Euforia Gelar dan Penghargaan, Untuk Apa?

Berita, Opini337 Views

 

Oleh : Alfiah, S.Si, Pegiat Literasi

_________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Baru-baru ini seperti ditulis suara.com, (8/11/2022), Ketua DPR RI Puan Maharani menerima anugerah Doktor Honoris Causa(Dr Hc) dalam bidang ilmu politik dari Pukyong National University (PKNU), Korea Selatan (Korsel). Penganugerahan Dr Hc dalam bidang ilmu politik untuk Puan digelar di University Theater, PKNU, Busan, Korsel.

Tak hanya Puan, Presiden Jokowi seperti diberitakan CNNIndonesia.com, (7/11/2022), mendapatkan penghargaan. Presiden Joko Widodo mendapat penghargaan internasional di bidang perdamaian Imam Hasan bin Ali Peace Prize dari Forum Perdamaian Abu Dhabi. Sekretaris Jenderal Forum Perdamaian Abu Dhabi Al-Mahfouz bin Syaikh Abdullah bin Bayya mengatakan penghargaan itu diberikan kepada tokoh yang berjasa terhadap perdamaian internasional.

Dia menjelaskan penghargaan Imam Hasan bin Ali Peace Prize diberi nama sesuai nama cucu Nabi Muhammad SAW Hasan bin Ali. Dia menjelaskan Hasan adalah sosok yang begitu dipandang di kalangan muslim. Abdullah menyerahkan langsung penghargaan itu kepada Jokowi.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno mendampingi Jokowi pada momen tersebut. Menurut Pratikno, penghargaan ini begitu bergengsi. Dia menyebut penghargaan itu sebagai kehormatan bagi masyarakat Indonesia.

Hal kontroversial adalah pemberian gelar Doktor Honoris Causa (Dr Hc) kepada Moeldoko sebagaimana ditulis tempo.co (27/10/2022), demontrasi mahasiswa mewarnai pemberian gelar doktor honoris causa atau kehormatan kepada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dari Universitas Negeri Semarang pada Sabtu, 22 Oktober 2022. Sejumlah mahasiswa mendatangi Auditorium Unnes ketika upacara pemberian gelar tengah berlangsung.

Rektor Unnes Fathur Rokhman menyebutkan Moeldoko diberi gelar doktor kehormatan bidang manajemen strategi pembangunan sumber daya manusia pada program pasca sarjana. “Beliau memiliki karya pengabdian luar biasa pada bidang SDM,” katanya.

Tentunya yang tidak terkalahkan di dunia adalah Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri. Megawati  mengungkapkan, dirinya saat ini menyandang 2 gelar profesor kehormatan dan 9 gelar Doktor Honoris Causa (H.C).

Dilansir dari laman UGM, gelar Doktor Honoris Causa (H.C) atau doktor kehormatan adalah gelar yang diberikan oleh suatu perguruan tinggi kepada seseorang, tanpa orang tersebut mengikuti dan lulus dari sebuah pendidikan.

Ingatlah bahwa gelar itu didapatkan tanpa seseorang itu mengikuti perkuliahan dan lulus dari perguruan tinggi. Meski katanya pemberian gelar kehormatan ini tak bisa sembarangan, orang yang mendapat anugerah ini harus dianggap berjasa atau berkarya luar biasa bagi ilmu pengetahuan dan umat manusia.

Publik tentu bisa menilai secara objektif apakah seseorang itu layak atau tidak diberi gelar kehormatan atau penghargaan. Karena publik (masyarakat) lah yang paling merasakan ada atau tidak manfaat dari pemberian gelar atau penghargaan.

Sah-sah saja jika seseorang diberi gelar atau penghargaan jika seseorang tersebut memang berjasa besar dalam bidang tersebut. Jangan sampai pemberian gelar atau penghargaan hanya sebagai politik balas budi atau kamuflase/pencitraan agar dipandang baik atau berjasa. Apalagi sekarang mendekati musim Pilpres.

Jangan sampai gelar atau penghargaan dijadikan dagangan atau hanya sebatas kebanggaam semata. Karena rakyat hakikatnya membutuhkan pemimpin yang mampu menyelesaikan berbagai problem yang membelenggu.

Rakyat membutuhkan pemimpin yang mencintai dan memberi dengan tulus. Rakyat membutuhkan pemimpin yang benar-benar mengurusi urusan rakyat bukan yang lain.

Untuk apa gelar dan penghargaan berderet-deret, jika ketika dihadapkan masalah rakyat hanya bisa ‘merepet’. Untuk apa pujian yang datang dari para petinggi dunia jika kenyataannya rakyat tak mendapatkan apa-apa.

Sesungguhnya pemimpin yang tulus mengurus urusan rakyat tak membutuhkan gelar kehormatan atau pujian melangit dari pemimpin dunia. Cukuplah dia dilabeli penggembala karena pemimpim hakikatnya memang mengurusi dan bukan diurusi. Rasulullah SAW bersabda:

الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ…

“Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggung-jawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)” (HR. Imam Bukhari dan Imam Ahmad).

Sesungguhnya euforia (gembira yang berlebihan) terhadap gelar dan penghargaan hanya akan menjauhkan seseorang dari apa yang seharusnya dia lakukan. Apalagi di akhirat kelak  semuanya itu sama sekali tidak bernilai di sisi Allah SWT. Karena yang akan Allah lihat hanya ketakwaannya, bukan gelar, jabatan atau kedudukan di tengah-tengah masyarakat. Allah SWT berfirman :

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.”(QS. Al-Hujurat:13).[]

Comment