Dewi Kartika, Sekjen KPA.[Dok/radarindonesianews.com] |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah telah mengeluarkan PERPPU No 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas UU No 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Meskipun pemerintah secara terus-menerus mengatakan bahwa Perppu ini dikeluarkan untuk menindak organisasi-organisasi masyarakat yang menyebarluaskan intoleransi dan tindakan teror namun lebih daripada itu Perppu ini membawa demokrasi mundur jauh ke belakang. Demikian ungkap Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika kepada redaksi radarindonesianews.com, Senin (24/7/2017).
Dalam rilis tersebut, Dewi Kartika menambahkan bahwa dengan dikeluarkannya Perppu ini menunjukkan bahwa Pemerintahan Jokowi – JK secara serampangan mengeluarkan aturan perundangan. Disebutkan bahwa telah terjadi kegentingan yang memaksa sehingga pemerintah harus mengeluarkan Perppu tersebut. Hal ini sangat mengada-ada mengingat situasi genting yang dimaksud tidak pernah terjadi. Perihal pembubaran ormas, Pemerintah dapat bertindak secara sewenang-wenang menggunakan kekuasaannya untuk membubarkan organisasi masyarakat.
“Perppu Ormas ini adalah sebagai langkah mundur demokrasi di Indonesia khususnya pada kebebasan berkumpul dan berorganisasi. Jaminan terhadap hak-hak sipil-politik tersebut sudah tercantum dalam Konstitusi UUD 1945 Pasal 28E bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Ujar Dewi
Dalam sejarah panjang gerakan reforma agraria di Indonesia, lanjut Dewi, organisasi dan serikat tani seringkali mengalami intimidasi, stigma dan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar. Seperti yang terjadi tahun lalu di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, pejabat Kesbangpol setempat mengatakan bahwa salah satu organisasi masyarakat yang memperjuangkan reforma agraria telah memprovokasi masyarakat di sekitar Kapuas untuk melawan Pemerintah dan mengatakan organisasi tersebut telah membentuk pemerintahan Desa/Ketemenggungan tandingan. Juga banyak terjadi di daerah-daerah lain, stigma komunis seringkali dituduhkan kepada serikat tani yang melakukan reclaiming terhadap tanah-tanah yang selama ini direnggut oleh perusahaan swasta maupaun BUMN.
“Demokrasi kita sedang berbalik arah. Watak-watak Orde Baru sedang dipraktikan oleh Pemerintahan Jokowi – JK. Di masa lalu banyak organisasi masyarakat yang dibubarkan karena bersikap kritis dan menentang kebijakan Pemerintah. Jika pemerintah menyadari bahwa kesalahan di masa lalu dapat dijadikan pelajaran maka aturan perundangan ini tidak akan dikeluarkan.” Ungkap Dewi.
Sekjen KPA, Dewi Kartika menegaskan bahwa PERPPU 2/2017 ini bertentangan dengan hak-hak dasar warga negara terutama hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat seperti yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28E.
“Perppu ini dapat digunakan sebagai alat untuk memberangus organisasi-organisasi masyarakat pro demokrasi yang bersifat kritis terhadap kebijakan pemerintah yang anti rakyat termasuk gerakan reforma agraria di Indonesia.” Kritiknya.
Pemerintahan Jokowi – JK lanjut Dewi, telah bertindak anti demokrasi, menganggkangi prinsip negara hukum dan mengekang hak-hak sipil dan politik warga negara.
“Atas Dasar itu, KPA beserta organisasi serikat tani se-Indonesia menyatakan protes keras atas dikeluarkannya Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang No 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.” Imbuhnya.[GF]
Comment