Destira Amelia*: Hore! Sekolah Tatap Muka Dibuka Kembali

Opini576 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM,  JAKARTA — Hore, sekolah dibuka kembali!! Teriakku saat mendengar langsung dari salah satu media televisi yang menayangkan terkait tahapan pembukaan sekolah di wilayah zona hijau.

Sekolah dengan tatap muka kembali sudah fix akan dilakukan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Dikutip dari KOMPAS.com – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menjelaskan Panduan Pembelajaran Tatap Muka pada Zona Hijau akan dilaksanakan berdasarkan pertimbangan kemampuan peserta didik dalam menerapkan protokol kesehatan.

Pernyataan tersebut disampaikan pada webinar, Senin (15/6/2020). Mendikbud menyampaikan bahwa urutan pertama yang diperbolehkan pembelajaran tatap muka adalah pendidikan tingkat atas dan sederajat, tahap kedua pendidikan tingkat menengah dan sederajat, lalu tahap ketiga tingkat dasar dan sederajat.

Menurut Nadiem, harus dilakukan sesuai dengan tahapan waktu yang telah ditentukan. “Namun, begitu ada penambahan kasus atau level risiko daerah naik, satuan pendidikan wajib ditutup kembali,” kata Mendikbud dikutip dari laman setkab.

Tahapan pembelajaran tatap muka di zona hijau akan terbagi dalam 3 tahap yakni:

Tahap Satu: SMA, SMK, MA, MAK, SMTK, SMAK, Paket C, SMP, MTs, Paket B

Tahap Dua: dilaksanakan dua bulan setelah tahap I: SD, MI, Paket A dan SLB

Tahap Tiga: dilaksanakan dua bulan setelah tahap II: PAUD formal (TK, RA, dan TKLB) dan non formal.

Adapun sekolah dan madrasah berasrama, menurut Mendikbud, pada zona hijau harus melaksanakan Belajar dari Rumah serta dilarang membuka asrama dan pembelajaran tatap muka selama masa transisi (dua bulan pertama).

“Pembukaan asrama dan pembelajaran tatap muka dilakukan secara bertahap pada masa kebiasaan baru dengan mengikuti ketentuan pengisian kapasitas asrama,” kata Nadiem.

Belajar dari rumah pada masa pandemi merupakan pengalaman pertamaku yang belum pernah terpikir dalam benakku.
Sejak kemunculan virus Corona dari Wuhan, China hingga menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk negeriku tercinta, Indonesia. Aktivitas pun sempat terkendala, termasuk kegiatan belajar-mengajar. Akhirnya, belajar dilakukan di rumah masing-masing guna menghambat penyebaran virus covid -19.

Tentunya ini pengalaman teristimewa aku karena berbulan-bulan menghabiskan waktu belajar di rumah dengan metode daring ( online ).
Jujur, aku sangat kesulitan dalam memahami setiap pelajaran. Karena faktanya guru-guru hanya memberikan rangkuman pelajaran tanpa dijelaskan terlebih dahulu. Serta tugas yang setiap harinya harus dikirimkan secepatnya hari itu juga.

Belum lagi dari sisi ekonomi, penggunaan kuota yang begitu besar membuat orangtuaku kewalahan. Sungguh, tidak ada rasa nyaman dan paham ketika belajar di rumah. Belum lagi, orang tua aku sama sekali tidak bisa membantu meringankan pekerjaan sekolah. Mereka hanya bisa marah- marah, dikarenakan beban mereka pun bertambah.

Berbeda ketika belajar di sekolah. Guru- guru mentransfer ilmunya secara langsung. Aku pun leluasa untuk bertanya jika ada pelajaran yang belum aku pahami.

Waktu istirahat di sekolah, aku dan juga teman-temanku memanfaatkannya untuk menyerbu kantin hanya sekedar untuk melepas rasa lapar karena tenaga dan pikiran terkuras habis selama belajar di kelas.
Suasana nyaman dan senang belajar di sekolah.

Namun, pandemi virus Corona pun belum beranjak pergi jauh dari muka bumi ini.

Kurva peningkatan jumlah korban pun masih belum mengalami penurunan, malah cenderung meningkat.

Dilema juga buat diriku sendiri. Di satu sisi aku sangat senang jika sekolah tatap muka akan dilaksanakan Juli depan. Rasa rindu bertemu teman- teman serta para guru terobati.

Tapi, di sisi lain ada kekhawatiran dalam hatiku. Virus Corona masih mengganas dan diprediksi masih lama virus ini berakhir.

Pikiranku tertegun sejenak ketika aku melihat artikel yang memuat sejumlah tulisan yang berisikan tentang Islam dan wabah.

Aku pun membaca nya dengan teliti, kata demi kata, baris demi baris, paragraf demi paragraf.

Ternyata aku menemukan sebuah solusi yang brilian ketika umat manusia ditimpa wabah.

Pada masa dulu ternyata berbagai wabah sudah ada. Namun, Islam sangat memperhatikan dalam menangani setiap wabah yang menimpa umatnya. Terbukti, Islam berhasil dalam menangani setiap permasalahan yang dihadapi umat saat itu.

Aku juga menyadari, hari ini tidak ada negeri muslim satu pun yang menerapkan Islam sebagai aturan kehidupan. Mereka lebih bangga ketika mengadopsi aturan Barat, dengan sistem kapitalisme sekuler yang menjadi asasnya.

Berbeda dengan Islam. Islam bukan hanya sekedar agama ritual, namun Islam juga sebagai ideologi yang memiliki aturan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan.

Ketika wabah melanda, Islam langsung menerapkan lockdown secara sempurna. Dimana tempat yang terkategori red zone di kunci secara ketat. Tidak boleh ada yang keluar maupun masuk ke wilayah tersebut.

Juga pemberlakuan social distancing, di mana kita harus selalu menjaga jarak.
Islam mengatur hal itu sejak dulu kala. Mau bersin aja, kita dianjurkan menutup mulut dengan kain atau lengan, lalu ucapkan doa. Islam memang agama yang sempurna.

Hari ini, solusi yang ditawarkan Islam tidak diambil oleh negeri-negeri muslim. Malah cenderung mengarah ke kiblat Barat. Wajar, permasalahan penanganan pandemi virus Corona banyak mengalami kegagalan. Tidak ada perlindungan nyata untuk rakyatnya.

Jadi, apakah sudah menjadi keputusan yang tepat untuk kembali sekolah dengan tatap muka?

Wahai penguasa! Jangan engkau korbankan generasi penerus ini.Wallahu’alam.[]

*Siswa kelas VII di Bandung

Comment