RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Corona Virus Desease (Covid-19) adalah jenis baru dari corona virus yang menular ke manusia dan bisa menyerang siapa saja, baik bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu hamil dan ibu menyusui.
Infeksi Corona Virus Desease (Covid-19) bisa menyebabkan penderita mengalami gejalan flu, demam, pilek, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, infeksi pernafasan berat, demam tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak nafas, dan nyeri dada.
Corona Virus Desease (Covid-19) sudah muncul sejak 2019, namun awal 2020 lah menjadi puncak dari perkembangan virus ini, bahkan di negara asalnya (China) sudah menelan banyak korban. Tak hanya di negara asalnya, virus ini sudah berlabuh ke seluruh penjuru dunia. Bahkan Indonesia pun tak luput dikunjungi virus yang mematikan ini.
Dalam upaya antispasi hal ini, beberapa daerah meberlakukan peraturan bekerja di rumah, tak terkecuali Aceh.
Di Aceh, khususnya Lembaga-lembaga Pendidikan dari tingkat dasar sampai tingkatan Universitas di beberapa kabupaten/kota melakukan proses belajar tanpa tatap muka atau sering kita kenal dengan Daring (Dalam Jaringan). Salah satunya Universitas Islam Negeri Ar-raniry.
Namun setiap kebijakan tentu memiliki pro kontra, ada dosen yang tetap melanjutkan perkuliahan ada pula menghentikan total dengan gantinya memberikan tugas yang menurut saya semakin memberatkan mahasiswa.
Sepucuk surat edaran tentang pelaksanaan kegiatan perkuliahan di rumah bertanggal 13 Maret 2020 beredar cepat melalui pesan bersambung WhatsApp, yang menerangkan bahwa perkuliahan di kampus UIN Ar-raniry untuk sementara tidak dilakukan dengan tatap muka mulai tanggal 16 Maret 2020.
Ini merupakan point penting yang teramat disyukuri oleh segelintir mahasiswa di kampus biru tersebut.
Memang benar ada kegembiraan tersendiri di kalangan mahasiswa, kegembiraan tersebut ditunjukkan melalui instan story media social mahasiswa yang memasang story surat edaran tersebut disertai caption syukur dan euphoria.
Namun, tidak demikian dengan mahasiswa yang sedang mengikuti program wajib Asrama (Ma’had) di Universitas Islam Negeri Ar-raniry ini tidak diliburkan.
Hal itu di pertegas dalam surat edaran yang dilayangkan oleh rektok bak sepucuk surat cinta.
Saya rasa ada ketidakadilan di sini, sebab mengacu pada surat edaran point (e) yang menerangkan agar mahasiswa tidak melaksanakan kegiatan yang melibatkan banyak orang. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan keadaan yang terjadi di asrama (ma’had), keramaian di asrama melebihi keramaian uniting kelas belajar. Dengan demikian interaksi sudah dipastikan berlangsung atau terjadi. Sebab sudah menjadi kebiasaan selepas menunaikan shalat di msholla Asrama sambil bershalawat mahasantri saling bersalaman guna memperkuan ukhwah islamiah.
Musholla berkapasitas 300 mahasantri tersebut tentu sangat berpotensi untuk menjadi sarana empuk penularan corona.
Semua sudah mengetahui bahwa mahasantri yang ada di Ma’had Al Jamiah tidak sepenuhnya ada di Ma’had, sebab kewajiban mahasantri hanya perlu hadir pada pukul 18:30 wib sampai dengan pukul 07:15 wib, selebihnya mahasantri di perbolehkan meninggalkan asrama guna melakukan aktivitasnya masing-masing.
Jadi logis saja ketika mahasantri keluar dari lingkungan asrama mereka terpapar akan Corona Virus (Covid-19). Kemudian, salah satu program yang tetap dilaksanakan adalah program mabid di mana mahasiswa akan dikirim ke mesjid-mesjid untuk menimba ilmu dan mengabdi selama empat hari.
Untuk kegiatan ini, kiranya dapat dipertimbangkan kembali dan besar harapan kami untuk dilakukan penundaan dengan alasan keselamatan Mahasantri dari terpaparnya Corona Virus (Covid-19).
Jadi bak pujangga yang membalas surat cinta yang dipuja puja, kami mahasiswa menginginkan kejelasan sepucuk surat cinta ayahhanda kepada anaknya.
Kami berharap ayahanda Rektor dan Pimpinan Ma’had mempertimbangkan kembali keputusan tetap melanjutkan kegiatan Asrama. Sebab kami khawatir adanya korban jiwa di Ma’had kita tercinta.
Jikapun Ma’had tidak diliburkan, sebaiknya kuliah juga tidak diliburkan sebah itu akan menambah beban kami.
*Mahasiswa Ilmu politik, Menteri Kajian Aksi dan Advokasi Dema Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Aceh.
Comment