RADARINDONESIANEWS. COM, JAKARTA – Belakangan isu “radikalisme” santer dibahas diberbagai media baik cetak, elektronik, dan dunia maya.
Intensifikasi pemerintah melawan radikalisme terus digencarkan hingga pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 Menteri tentang penanganan radikalisme pada Aparatur Sipil Negara (ASN).
Bukannya fokus terhadap permasalahan utang yang menumpuk dan imbasnya yang mengerikan, serta realisasi janji-janji yang telah disematkan, kementrianpun sibuk membahas radikalisme di mana objek bidiknya adalah ajaran Islam.
Dimulai dari kehebohan pelarangan cadar dan cingkrang yang menuai banyak kecaman, hingga pengawasan terhadap penceramah dan materi ceramah, aktivitas majelis taklim, PAUD dan TK, bahkan homeschooling sekalipun tak luput dari bidikkan penguasa. materi Khilafah dan jihadpun dihapus dari buku-buku MI, MTs, dan MA (republika.com, 7/12/2019).
Melalui wawancara pada segmen TV One, Apa Kabar Indonesia (10/12/2019), Dirjen Pendidikan Islam Kemenag, Kamarudin Amin menjelaskan bahwa materi Khilafah dan jihad tetap ada namun dibahas hanya dari sisi sejarahnya saja. Padahal, Khilafah dan jihad adalah ajaran Islam yang ditinjau dari segi historis tidak bisa dipisahkan dari fiqih Islam itu sendiri. Meskipun demikian, penolakan dan kecaman terus menyerbu manuver pemerintah yang fobia terhadap Islam.
Lalu apa motivasi di balik gencarnya langkah pemerintah ini?
Proyek Global Membendung Kebangkitan Islam
Sungguh kejam dan licik. Apa yang terjadi hari ini sesungguhnya tidak terlepas dari agenda global. Tepatnya tanggal 21 Mei 2017, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyerukan kepada negara-negara Islam untuk memimpin upaya memerangi radikalisme.
Hal itu disampaikan Trump dalam pidato di hadapan para pemimpin dari 55 negara Muslim dalam pertemuan di Riyadh, Arab Saudi, sebagai bagian dari lawatan perdananya ke luar negeri. Di laman kompas. com tertanggal (22/5/2017) itu, Trump meminta 55 pemimpin negara yang hadir untuk mengusir mereka dari muka bumi ini.
Perang melawan Islam memang telah bertransformasi dari “Global War on Terrorism” menjadi “Global War on Radicalism”.
Semua merupakan proyek global untuk membendung ghiroh ummat menuju kejayaannya. Apalagi dapat disaksikan semangat hijrah telah menjadi fenomena dimasyarakat kita. Bahkan artispun tak mau kalah menjadi influencer kebangkitan umat sekalipun harus dicap sebagai artis radikal.
Tak pelak senjata yang kerap dipakai adalah melabeli mereka yang merindukan solusi Islam dengan sebutan anti pancasila, anti NKRI, dan intoleransi tanpa ada diskursus yang jelas tentang pemaknaannya.
Adapun Khilafah sebagai bagian penting dalam ajaran Islam benar-benar menjadi momok bagi imperialis barat yang berbasis pada ideologi kapitalisme sekuler. Padahal Khilafah merupakan sebuah institusi guna mewujudkan Islam yang rahmatan lil ‘alamiin.
Khilafah pernah diterapkan selama 13 abad dan telah terbukti sebagai sistem paling berhasil dalam mensejahterakan rakyatnya. Rekaman jejak emas masa peradaban Islam hingga sekarang masih ada dan bahkan bisa ditemukan dalam banyak catatan-catatan sejarah yang ditulis oleh orang non-muslim.
Sebagai contoh adalah apa yang dikatakan Will Durant seorang sejarawan barat. Dalam buku yang dia tulis bersama Istrinya Ariel Durant, Story of Civilization, dia mengatakan, “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas.
Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka”. Maka, tak perlu ada ketakutan. Khilafah banyak diatur dalam nash baik al quran maupun hadits. Ia merupakan janji Allah SWT yang pasti akan terjadi.
Sikap yang Tepat
Tak bisa dipungkiri intensifikasi pemerintah menekan ajaran maupun ormas Islam merupakan ujian bagi seluruh rakyat Indonesia umumnya dan kaum muslimin pada khususnya. Maka, perlu ada sikap yang tepat untuk menghadapinya:
pertama: wajib membongkar makar kaum kapitalis dalam memecah belah bangsa dan kaum muslimin demi meraih kepentingannya.
Kedua: Meningkatkan kesadaran politik kaum Muslim melalui edukasi yang bersifat terus-menerus. Kesadaran inilah yang akan mendorong umat untuk memandang setiap persoalan dari sudut pandang akidah dan syariah Islam. Kesadaran akan memandu kaum Muslim selalu waspada terhadap setiap upaya yang ditujukan untuk menghancurkan eksistensi Islam dan kaum Muslimin, termasuk melalui proyek radikalisme.
Kesadaran ini akan mendorong mereka untuk membela ajaran Islam dari para perongrong dan pendengkinya. Namun, kesadaran politik ini hanya akan tumbuh jika di tengah-tengah umat ada pembinaan yang bersifat terus-menerus hingga umat menjadikan akidah Islam sebagai satu-satunya sudut pandang hidupnya dan syariah Islam sebagai satu-satunya aturan yang mengatur seluruh perbuatannya.
Ketiga: Harus ada entitas Islam (Ulama, Parpol Islam, Ormas Islam, Gerakan Islam dan seluruh elemen umat Islam) yang senantiasa menjelaskan kepada umat dan seluruh elemen bangsa ini bahwa ancaman sesungguhnya terhadap bangsa dan negara ini adalah kapitalisme liberal beserta turunannya, bukanlah syariah Islam dan umatnya.
Alhasil, isu perang melawan radikalisme sejatinya adalah perang melawan Islam dan umatnya. Umat dan bangsa ini harus menolak keras proyek radikalisme di Indonesia karena sudah jelas merupakan proyek negara-negara penjajah.
Demi menguasai suatu negeri mereka melakukan segala cara lalu mengeruk kekayaan alam yang melimpah ruah. Segenap umat bangsa ini harus bersatu membebaskan negeri ini dari segala bentuk penjajahan Barat dan Timur dengan menerapkan syariah Islam secara komprehensif.
Itulah yang akan memberikan kebaikan, kesejahteraan, dan kedamaian bagi seluruh umat manusia, baik muslim maupun non muslim. Wallaahu’alam.[]
Comment