Eksploitasi Anak dan Kapitalisme

Opini114 Views

 

 

Penulis: Sutiani, A. Md | Aktivis Dakwah Muslimah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kasus eksploitasi marak terjadi di negeri ini. Padahal, pemerintah telah mengantisipasi eksploitasi anak melalui program Kota Layak Anak (KLA). Bahkan KLA makin banyak diangkat dan dijadikan utama pembangunan daerah. Pemerintah melalui Kemenpppa bersama kementerian menjadikan KLA sebagai satu cara untuk memenuhi hak anak dan memberikan penghargaan kepada kota-kota ramah anak setiap tahunnya.

Adapun hak anak adalah mengacu pada konvensi hak anak yaitu hak sipil dan kebebasan lingkungan, keluarga dan pengasuhan alternatif kesehatan dan kesejahteraan dasar, pendidikan dan pemanfaatan waktu luang, kegiatan budaya, serta perlindungan khusus anak.

Akan tetapi, faktanya di berbagai daerah peraih predikat KLA masih saja terjadi tindakan kekerasan hingga eksploitasi terhadap anak. Fakta eksploitasi anak yang masih terus bertumbuh membuktikan bahwa predikat KLA tidak dapat menjamin terciptanya perlindungan anak.

Bahkan bisa saja jaminan perlindungan anak hanyalah di atas kertas sekadar syarat agar lolos mendapatkan predikat KLA, artinya solusi yang diadopsi pemerintah tidak mampu untuk mencegah kekerasan dan eksploitasi terhadap anak.

Selaku Ketua Lembaga Keperempuanan PMII Komisariat Majapahit, Mojokerto, Ana Yuskristiyanigsih, mengkritik penghargaan KLA. Menurutnya, penghargaan tersebut kurang tepat karena masih banyak angka anak terlantar.

Menurut Ana, sepeerti ditulis laman faktualnews (9/8/2023) penghargaan KLA seharusnya dibarengi dengan program  yang mampu menyejahterakan anak, tidak hanya memenuhi syarat dokumen agar mendapatkan penghargaan tersebut.

Akar masalah eksploitasi anak dan kekerasan seksual disebabkan solusi yang diambil berdasarkan nilai-nilai sekuler Barat yang sangat jauh dari aturan agamam liberalisme sekuler  masih menjadi pedoman dalam kehidupan.

Maka, tidak heran persoalan anak tidak pernah terselesaikan secara apik selama tata kehidupan masih berlandaskan pada kebebasan akal manusia sebagaimana dalam sistem sekuler-kapitalisme ini.

Korban-korban eksploitasi anak akan terus bermunculan dengan beragam modus. Masyarakat membutuhkan solusi yang utuh untuk menyelesaikan persoalan anak secara tuntas.

Solusi yang tepat terhadap eksploitasi dan kekerasan ini hanya ada pada Islam. Islam memandang bahwa anak adalah amanah yang harus dijaga, selain itu anak adalah calon pemimpin masa depan, aset bangsa yang sangat berharga.

Oleh karena itu, anak diharuskan tumbuh dan berkembang optimal agar menjadi generasi penerus yang mumpuni. Dalam hal ini, Islam memberikan aturan yang mampu menyelesaikan persoalan anak dan memenuhi kebutuhan akan rasa amannya.

Islam satu-satunya agama yang tidak hanya mengatur ibadah atau aspek ruhiyah saja. Islam merupakan akidah siyasi yang memancarkan seperangkat aturan untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Penerapan aturan Islam ini mwnjadi tanggung jawab negara.

Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya Imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Muslim).

Dalam hadis lainnya Rasulullah SAW. bersabda, “Imam adalah pengurus dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad).

Berbagai usaha perlindungan negara agar anak tidak menjadi objek ekonomi sehingga membentuk perlindungan terpadu yang menyeluruh dalam semua bidang. Pada bidang ekonomi, sistem pengaturannya diimplementasikan dengan menjamin nafkah bagi setiap warga negara termasuk anak yatim dan terlantar.

Islam tidak mewajibkan perempuan mencari nafkah sehingga mereka lebih fokus sebagai ibu, madrasah pertama dalam mendidik dan mencetak kepribadian sang anak.

Sistem ekonomi Islam juga membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi para pencari nafkah. Rakyat tidak akan pernah berpikir menghalalkan segala cara dengan cara eksploitasi anak untuk mencari pundi-pundi rupiah.

Pada bidang pendidikan, negara dalam konsep Islam menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam guna menghasilkan kepribadian Islam dan membentuk masyarakat agar memiliki keimanan yang kuat – selalu terikat pada hukum syara sehingga dapat memilah perbuatan terpuji atau tercela.

Untuk para pelaku kejahatan kriminalitas seperti eksploitasi, dalam hukum Islam memiliki sanksi dengan efek jera (zawajir) dan penebus dosa manusia di akhirat (jawabir). Dengan sanksi ini pelaku tidak akan melakukan kembali kejahatan tersebut.

Oleh karena itu, kita membutuhkan solusi aturan sang Khalik sekaligus Mudabbir melalui pedoman Al-Qur’an dan As-Sunah yang dipimpin oleh khalifah untuk menerapkan Islam secara kafah. Wallahu a’lam bissawab.[]

Comment