Dua Tahun Pandemi Berlalu, Regulasi Pendidikan Masih Kalang Kabut

Opini930 Views

 

 

Oleh : Susi Mariam Mulyasari, S.pd. I, Ibu Rumah Tangga Dan Aktivis Dakwah

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Hasil survei nasional yang sempat disampaikan oleh Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendy pernah mengungkapkan bahwa berdasarkan suatu survei, 70 persen orang tua menginginkan belajar tatap muka dimulai, sementara 30 persen lainnya masih ragu-ragu. (Dilansir di JabarEkspres.com).

Hal ini menunjukan mitigasi pendidikan sebagai upaya penanggulangi dampak Covid-19 tidak mampu menjadi solusi atas penyelenggaraan pendidikan di masa pandemi. Penyelenggaraan pendidikan jarak jauh (daring), banyak menimbulkan masalah dan polemik. Bukan hanya berdampak pada potensi munculnya Lost Learning melainkan mengarah pada Lost Control dari peserta didik.

Hilangnya kesempatan belajar yang efektif bagi para pelajar terutama di dalam menyerap seluruh ilmu yang didapatkan serta sempitnya ruang lingkup sosialisasi (pergaulan) disinyalir berdampak pada hilangnya potensi emas putra dan putri bangsa ini. Alhasil bangsa Indonesia hanya dalam kurung waktu 2 tahun ini telah kehilangan potensi SDM yang luar biasa.

Padahal, penyelenggaraan pendidikan merupakan investasi terbesar yang harus diupayakan oleh sebuah negara tak terkecuali Indonesia. Konstitusi kita sudah sangat jelas menetapkan tak kurang dari 20% dari APBN dialokasikan untuk pendidikan, namun nyatanya tak mampu memberikan jawaban dari permasalahan yang menimpa sistem pendidikan kita.

Kualitas SDM bangsa ini masih sangat tertinggal dari bangsa lain, bahkan Human Capital Index (HCI) masih tertinggal dari negara lain, bahkan dengan negara ASEAN sekalipun, dengan negara Vietnam pun HCI Indonesia tertinggal.

Lantas bagaimana dengan nasib bangsa ini? Kita siap-siap akan menjadi jongos di negara sendiri.

Kalau kita mundur pada kondisi sebelum terjadi pandemi ini, sebenarnya di dalam penyelangaraan pendidikan di negeri ini sudah lama bermasalah. Bahkan masalahnya sudah kronis, kenapa?

Beberapa indikator bisa kita jadikan pijakan, antara lain:

1. Kualitas kurikulum pendidikan, yang hampir ganti menteri ganti kurikukum.
Di tambah hanya menyentuh aspek mengejar kompetensi peserta didik saja tanpa menekankan aspek perbaikan akhlaq dan aqidah.

2. Kualitas Pengajar
Kualitas pendidik (guru) pun menjadi aspek penting yang tak boleh luput dari penyelenggaraan pendidikan. Sebab, gurulah pihak yang akan menentukan kualitas peserta didik di dalam memahami seluruh pelajaran dan implentasinya dalam kehidupan.

Berbicara tentang guru aspek kompentensi, keluasan ilmu, serta integritas menjadi hal pokok yang harus diperhatikan, namun aspek kesejahteraannya pun negara wajib memperhatikan.

Di lapangan masih terjadi ketimpangan antara guru honorer dan PNS di dalam hal gaji. Masalah ini berlarut-larut menjadi polemik yang berkepanjangan, namun belum ada titik temu solusi untuk menyelesaikannya. Dalam hal ini bisa kita katakan ada kesalahan di dalam memandang posisi guru baik honorer maupun PNS.

3. Masalah Infrastruktur Pendidikan.
Alokasi APBN 20% dari setiap tahun anggaran, nampaknya belum mampu menjadi solusi atas perbaikan infrastruktur pendidikan.

Berapa banyak sekolah-sekolah yang tidak layak digunakan, berapa banyak sekolah-sekolah yang memiliki buku pelajaran yang layak digunakan. Berbicara indonesia jangan dibatasi oleh letak geografis, melainkan seluruh wilayah NKRI.

Bagaimana kondisi infrastruktur pendidikandi wilayah yang terpencil di setiap provinsi, kota dan kabupaten di seluruh wilayah Indonesia?
Data menunjukan SANGAT MEMPRIHATINKAN.

Sehingga sangatlah wajar bangsa Indonesia sangat tertinggal dan cenderung tidak punya “nyali di kancah internasional”, lebih memilih menjadi bangsa pengikut (pengekor) ketimbang menjadi bangsa sendiri yang mampu berdiri sendiri diatas bangsa lain.

Sehingga jangan salahkan pandemi, melainkan salahkan pada sistem pendidikan kita yang disadari atau tidak telah menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang tertinggal di seluruh aspek kehidupan.

Pertanyaannnya, akankah kondisi ini akan terus seperti ini? Akankah kita terus menerus dihantui oleh pandemi di dalam penyelenggaraan pendidikan?

Selama paradigma sistem pendidikan yang digunakan berorientasi pada paradigma kapitalisme, yaitu hanya tergantung pada mekanisme pasar dan para kapitalis, maka selama itu juga kita akan terus mengalami keterpurukan bukan hanya satu aspek melainkan seluruh aspek kehidupan. Indonesia mayoritas penduduknya adalah seorang muslim.

Seharusnya bercermin pada kedigjayaan Islam masa lampau yang mampu menyelenggarakan sistem pendidikan yang kualitasnya tak diragukan lagi. Ilmuan-ilmuan besar bermunculan yang diakui oleh dunia.

Oleh karena itu, solusi untuk mengentaskan masalah pendidikan adalah harus melakukan tindakan revolusioner, merombak sistem pendidikan dari akar-akarnya, yaitu menggantikan paradigma pendidikan kapitalisme dengan paradigma pendidikan Islam sebagaimana di masa kejaya Islam pernah dilakukan.

Hal itu hanya bisa dilakukan seandainya sistem kehidupan Islam bisa terwujud di seluruh aspek kehidupan. Wassalahu Alam Bihowab.[]

Comment