RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Untuk pertama kalinya, Indonesia bersama Dunia seperti dilansir portalsulut.pikiran-rakyat.com (17/09/2020), memperingati Hari Kesetaraan Upah Internasional pada tanggal 18 September 2020. Peringatan Hari Kesetaraan Upah Internasional ini, menandai komitmen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)terhadap Hak Asasi Manusia ( HAM ) dan menentang segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak-anak perempuan.
Dalam pantauan International Labour Organization ( ILO ) atau Organisasi Buruh Internasional yang diterbitkan pada Juli 2020, pada masa pandemi Covid-19 dan dunia kerja di edisi ke-5, di temukan bahwa banyak pekerja perempuan mendapatkan dampak berbeda terkait dengan besarnya perwakilan mereka dalam sektor-sektor perekonomian yang paling terkena dampak krisis.
Kesetaraan gender yang sering dielu-elukan kenyataannya tidak setara di dalam dunia pekerjaan, begitu narasi dari peringatan Hari Kesetaraan Upah Internasional ini.
UN Women yang sering mengusung kesetaraan gender bagi perempuan mengatakan bahwa perempuan masih dibayar lebih rendah dibandingkan laki-laki, dengan perkiraan kesenjangan upah sebesar 16 persen. Sedangkan di Indonesia sendiri, data menunjukkan perempuan memperoleh pendapatan 23 persen lebih rendah dibandingkan laki-laki. Begitupun dengan status perempuan yang telah memiliki anak, atau posisi perempuan di dalam pekerjaan tidak akan pernah menyaingi laki-laki. (kumparan.com 19/09/2020)
Kesetaraan Gender Hanya Ilusi
Fakta tersebut menunjukkan bahwa kesetaraan yang sering dipromosikan bagi perempuan untuk lebih sejahtera dan mampu berkarir seperti laki-laki nyatanya hanya ilusi dan tidak ada.
Seperti kita lihat, seiring dengan berjalannya waktu, keadaan pun masih sama saja bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Hari Peringatan Kesetaraan Upah ini tidak menghasilkan kesejahteraan terhadap kehidupan kaum perempuan.
Di era kapitalis seperti sekarang ini, tuntutan bekerja untuk memenuhi kebutuhan semakin besar dan pada kondisi ini peran perempuan tetap termarginalkan kalau tidak mau disebut hanya dimanfaatkan saja.
Meningkatnya biaya hidup membuat kaum perempuan terutama kaum ibu terpaksa bekerja. Sehingga perempuan lebih memilih berkorban dan menomor duakan kewajiban sejatinya sebagai ibu dan istri, bahkan ada yang meninggalkannya begitu saja serta mengedepankan karir di luar rumah.
Dalam sistem kapitalis peran dan eksistensi perempuan belum dirasakan secara signifikan. Keberadaan dan potensi perempuan tidak dimuliakan bahkan hanya diperas otak dan tenaga nya demi menguntungkan kalangan elite.
Mari kita lihat kebanyakan buruh pabrik, lowongan pekerjaan yang tersedia di pabrik dan untuk buruh biasanya banyak disediakan untuk perempuan dengan shift kerja yang di luar logika, perempuan yang memiliki sifat nerimo (menerima) akan iya saja, asalkan bekerja dan mampu membantu ekonomi keluarga walau upah rendah.
Keuntungan bagi pabrik ia bekerja, namun kemalangan yang menimpa sang ibu, karena tenaganya habis beradaptasi dengan pekerjaan sehingga tidak mampu mengendalikan kondisi rumah.
Adil bukan bermakna setara
Equal Pay, yaitu kesetaraan upah merupakan hal yang tak perlu dibahas di dalam Islam. Tuan yang memiliki pekerja wajib membayar para pekerjanya sebelum keringat para pekerja kering dan harus mensejahterakan pekerjanya dengan tidak mendzalimi. Menyediakan waktu sholat serta istirahat yang manusiawi.
“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, shahih).
Maksud hadits ini adalah bersegera menunaikan hak si pekerja setelah selesainya pekerjaan, begitu juga bisa dimaksud jika telah ada kesepakatan pemberian gaji setiap bulan.
Mencari nafkah bagi laki-laki adalah kewajiban serta akan mendapatkan pahal dalam mencukupi keluarganya, adapun bekerja bagi perempuan merupakan pilihan dengan harus meminta persetujuan suaminya, dan bekerjanya perempuan bukanlah tuntutan atau bahkan paksaan.
Islam tidak menjadikan gender sebagai standar kehidupan, apalagi dalam pemberian upah. Islam menjadikan syariat sebagai standar kehidupan yang hakiki yang bisa dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Perempuan di dalam Islam akan senantiasa dimuliakan, laki-laki akan dilapangkan ketersediaan pekerjaannya dan jika kemampuannya belum mumpuni, akan diadakan pelatihan-pelatihan yang tentunya tidak dipungut biaya.
Islam mengurus masyarakat dan menempatkan keadilan sesuai dengan syariat, bukan keadilan itu berarti harus serba sama, setara dan senilai.
Arti adil dalam Islam adalah menempatkan sesuatu sesuai dengan ketentuan dan aturan Allah, karena Allah sebagai Sang Pencipta akan mengerti Ciptaan Nya, menjadikan laki-laki sebagai qowwam bagi perempuan dengan perannya masing-masing.
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun wanita dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya Kami berikan padanya kehidupan yang baik.” (QS an-Nisaa: 97)
“Kaum laki-laki itu adalah (Qowwam) pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An-Nisa: 34)
Maka dengan mengaplikasikan nilai nilai dan norma islam secara sempurna, laki-laki dan perempuan akan dipenuhi kebutuhan sesuai dengan fitrah masing-masing.
Perempuan tidak perlu label kesetaraan apapun, karena kesetaraan di dalam Islam akan barokah hanya dengan kacamata syariat Allah Subhanahu wata’alaa. Wallohu’alam bi ash shawab.[]
*Karyawati swasta di Bandung
Comment