Dwi Sri Utari, S.Pd*: Terancam Resesi, UMKM Menjadi Solusi?

Opini748 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Indonesia sebagaimana banyak negara di dunia, sedang menghadapi ancaman resesi ekonomi. Pemerintah Indonesia sendiri, menilai bahwa hal tersebut terjadi akibat pandemi covid-19. Tidak bisa dipungkiri, mewabahnya covid-19 di dunia memang memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap sektor perekonomian.

Dikutip republika.com (13/09/2020), Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa ekonomi Indonesia yang biasanya tumbuh pada kisaran 5 persen, hanya mampu tumbuh 2,97 persen pada kuartal I 2020. Sementara, pada kuartal II, angka pertumbuhan ekonomi bisa minus 4,3 persen hingga 5 persen. Jokowi menegaskan jika ekonomi tumbuh minus secara berturut-turut pada kuartal II dan III, Indonesia secara teknis masuk zona resesi.

Menghindari terjadinya resesi ekonomi, Presiden Jokowi meminta kementrian dan lembaga-lembaga yang terkait agar menjadikan periode kuartal III sebagai momentum untuk merealisasikan program stimulus ekonomi guna menumbuhkan perekonomian Indonesia. Salah satunya dengan menyalurkan bantuan modal kerja produktif pada koperasi dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Sejalan dengan itu, Pemerintah telah menganggarkan sejumlah dana untuk koperasi dan UMKM sebagai salah satu program pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Sebagaimana dikutip republika.com (13/09/2020), Pemerintah mengalokasikan dana yang berkaitan dengan stimulus untuk UMKM sebesar Rp 123,46 triliun. Pada rinciannya, setiap pelaku UMKM yang telah memenuhi syarat akan mendapatkan dana sebesar Rp 2,4 juta sebagai bantuan pengembangan usaha.

Sejatinya, keberadaan perekonomian Indonesia memang sudah mengkhawatirkan sejak awal, dan semakin goyah dengan mewabahnya virus covid-19.

Pada tahun 2019 saja, pemerintah hingga perlu mengambil kebijakan untuk melakukan “doping rupiah” dengan menambah surat hutang negara (SUN) guna menarik aliran dolar masuk ke Indonesia dengan maksud agar dapat menutupi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sangat besar.

Sebagaimana di rilis oleh lembaga Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) diketahui bagaimana neraca postur anggaran APBN 2019 menyatakan bahwa total belanja negara pada tahun 2019 adalah sebesar 2.461,1 T.

Sedangkan jumlah pendapatan negara adalah sebesar 2.165,1 T. Hal tersebut menunjukan adanya defisit mencapai 296,1 M.

Nampaknya, Indonesia memang sudah terbiasa dan langganan krisis ekonomi. Hal tersebut menjadi sesuatu yang lumrah, sebab sebuah negeri yang ekonominya berbasis kapitalisme bercorak liberal senantiasa mengelola sistem ekonomi berdasar hhutang dan pajak.

Sebagaimana dicantumkan pada UU No 20 tahun 2019 bahwa pendapatan pemerintah didapatkan melalui penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan hibah. Instrumen hutang sejatinya merupakan alat kapitalisme global.

Dengan semakin rajinnya penguasa negeri ini melakukan pinjaman kepada asing maka hal ini menunjukkan betapa cengkraman asing begitu kuat. Dimana hutang luar negeri ini hanya menguntungkan negara-negara pemberi modal yang pada akhirnya membuat negara penghutang tetap miskin karena terus-menerus terjerat hutang yang makin menumpuk dari waktu ke waktu. Alhasil negara akan semakin mudah dikontrol dan dikendalikan oleh asing baik melalui penyusunan draft undang-undang, kontrak kerja tambang, peguasaan hutan, perkebunan dll.

Akibat tindakan tersebut, terjadinya liberalisasi ekonomi, pemerintah kehilangan sumber pendapatan negara yang berasal dari harta milik umum dan milik negara karena diprivatisasikan.

Dikuasainya sektor kepemilikan umum oleh swasta/asing. Pemerintah Indonesia harus melepaskan perannya dalam berbagai pengelolaan ekonomi yang ditandai dengan banyak dikuasainya sektor-sektor yang mengusai hajat hidup orang banyak (sektor kepemilikan umum) baik dengan cara langsung maupun melalui proses privatisasi BUMN oleh swasta.

Krakatau Steel sebagai salah satu contoh perusahaan BUMN yang berbentuk persero (PT) di mana saham perusahaan tidak dikuasai penuh oleh pemerintah namun dimiliki pula oleh pihak swasta/asing.

Dengan penerapan prinsip-prinsip ekonomi kapitalisme liberal tersebut mengakibatkan kerusakan dan kesengsaraan bagi umat manusia dalam bentuk kerusakan alam, kemiskinan serta kesenjangan ekonomi yang sangat lebar baik di antara individu di suatu negara maupun kesenjangan ekonomi antarnegara.

Maka menjadi wajar, apabila krisis ekonomi dan resesi ekonomi senantiasa melekat pada negara-negara yang mengusung kapitalisme sebagai sistem bernegara. Sehingga menggeliatkan pelaku UMKM untuk mencegah terjadinya resesi sepertinya bukanlah solusi yang tepat, sebab tidak menyentuh akar permasalahan.

Di sisi lain, merealisasikan program penjaminan modal untuk UMKM justru menunjukan bahwa pemerintah berlepas tangan dari tanggung jawab menyelesaikan kesulitan rakyat. Saat krisis terjadi dan pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa dalam menghadapi resesi ekonomi, UMKM sebagai sektor riil dipilih sebagai solusi andalan dengan menjadikannya mesin ekonomi. Tak perlu berbuat banyak, yang dilakukan pemerintah cukup dengan menghidupkan UMKM melalui pemberian stimulus dana.

Apabila UMKM berkembang, dianggap akan mampu mengurangi jumlah pengangguran yang ada di sekelilingnya, bahkan turut menggiatkan sektor nonformal lainnya seperti jasa pengiriman barang.

Dalam hal ini pemerintah cukup menjalankan peran sebagai regulator, bukan penanggung jawab penuh atas kesulitan rakyatnya.

Dengan demikian, layak dipertimbangkan untuk mengganti prinsip-prinsip ekonomi yang selama ini cenderung bercorak kapitalis-liberal dan mencari alternatif sistem ekonomi lain.

Tidaklah keliru apabila kita menengok pada ajaran agama, bagaimana pencipta mengatur sistem kehidupan. Seperti agama Islam yang telah menjelaskan secara gamblang bagaimana mewujudkan sistem ekonomi yang menghantarkan pada pemenuhan kebutuhan rakyatnya secara adil.

Meletakan penguasa sebagai pihak yang bertanggungjawab secara penuh untuk mengelola kekayaan alam demi terpenuhinya kebutuhan rakyat dan mengharamkan penyerahan pengelolaan kekayaan alam kepada individu terlebih bangsa asing. Sebagaimana hadis riwayat Abu Dawud dan Ahmad bahwa “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.”

Aturan yang diarahkan oleh Pencipta inilah yang tidak diragukan mampu menjaga ketahanan ekonomi dan mencegah terjadinya krisis maupun resesi ekonomi. Wallahu’alam bisshawab[]

 

Comment