Duka Papua, Surga Kecil di Timur Indonesia

Opini731 Views

Penulis: Irohima | Praktisi Pendidikan

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA - Lara selalu saja menghampiri Papua, daerah yang memiliki kekayaan alam melimpah ruah namun masih saja diterjang duka dan segudang masalah. Mulai dari kemiskinan, pembangunan yang tak merata hingga konflik bersenjata. Sumber daya alam di Papua memiliki potensi yang luar biasa. Jika dikelola dengan benar niscaya masyarakat di sana akan sejahtera dan kaya raya, namun sayang hanya secuil orang yang bisa menikmatinya, karena gurita oligarki yang dilahirkan dari sistem kapitalis durjana telah membungkam dan membuat rakyat tidak berdaya begitu rupa.

Berita duka kembali datang dari Papua, surga kecil di timur Indonesia. Kekeringan dan kelaparan yang melanda Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume, Kabupaten Puncak, Papua Tengah telah mengakibatkan korban jiwa. Dikatakan bahwa 6 orang telah meninggal dunia, satu di antaranya adalah anak-anak. Data Kementerian Sosial juga mencatat 7.500 jiwa mengalami kelaparan akibat gagal panen, yang merupakan imbas dari kekeringan. Korban yang meninggal sebelumnya mengalami diare, panas dalam dan sakit kepala.

Musim kemarau yang menyebabkan kekeringan seperti ditulis kompas.com (30/7/2023) disebut sebagai dampak dari Badai El Nino yang terjadi sejak awal Juni 2023.

Penyaluran bantuan kepada para korban mengalami banyak kendala,  karena Distrik yang mengalami bencana masuk dalam kawasan pelintasan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dan akses menuju distrik yang terdampak hanya bisa dijangkau dengan jalan kaki atau dengan pesawat, akibatnya distribusi bantuan belum maksimal.

Maskapai penerbangan bahkan tidak berani menerbangkan bantuan makanan, karena takut KKB menembak pesawatnya. Akibatnya kondisi warga terdampak bencana semakin menyedihkan.

Kasus kelaparan yang menimpa Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume bukanlah hal yang baru di Papua. Setidaknya telah terjadi 6 kasus kelaparan yang mengakibatkan korban meninggal dunia dalam dua dekade pelaksanaan otonomi khusus di Papua. 

Kasus tersebut terjadi di tahun 2003, 2005, 2015, 2022, dan 2023. Peristiwa terbaru terjadi pada bulan Juli 2023. Kasus ini terus berulang bukan hanya dipicu oleh gagalnya panen karena musim kemarau yang ekstrem tapi juga karena faktor lain. 

Menurut Armand Suparman selaku Direktur Eksekutif Komite Pelaksanaan Otonomi Daerah  (KPPOD), berulangnya kasus kelaparan di Papua terjadi karena penanganan bencana yang belum menyentuh akar masalah dan hanya bersifat jangka pendek. Salah satunya tata kelola anggaran dan kebijakan otonomi khusus yang bermasalah dan berdampak pada kualitas pelayanan publik bagi masyarakat Papua yang tidak optimal.

Kurangnya antisipasi dari pihak terkait dalam menghadapi perubahan cuaca ekstrem padahal pihak BMKG mengklaim bahwa telah memberi tahu pemerintah akan adanya musim kemarau sejak Maret 2023, juga menjadi salah satu penyebab terjadinya kasus ini ditambah dengan kondisi para petani yang belum dibekali pengetahuan dalam hal  menghadapi perubahan iklim.

Sungguh miris, kelaparan di Papua yang hingga menelan korban nyawa telah menjelaskan secara gamblang bahwa nyata adanya ketimpangan pembangunan di wilayah Papua yanng sangat kaya akan SDA (sumber daya alam). Bahkan perusahaan penambangan emas besar seperti PT Freeport telah ada sejak lama di sana. 

