RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Dunia pendidikan rasanya sedang mengalami dilema atas kebijakan pemerintah tentang dibukanya kembali sekolah di bulan Juli mendatang. Sedangkan pandemi belum menunjukkan penurunan jumlah korban positif terpapar Covid-19.
Topik hangat yang menjadi perbincangan salah satunya adalah bagaimana mereka bisa tenang membayangkan anak-anak mereka bersekolah saat pandemi, sehingga muncul pro dan kontra di tengah masyarakat hingga dilema menghampiri sebagian besar orang tua atas nasib pendidikan anak mereka.
Pihak terkait, baik dari Kemendikbud atau pemerintah setempat yang menjadi bagian satuan tugas gugus Covid-19 menyatakan sekolah akan dibuka bagi daerah yang sudah terkategori zona hijau, itupun tetap menjalankan protokoler Covid-19, antara lain penggunaan masker, duduk yang berjarak di dalam kelas, serta pengaturan jam sekolah sehingga bisa dilakukan dua satuan waktu agar kelas tidak terlalu penuh dan berdesakkan saat KBM dilaksanakan.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merespon wacana pembukaan sekolah seiring berakhirnya masa tanggap darurat Covid-19 pada 29 Mei 2020, serta berakhirnya pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah hingga transisi New Normal.
Ketua Umum IDAI, Dr Aman B Pulungan mengatakan IDAI telah melaksanakan deteksi kasus pada anak secara mandiri hingga 18 Mei 2020. Diketahui, jumlah anak terpapar positif Covid-19 berjumlah 584 anak dan 14 anak meninggal dunia. Sedangkan jumlah PDP anak sebanyak 3.324 anak dan 129 anak PDP meninggal dunia. Artinya, anak di Indonesia yang terinfeksi dan meninggal (karena Corona) dibanding negara lain masih cukup tinggi.
IDAI mengimbau sekolah-sekolah tetap menerapkan bentuk pembelajaran jarak jauh atau online kepada siswa dengan melibatkan guru dan orang tua, mengingat sulitnya pengendalian penyebaran virus. (Vivanews.com)
Imunitas Guru, Siapa yang Peduli?
Kondisi pembelajaran siswa didik via daring yang dilakukan selama pandemi ini sedikit banyak mempengaruhi kemampuan para pendidik, hanya saja perubahan yang mendadak sedikit terkendala dengan kepemilikan gawai yang memenuhi standar, selanjutnya guru harus menyiapkan jaringan internet yang selalu tersedia, serta dituntut kemampuan mengakses aplikasi yang mendukung terlaksananya KBM.
Seharusnya ini menjadi perhatian pemerintah, mereka harus menyiapkan seluruh instrumen yang memudahkan para pendidik menjalankan tugasnya dengan maksimal baik untuk wilayah kota maupun desa terpencil. Maka harus disadari, dengan letak geografis Indonesia, ada beberapa wilayah sekolah yang tidak bisa menjalankan KBM dengan proses daring. Pertanyaannya saat ini, bagaimanakah keberlangsungan siswa didik di daerah terpencil, apakah dilanjutkan atau tak digubris sama sekali.
Belum lagi, para pendidik yang hanya menggantungkan hidup lewat mengajar, kondisi ini cukup memprihatinkan. Dari sisi insentif yang berbeda dengan kondisi sebelumnya, namun kebutuhan yang melebihi dari kemampuannya membuat guru mendahulukan kewajibannya membeli pulsa internet agar pembelajaran terus berjalan, dan mengalahkan kebutuhan hidup sehari harinya. Belum lagi stigma negatif bahwa selama pandemi guru makan gaji buta karena tidak full mengajar tapi tetap digaji.
Jika Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan saja tidak siap dengan proses pembelajaran daring selama pandemi Covid-19 ini yaitu terlihat dari keputusan menunda dan mempercepat proses KBM yang terkesan ambigu dalam mengambil kebijakan, hingga akhirnya menjadi permasalahan pro dan kontra.
Lalu bagaimana mereka bisa memberikan imunitas bagi para pendidik, terutama sekolah-sekolah berbayar (swasta) dan guru-guru honorer yang insentifnya terkadang tak layak untuk menopang perekonomian mereka. Dan sungguh, permasalahan ini dikhawatirkan sedikit banyaknya mempengaruhi kinerja para pendidik sendiri, sekalipun urusan perut mereka kalahkan demi nurani yaitu mendidik anak negeri.
Maka, pemerintah dalam hal ini Kemendikbud yang berkoordinasi dengan petugas satuan gugus Covid-19 dituntut untuk memberikan solusi tuntas yang sistemik demi kenyamanan pembelajaran bagi siswa dan guru agar tetap dalam kondisi kesehatan yang terjamin jelang tahun ajaran baru Juli mendatang.
#Islam Solusi Tuntas#
Islam datang dengan aturan yang paripurna, menyelesaikan setiap permasalahan yang datang dengan bersumber pada Al Quran dan Sunnah.
Di dalam Islam, guru merupakan profesi mulia dan sangat terhormat. Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25gram emas atau sekitar 31 juta rupiah dengan kurs sekarang). Begitu mulianya guru sehingga negara mengapresiasikan dalam wujud insentif yang cukup untuk menopang kebutuhan guru.
Sistem Khilafah Islam juga menjamin terselenggaranya birokrasi yang bersih dan cepat sehingga masing-masing lembaga negara bekerja untuk melayani rakyat, tidak saling menyalahkan atau saling lepas tanggung jawab. Sebaliknya, mereka siap melayani dan bekerja keras untuk segera menyelesaikan semua persoalan rakyat.[]
*Praktisi Pendidikan
Comment