RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Menjadi pemimpin merupakan amanah besar yang nantinya akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak. Terlebih menjadi pemimpin negara adalah menjadi pelayan bagi rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda: “Seorang imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Namun melihat fakta dan realita kekinian, kepemimpinan menjadi rebutan banyak orang bukan karena mereka mampu dalam mengemban amanah itu, tetapi lebih pada sebuah keinginan untuk berkuasa dengan jabatan strategis.
Demi jabatan, mereka berlomba dengan beragam cara tanpa peduli halal dan haram, salah benar, baik-buruk, bahkan mereka tidak peduli meskipun harus mengorbankan rakyat.
Dalam konteks kekuasaan, Al-Qur’an mengulang-ulang bagaimana kesewenang-wenangan menjadi gerbang kehancuran dan kenistaan seorang raja bernama Fir’aun. Fir’aun merupakan sosok pemimpin yang gagal menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya, justru semakin kehilangan akal sehat dalam menentukan kebijakan dan keputusannya. Seorang pemimpin tidak boleh bertindak tanpa pertimbangan iman, akal sehat dan kemaslahatan orang banyak. Maka dalam mengemban amanah bukan soal cepat atau lambat tetapi tepat dan maslahat.
Pemimpin menjadi payung yang dapat mengayomi dan mengurusi rakyat bukan membuat rakyat menderita, bukan pula gila kekuasaan dan harta, serta bukan menjadi boneka dari kepentingan para kapitalis. Pemimpin harus mampu membaca hukum Allah SWT sebagai pertimbangan dan rujukan hukum sehingga kebijakannya memberi kesejahteraan dan keadilan kepada semua golongan tanpa kecuali.
Hingga kini, belum kita temui pemimpin seperti Umar bin Khattab yang menjadikan Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum. Umar seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya dengan sangat baik. Mengerahkan segenap kemampuan, waktu, tenaga dan pikirannya untuk melaksanakan amanah itu. Tidak mengambil keuntungan material sedikitpun.
Kepemimpinan pada dasarnya merupakan amanah. Kepada sahabat Abu Dzarrin, Rasulullah saw. bersabda: “ Sesungguhnya kepemimpinan itu adalah suatu amanah, dan di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan kecuali mereka yang mengambilnya dengan cara yang baik serta dapat memenuhi kewajibannya sebagai pemimpin dengan baik. “ (HR Muslim).
Kepemimpinan adalah amanah, maka amanah ini harus diserahkan kepada ahlinya atau kepada orang-orang yang layak untuk diangkat sebagai pemimpin. Kepemimpinan bukan barang dagangan yang bisa diperjual-belikan sembarangan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Karena itu dalam proses pencalonan pemimpin tidak dibeli oleh mereka yang menghendakinya atau membeli dukungan berharap kemenangan, Rasulullah saw bersabda: “Tunggu saat kehancuranhnya, apabila amanat itu disia-siakan. para sahabat serentak bertanya, ‘ya Rasulullah apa yang dimaksud menyia-nyia kan amanat itu? Nabi bersabda: apabila suatu urusan diserahkan kepda bukan ahlinya maka tunggulah tanggal kehancurannya.” (HR Bukhari).
Kepemimpinan juga harus memiliki hubungan cinta kasih antara pemimpin dan yang dipimpin. Hubungan cinta kasih yang hakiki, Rasulullah saw bersabda “sebaik-baik pemimpin kamu adalah mereka yang kamu cintai dan mereka pun mencintaimu; kamu menghormati mereka dan merekapun menghormati kamu. Pun sejelek-jelek nya pemimpin kamu adalah mereka yang kau benci dan mereka pun benci kepda kamu. Kamu melaknat mereka dan mereka pun melaknat mu.” (HR Muslim).Wallahu a’lam bi ash-shawab.[]
*Ibu rumah tangga, tinggal di Probolinggo
Comment