Di Balik Fenomena CFW, Sebuah Kebetulan?

Opini881 Views

 

Oleh: Kartiara Rizkina M S. Sosio, Pengamat Sosial dan Aktivis Muslimah Aceh

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Seluruh beranda sosial media dipenuhi dengan video anak muda berjalan dengan outfit nyentrik bak sedang fashion show. Kalian pasti tahu CFW (Citayam Fashion Week) di SCBD (Sudirman Citayam Bojonggede Depok)

Sekilas fenomena CFW di SCBD memang tampak wajar. Sebahagian pihak beranggapan, dari pada mereka tawuran, mabuk-mabukan, atau narkoba. Toh mereka hanya sedang berkreasi dan berekspresi.

Namun ketahuilah bahwasa ada sesuatu di balik fenomena Citayam Fashion Week. Fenomena CFW ini tentu tidak terjadi secara kebetulan.

Sesungguhnya, sebagai pasar, kaum muda di negeri ini telah lama menjadi target dan sasaran tembak oleh pengusaha dan pembisnis melalui media sosial.

Sebelumnya ada trend GUCCI yang sempat viral dengan anak muda yang berduyun-duyun mengikuti challenge memakai pakaian bermerek. Merek-merek tersebut merupakan salah satu merek kelas dunia yang memiliki harga yang fantastis.

Dalam dunia bisnis dan perdagangan, entah itu jasa ataupun barang, merek adalah elemen penting, bukan masalah mana yang lebih bagus tetapi pada sebuah merek tersemat reputasi dan kepercayaan masyarakat.

Dengan memanfaatkan pengguna media sosial yang latah dan memang doyan bereksperimen, produsen barang-barang mewah ini tidak perlu mengeluarkan biaya mahal untuk membuat iklan produk. Challenge di media sosial,  menjadi sarana promosi gratis yang menguntungkan bagi mereka. Dengan begitu, challenge seperti ini menjadi sarana promosi untuk meraup profit.

Hanya saja, pasar barang bermerek hanya dapat terwujud oleh mereka yang berstatus sosial tinggi. Sementara pasar para pembisnis tidak sebatas bagi orang kaya saja. Mereka berupaya memperkuas pasar dan sasaran untuk membuat trend baru yang mencakup semua kalangan.

Maka terbitlah Citayam Fashion Week atau yang biasa di singkat CFW. Mereka yang rata-rata berasal dari kelas menengah ke bawah seakan punya ruang bebas untuk mengekspresikan segala bentuk pikiran dan gaya hidup yang menurut mereka sangat kekinian.

Selain itu, fenomena CFW mendapat apresiasi dari beberapa pejabat negara, misal saja Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno. Ia memandang, ada potensi ekonomi besar di balik fenomena CFW di Taman Dukuh Atas jalan Sudirman ini. Setidaknya, kawasan SCBD dan ajang CFW ini bisa menjadi sumber konten menarik untuk mengangkat urban tourism alias pariwisata perkotaan.

Ia juga berharap, SCBD dan CFW bisa menjadi trendsetter bagi fesyen sekaligus menjadi influencer (pemengaruh) yang mendukung promosi produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). (rri.co.id 18/7/2022)

Ujung-ujungnya materi atau uang juga walaupun tidak terlihat secara langsung, tapi hakikatnya para pengusahalah yang diuntungkan oleh fenomena ini, baik pengusaha internasional maupun lokal. Pada posisi ini,  produk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) hanya sebagai kover

Dalam sistem pemerintahan kapitalis sekuler, penguasa dan negara tidak punya fungsi mengurus dan menjaga umat sebagaimana diajarkan Islam. Mereka hanya hadir demi mempermudah jalan usaha para pemilik modal.

Apalagi paradigma sekuler kapitalisme yang memandang potensi pemuda tidak lebih sebatas aset ekonomi saja. Besarnya jumlah pemuda dan bonus demografi yang luar biasa hanya dihitung sebagai potensi andalan untuk menggerakan kembali ekonomi bangsa yang lesu akibat wabah dan krisis yang melanda dunia.

Mereka hanya diarahkan menjadi sekrup mesin pemutar roda industri kapitalis, sekaligus menjadi objek pasar bagi produk yang dihasilkan. Fashion, barang-barang konsumsi, produk hiburan dan permainan, semua dipropagandakan sebagai alat meraih kebahagiaan dan prestasi.

Sementara media sosial begitu sarat dengan propaganda paham sekuler liberal yang melahirkan gaya hidup serba permisif, hedonis, konsumtif, dan serba instan.

Hal ini sejalan dengan pengarusan produk pemikiran yang mengubah mindset kaum muda menjadi kian cinta dunia. Pada saat yang sama hilang kecintaan terhadap agama dan perjuangan membangkitkan umatnya. Begitu juga pemerintah, masalah banyaknya anak putus sekolah di CFW sepertinya tidak menjadi perhatian khusus yang harus ditangani.

Potensi ekonomi yang menguntungkan lebih utama dari membentuk karakter anak bangsa yang bermanfaat bagi bangsa dan Agama.

Maka perlu bagi kita menyelamatkan anak muda yang menjadi penerus bangsa ini. Dengan apa? Selamatkan mereka dengan Islam. Islam yang tidak hanya sekedar dibaca dan diketahui tapi juga penerapan sistem Islam secara kaffah di dalam kehidupan kita.Wollohua’lam bishowab.[]

Comment