan pekerja yang tidak masuk seminggu pun akan mendapatkan upah yang sama dengan pekerja yang tidak pernah izin sama sekali. Barangkali yang membedakan hanyalah insentif harian saja. Melalui upah per jam artinya gaji yang diterima dihitung berdasarkan jam kerja. Ambillah contoh dalam sebulan bekerja selama 40 jam, gaji yang diperoleh tinggal dikalikan saja 40 dengan gaji per jamnya. Jumlah tersebut adalah upah yang akan diterima setiap bulannya. Dampaknya akan ada perbedaan pendapat antara pekerja yang sering izin dan tidak pernah izin. (cnbcindonesia.com, 28/12/2019).
Parahnya lagi, Menjelang tahun baru 2020, kebijakan seputar nasib dan hidup buruh sedang digodok pemerintah. Mulai dari rencana upah per jam, sampai terbukanya keran pekerja asing. Buruh harus lebih bersiap dalam menghadapi persaingan antar pekerja. Pasalnya, pemerintah akan mempermudah perizinan TKA (tenaga kerja asing) untuk masuk ke dalam negeri. Yakni melalui RUU Omnibus Law soal Cipta Lapangan Kerja. (cnbcindonesia.com, 29/12/2019).
Masalah ekonomi di tanah air selalu menjadi masalah yang tidak habis-habisnya dibahas hingga menjelang awal tahun 2020.
Dari fakta yang ada tentang kebijakan pemerintah Jokowi di bidang infrastruktur dan pelayanan serta sistem penggajian para guru menjadi penguat fakta bahwa rezim neolib memang telah gagal membawa rakyat Indonesia menuju masyarakat sejahtra. Sekalipun ada rekomendasi-rekomendasi solusi atas kritik itu.
Ketika para pekerja tanah air digaji dengan upah yang sedikit, disisi lain pemerintah malah membuka pintu untuk para pekerja asing. Tak hanya itu, Sumber pendapatan negarapun berkurang saat asset dan kekayaan negara banyak dikuasai asing, membuat sumber pendapatan negara berkurang. Sehingga pembangunan dan pelayanan bersumber dari utang dan investasi. Berubahlah infrastruktur dan pelayanan menjadi sangat mahal. Sedangkan pendapatan masyarakat tetap. Alhasil masyarakat akan lebih fokus ke hal yang jauh lebih mendesak saja, yaitu pendidikan dan kesehatan, itu pun juga kelimpungan masyarakat dengan naiknya tarif BPJS.
Dari fakta yang ada, telah nampak jelas akar masalah dari semua problem saat ini adalah diterapkanya sistem kapitalis sekuler, yang menjadikan kepentingan pribadi menjadi nomor satu dan kepuasan pribadi menjadi tujuan hidupnya. Hanya orang-orang pemiliki modal sajalah yang dapat bertahan hidup di dalam sistem ini. Sampai pendidikan bahkan kesehatanpun harus dibeli dengan harga yang cukup besar.
Perbedaan mencolok sangat terlihat, pada masa sistem pemerintahan Islam ketika menguasai dunia selama 13 abad. Yang selalu berorientasi menjamin terpenuhi kebutuhan dasar rakyat per individu dan memberi peluang masuknya asing baik permodalan maupun orang dengan pertimbangan kebolehan syariat dan kemaslahatan rakyat, bukan malah merugikan kemaslahatan rakyat. Bahkan banyak fasilitas yang diberikan oleh Negara secara geratis seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan bagai masyarakatnya.
Hal itu dikarenakan dalam sistem Islam negara mengoptimalkan anugrah dari Allah SWT berupa kekayaan alam, dan mengelolanya dengan cara yang benar. Sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh rakyat dengan memberikan fasilitas secara gratis untuk menjunjung kesejahteraan mereka. Para pekerjapun dalam sistem Islam digaji dengan sangat layak tidak seperti sistem saat ini.
Penentuan upah buruh dalam Islam memang bukan dengan pematokan standar minimum sebagaimana mekanisme UMR saat ini, namun kesejahteraan rakyat bisa diwujudkan karena Negara/khilafah bertanggung jawab menjamin layanan kesehatan, pendidikan dan keamanan secara berkualitas dan gratis. Begitu pula pemenuhan hajat air, energy/listrik dan bbm, jalan dan transportasi tidak akan dikapitalisasi sbgmn saat ini.
Untuk itu, negara ini perlu sebuah revolusi kebijakan yang mengembalikan harta rakyat, menjunjung tinggi kesejahtraan rakyat, dan mengembalikan mata uang yang dipegang masyarakat bernilai tinggi dan stabil.
Dari adanya sejarah Islam tersebut dan fakta dimana sistem saat ini yang tidak memberikan kesejahteraan bagi rakyat, maka seharusnya menjadi tamparan keras bagi kita semua untuk kembali menegakkan syariat Allah diatas muka bumi ini. Agar keadilan dan kesejahteraan yang kita damba-dambakan selama ini dapat terwujud.
Sehingga penting menyadarkan umat, bahwa kesejahtraan tidak mungkin diwujudkan jika tetap mengukuhi sistem yang menjadi akar masalahnya, yakni sistem kapitalisme neoliberal yang tegak diatas asas sekulerisme dan pilar-pilar rapuh seperti prinsip libralisasi ekonomi, ekonomi non ril, investasi asing, dan sebagainya. Wallahu a’lam bish showab.[]
*Mahasiswi Universitas di Makassar
Comment