Sangat kontras, terjadinya kasus kelaparan di Papua di tengah negara yang konon katanya Gemah Ripah Loh Jinawi. Rakyat Papua tak terlindungi di tengah gunung emas yang tinggi, rakyat bahkan kelaparan di tengah rimbunnya hutan dan melimpahnya sumber daya alam.

Pemilihan sistem ekonomi dan politik yang tidak tepat menjadi faktor dan alasan semua ini terjadi. Sistem ekonomi dan politik kapitalis yang menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada swasta atau asing menjadikan perusahaan tambang emas sekelas PT Freeport atau perusahaan lain yang dikelola oleh asing sama sekali tak berdampak apa – apa bagi kesejahteraan rakyat Papua. 

Sistem ekonomi dan politik kapitalis mengkerdilkan peran negara dalam upaya kepemimpinan terhadap rakyat, karena setiap kebijakan ekonomi ataupun politik senantiasa memprioritaskan kepentingan para kapitalis atau pengusaha daripada rakyat. 

Perlu diketahui beberapa SDA yang dimiliki Papua di antaranya adalah tambang emas terbesar di Indonesia seluas 229.893,75 ha atau senilai 52% dari total cadangan bijih emas Indonesia, tambang Grasberg yang mampu memproduksi 1,34 miliar pon tembaga, 1.76  juta ton biji perak dari 1.875 juta ton biji cadangan perak, area Warim yang menyimpan potensi minyak sebesar 25,968 miliar barel yang setara dengan Rp 30.646 triliun dan potensi gas yang berkali-kali lipat lebih besar dari Blok Masela  sebesar 47,37 triliun kaki kubik (TCf).

Semua itu membuat Papua menjadi rebutan para pencari keuntungan. Papua terlampau “seksi“ untuk diabaikan. Namun tersebab “seksi“ ini juga alih-alih mendapatkan kemapanan rakyat justru berada antara hidup dan mati.
Dalam Islam, negara berfungsi sebagai periayah. Negara wajib memenuhi seluruh kebutuhan rakyat dan menangani segala urusan dan permasalahan yang terkait dengan rakyat. 

Islam mewajibkan sumber daya alam dikelola sepenuhnya oleh negara tanpa intervensi asing. Semua hasil dan keuntungan dari pengelolaan tersebut sepenuhnya digunakan untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Negara melakukan antisipasi bencana dengan segala kebijakan yang tepat. 

Kasus kelaparan adalah sebuah aib dan hilangnya nyawa satu orang muslim merupakan perkara yang lebih besar dari pada hilangnya dunia dalam pandangan Islam. Teringat akan kisah Umar bin Khatab yang menemukan sebuah keluarga yang kelaparan saat melakukan patroli di malam hari. 

Seorang ibu yang memasak air dengan batu di dalamnya demi membujuk anaknya untuk tidur dan tidak menangis. Saat di tanya oleh Umar, si Ibu mengatakan bahwa ia tidak memiliki makanan dan mengungkapkan kekecewaan dengan mengatakan,” Celakalah Amirul Mukminin Umar bin Khatab yang membiarkan rakyatnya  kelaparan”. 

Seketika itu juga Umar langsung pulang, mengambil sekarung gandum dan dipanggulnya sendiri untuk diberikan pada keluarga itu.

Itulah cermin keseriusan pemerintahan dalam Islam dan bentuk tanggung jawab pemimpin Islam dalam mengurus rakyatnya. Menjadikan gagal panen dan ekstremnya cuaca sebagai alasan dan rutin menyebut El Nino sebagai kambing hitam sungguh sesuatu yang sulit diterima akal dan memalukan karena saat ini kita berada di era teknologi yang kian terdepan. Teknologi canggih yang sangat memungkinkan kita bisa melakukan antisipasi dan memprediksi sesuatu yang bisa terjadi. Wallahu A'lam bishowab. []

Comment