Dr Eisha Maghfiruha Rachbini, Direktur Program INDEF: Makan Bergizi Gratis Korbankan Wajib Belajar 13 Tahun Pendidikan Anak Usia Dini

Ekonomi271 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah Prabowo-Gibran berkomitmen dalam pelaksanaan Program Wajib Belajar 13 Tahun, yaitu dengan memasukkan Pendidikan Anak Usia Dini. Hal ini sejalan dengan RPJPN 2025-2045 dan Asta Cita yang diterjemahkan dalam RPJMN 2025-2029 dan Rencana Kerja Pemerintah 2025.

Namun demikian, komitmen terhadap PAUD sebagai program wajib belajar
tidak sejalan dengan Efisiensi Anggaran pada penyesuaian dan efisiensi APBN
2025 yang sedang berjalan dan diusulkan.

Proporsi anggaran penyelenggaraan sekolah PAUD (BOP PAUD) terus turun
dalam 10 tahun terakhir.

Pada APBN 2025, Anggaran Bantuan Operasional Penyelenggaraan PAUD
porsinya terhadap total Belanja Negara, Total Anggaran Pendidikan, maupun
terhadap PDB, yang angkanya menunjukkan lebih kecil dibandingkan 2024.

Meski anggaran BOP PAUD secara nominal mengalami peningkatan, namun porsinya terhadap total Belanja Negara terus mengalami penurunan sejak 2020. Bahkan pada APBN 2025 porsinya lebih kecil lagi yaitu 0,11 persen, sedangkan pada 2024 porsinya sebesar 0,12 persen.

Jika dilihat porsinya terhadap total Anggaran Pendidikan, tren penurunan jugaterjadi sejak 2022, bahkan pada APBN 2025 porsinya semakin menyusut menjadi 0,56 person, pada 2024 porsinya sebesar 0,69 persen.

Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (BOP PAUD)
pada 2024 sebesar 600.000 rupiah/anak/tahun. Namun, Menurut Handra & Andriany (2019), nilai tersebut tidak mencukupi. Setidaknya dibutuhkan minimal 750.000 ribu untuk BOP PAUD.

Studi terdahulu menunjukkan bahwa pengeluaran untuk pengembangan anak usia dini dan layanan pengasuhan anak di Indonesia sebesar 0,04 persen dari PDB, angka ini masih jauh di bawah tingkat pengeluaran yang direkomendasikan sebesar 1,0
persen dari PDB (O’Donnell, et al., 2022).

Dengan biaya yang pengeluaran untuk pendidikan usia dini yang masih rendah, sejalan dengan tingkat partisipasi pendidikan anak usia dini yang masih rendah, karena minimnya dukungan dari pembiayaan pada penyelenggaraan PAUD.

Tingkat partisipasi anak usia 0-6 tahun sedang/pernah mengikuti pendidikan prasekolah di 2024 turun menjadi 27,32 persen dibandingkan 2023 sebesar 27,38%.

Angka tersebut menunjukkan bahwa hanya sekitar 27,32 persen anak usia 0−6 tahun di Indonesia pada tahun 2024 yang tersentuh oleh pendidikan prasekolah.

Angka Partisipasi Kasar PAUD Usia 3-6 Tahun dalam keadaan menurun, belum
kembali normal pasca Covid-19. Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD yang
memberikan gambaran partisipasi prasekolah anak usia dini umur 3−6 tahun juga menunjukkan stagnansi/perlambatan di 2024 sebesar 36,03 persen dari 36,36 persen di 2023.

Angka tersebut menunjukkan bahwa dari 100 anak usia 3−6 tahun di Indonesia, baru sekitar 36 anak yang berpartisipasi pada pendidikan prasekolah.

Dukungan terhadap PAUD semakin tergerus, dimana efisiensi anggaran berdasarkan Inpres No1/2025 yang juga menyasar Kementerian Pendidikan  Dasar dan Menengah, yaitu pada anggaran Program Kualitas Pengajaran dan Pembelajaran Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru, yang sudah kecil,dipangkas habis karena efisiensi anggaran dari 2,447 triliun rupiah menjadi 488
miliar rupiah.

Implikasinya, berimbas pada Anggaran Diklat Berjenjang Guru PAUD yang
merupakan syarat sertifikasi yang menyisakan 0,77 miliar rupiah dari pagu awal 15,24 miliar rupiah.

Padahal Jumlah Pendidik dan Tenaga Kependidikan PAUD yang belum tersertifikasi mencapai 94,25 persen, hanya 5,75 persen yang sudah tersertifikasi.

Efisiensi anggaran tersebut akan berdampak pada upaya peningkatan kualitas guru PAUD. Pemangkasan anggaran ini akan berimplikasi pada kualitas guru PAUD antar daerah akan timpang dan sedikitnya guru yang tersertifikasi yang akan berimplikasi pada ketimpangan proses belajar mengajar dan output kualitas pendidikan PAUD anak didik.

Rekomendasi

Mendorong Akses dan Pemerataan Pendidikan Anak Usia Dini dengan:

Untuk meningkatkan partisipasi sekolah PAUD dapat dilakukan melalui:

Pertama, peningkatan jumlah sekolah PAUD negeri yang terjangkau terutama bagi rumah tangga tidak mampu dan berada di daerah pelosok. Saat ini jumlah sekolah PAUD negeri porsinya masih sangat sedikit dibandingkan swasta. Sehingga ada konstrain biaya bagi rumah tangga miskin untuk menyekolahkan anaknya di
PAUD.

Kedua, Pemerintah perlu mendukung PAUD dengan kebijakan fiskal. Anggaran PAUD perlu ditingkatkan untuk mendorong penyediaan sekolah PAUD yang terjangkau dengan kualitas yang baik.

Ketiga, pemerintah perlu mendorong kesadaran orangtua dan masyarakat melalui sosialisasi pentingnya sekolah PAUD untuk tumbuh kembang anak dan memberikan dasar serta peluang yang lebih.[]

Comment