Dra. Irianti Aminatun: Mengurai Perilaku Buruk Generasi

Opini674 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Perilaku buruk remaja di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Di Rancaekek Wetan Kab. Bandung beberapa hari lalu seorang anak remaja di bawah umur tega membunuh pacarnya sendiri.

Pembunuhan itu ia lakukan selepas keduanya melakukan hubungan intim. Pembunuhan terjadi, dipicu rasa cemburu kalau wanita pujaannya itu punya pacar lagi.

Sebelumnya, beberapa waktu lalu diberitakan bahwa di Jepara Jawa Tengah, dalam kurun waktu 6 bulan ini yaitu dari Januari hingga Juni 2020, Pengadilan Agama Jepara mencatat ada 236 remaja di rentang usia 14 hingga 18 tahun mengajukan dispensasi nikah. Dari total 236 tersebut ada separuh atau 52,12 persen mengajukan dispensasi menikah karena Married By Accident alias hamil di luar nikah.

Perilaku buruk para remaja itu tak sepenuhnya salah mereka. Mereka hanya korban dari buruknya sistem kehidupan yang melingkupi hidup mereka.

Sistem kapitalis sekuler yang menihilkan peran agama dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara menjadi sumber malapetaka dari seluruh persoalan kehidupan, tak terkecuali persoalan pendidikan.

Sistem sekuler ini telah membuat tiga pelaksana pendidikan gagal melaksanakan tugasnya. Secara faktual pendidikan melibatkan tiga unsur pelaksana. Yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat yang ketiganya saling mempengaruhi. Buruknya pendidikan di rumah memberi beban berat kepada sekolah dan menambah ruwetnya persoalan di tengah masyarakat.

Sementara situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan di tengah keluarga atau sekolah menjadi kurang optimum. Apalagi bila sistem pendidikan di sekolah juga miskin visi, maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pelaksana pendidikan tersebut.

Saat ini kelemahan strategi fungsional terjadi pada tiga pelaksana pedidikan tersebut. Lemahnya unsur keluarga, terlihat dari lalainya orang tua untuk secara sungguh-sungguh menanamkan nilai-nilai dasar keislaman secara memadahi kepada anaknya.

Lemahnya pengawasan terhadap pergaulan anak dan minimnya teladan dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari anak-anaknya, mencerminkan terjadinya disfungsi rumah sebagai salah satu unsur pelaksana pendidikan.

Kelemahan pada unsur masyarakat terjadi akibat dari berkembangnya nilai-nilai sekuler yang tampak dari tata pergaulan sehari-hari yang bebas tanpa mengindahkan norma-norma agama. Ditambah dengan media sosial yang membombardir anak-anak dengan nilai-nilai negatif seperti pornografi, kekerasan, hura-hura semakin melengkapi bobroknya masyarakat.

Di tingkat sekolah, kurikulum pendidikan yang diterapkan hanya berorientasi pada kecerdasan akademik dan administratif dibanding pembentukan karakter positif pada pelajar.

Pangkal persoalan ini pada ketidakjelasan visi dan misi pendidikan. Asas pendidikannya sekuler dan nilai yang ditanamkan liberal, yang dikejar semata kecerdasan akademik.

Kelemahan pada tiga unsur ini wajar belaka, sebagai akibat penerapan sistem sekuler yang diadopsi negeri ini. Dalam sistem sekuler seluruh aturan hidupnya hanya merujuk pada akal manusia bukan merujuk pada aturan Tuhannya manusia.

Konsekwensinya rusaknya generasi akan terus terjadi selama sistem sekuler masih diadopsi.

Tentu kita tak bisa membiarkan hal ini terus terjadi, harus ada upaya mencari solusi untuk keluar dari kondisi buruk ini.

Untuk bisa mengurai persoalan buruk ini harus berawal dari sebuah pemahaman yang benar tentang hidup, dari mana berasal untuk apa hidup dan mau kemana setelah hidup di dunia ini. Dengan perenungan yang mendalam bisa disimpulkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk beribadah kepada-Nya.

Setelah mati akan kembali kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan di dunia pada hari penghisaban nanti. Dari sini bisa ditentukan manusia akan menjadi penghuni surga atau neraka.

Saat tinggal di bumi, manusia diberi amanah sebagai khalifah Allah di muka bumi yang bertugas mengelola dan memakmurkan bumi dengan hukum-hukum Allah SWT.

Pemahaman tentang hakikat manusia ini, akan menjadi landasan sistem hidup termasuk dalam menyusun arah pendidikan.

Pendidikan harus diarahkan untuk membentuk kerpibadian Islam yang tangguh, yaitu manusia yang memahami hakikat hidupnya dan mampu mewujudkannya dalam kehidupan.

Dalam misinya sebagai khalifatullah, manusia berperan memakmurkan bumi. Dengan bekal aturan yang datang dari Allah manusia diharapkan dapat menata kehidupan dengan benar sesuai kehendak Allah.

Serta dengan penguasaan sains dan teknologi, manusia diharapkan dapat mengambil manfaat sebaik-baiknya dari sumber daya alam yang ada.

Karena itu pendidikan dalam Islam di samping membentuk kepribadian Islam juga harus diarahkan untuk membekali pemahaman terhadap tsaqofah Islam dan penguasaan sains dan teknologi yang mumpuni.

Upaya seperti ini harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem kehidupan Islam. Sebagai bagian integral dari sistem kehidupan Islam, pendidikan memperoleh masukan dari supra sistem yaitu keluarga dan masyarakat atau lingkungan yang akan mengokohkan hasil pendidikan di sekolah.

Pendidikan di sekolah harus berasaskan akidah Islam. Tujuannya membentuk manusia yang berkarakter yaitu berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam dan menguasai ilmu kehidupan — berupa sains teknologi dan keahlian — yang memadai.

Pendidikan di keluarga pada hakikatnya merupakan proses pendidikan sepanjang hayat. Pembinaan dan pengembangan kepribadian, penguasaan dasar-dasar tsaqofah Islam dilakukan melalui pengalaman hidup sehari-hari dan dipengaruhi oleh sumber-sumber belajar yang ada di keluarga utamanya orang tua.

Keluarga adalah wadah pembinaan keislaman untuk setiap anggotanya yang sekaligus akan membentenginya dari pengaruh-pengaruh negatif yang berasal dari luar.

Pendidikan di tengah masyarakat juga merupakan proses pendidikan sepanjang hayat, khususnya berkenaan dengan praktek kehidupan sehari-hari yang dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada di tengah masyarakat, utamanya tetangga, teman pergaulan, lingkungan serta sistem nilai yang berjalan.

Amar ma’ruf nahi munkar juga harus menjadi bagian esensial di masyarakat.

Dengan sistem pendidikan yang shahih dan didukung oleh fungsi supra sistem yang benar, akan lahir generasi yang bertakwa, tunduk dan patuh pada aturan Allah.

Generasi seperti inilah yang akan menghantarkan kemajuan masyarakat, pembangunan yang produktif dan luhurnya peradaban.

Tinggal satu masalah, adakah political will dari negara untuk mencari sistem alternatif yang menyelamatkan generasi?[]

Comment