Desi Wulan Sari, S.E, M.Si*: UU Tapera Hadiah di Masa Pandemi, Bijakkah?

Opini602 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Itulah gambaran kondisi masyarakat saat ini. Selalu ada iuran kenaikan di berbagai kesempatan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Satu demi satu bermunculan kebijakan dan aturan dan ditetapkan menjadi beban yang kian membengkak menjadi masalah baru di masa pandemi ini.

Belumlah usai kekhawatiran, kecemasan, dan ketakutan masyarakat terhadap wabah Covid-19 yang menimbulkan dampak keterpurukan menghantam masyarakat dari sisi ekonomi, kesehatan, keamanan dan sosialnya, penguasa justeru mengeluarkan kebijakan terbaru yang disebut Tapera.

Tabungan Perumahan Rakyat atau yang disingkat Tapera ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016. Tapera dibentuk untuk tujuan membantu pembiayaan perumahan bagi para pekerja.

Disebutkan bahwa Presiden telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, pada 20 Mei lalu. Pekerja yang pertama kali diwajibkan menjadi peserta Tapera adalah aparatur sipil negara ( ASN) atau pegawai negeri sipil ( PNS).

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, ASN eks peserta Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Taperum-PNS) dan ASN baru diwajibkan mulai membayar iuran Januari 2021 (Kompas.com, 7/6/2020).

Masyarakat banyak yang merasa dikejutkan dengan aturan ini. Alih-alih pemerintah fokus pada penanganan wabah covid-19 beserta solusi jaring sosial pengamannya, malah memberikan beban berkelanjutan pada rakyat. Tak hanya pemotongan langsung iuran Tapera bagi ASN, fasilitas publik pun sudah banyak menyengsarakan rakyat seperti tagihan PLN yang melonjak, kenaikan iuran BPJS, kritis ketahanan pangan, PHK masif, bahkan hingga Pengesahan UU Minerba yang notabene hanya berpihak pada korporasi.

Pemotongan iuran 2,5 persen untuk Tapera di saat kondisi belum stabil seperti ini, jelas membuat rakyat semakin sengsara. Entah pertimbangan apa yang yang melatari penarikan iuran baru saat pandemi masih nengintai keselamatan rakyat.

Tak dapat dipungkiri, bahwa sistem demokrasi kapitalis ini telah banyak menelan korban. Penguasa menggunakan cara ini untuk mengatur urusan negara melalui sistem kapitalisnya. Sistem demokrasi yang diterapkan hari ini, seakan ingin menunjukkan bukti kegagalan penguasa mengatur kehidupan negara dan umat manusia. Kepentingan siapa yang didahulukan itulah fokus mereka, dan yang pasti bukan kesejahteraan rakyat.

Sekalipun Tapera dikatakan sebagai dana jangka panjang dengan jaminan dana cair setelah masa pensiun tiba, tetap saja program ini sangat tidak tepat saat kondisi rakyat dihantam pandemi. Padahal 2,5 persen bagi pekerja ASN yang hanya mampu mencukupi kebutuhan hidupnya

Mau tidak mau, mereka harus mengeluarkan dana tersebut yang dipotong langsung dari gaji mereka setiap bulannya. Selaras yang disampaikan oleh Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) menolak kebijakan tersebut, karena dinilai tidak memberi kebermanfaatan bagi rakyat dalam jangka panjang, namun justru sebaliknya akan menciptakan persoalan baru, yang pada ujung rakyat hanya menjadi obyek penderita (Strategi.co.id, 4/6/2020).

Kurangnya perhatian dan empati penguasa pada kondisi perekonomian rakyat di masa pandemi menjadi bukti bagaimana pemimpin mengatur negara hanya berdasar hitung-hitungan ekonomi semata. Seakan tak ada power dalam mengatur kebijakan yang sensitif ataupun krusial yang semestinya menjadi peran seorang pemimpin.

Banyak tokoh dan pengamat politik menyayangkan ketetapan pemungutan iuran Tapera. Pada masa sulit seperti saat ini, negara semestinya lebih banyak memberikan uluran tangan untuk memudahkan kehidupan rakyat, bukan sebaliknya.

Sistem demokrasi kapitalis sudah tidak mungkin lagi dijadikan rujukan penyelesaian persoalan negara. Sebaliknya, sistem Islam sangat memenuhi syarat sebagai solusi permasalahan umat yang dihadapi.

Lantas mengapa Islam tidak memberikan solusinya untuk mengatasi petsoalan negara ini?

Mudah saja bagi Islam, ketika sistem Islam diimplementasikan dengan sempurna, terbentuklah satu institusi yang mampu menggerakkan roda pemerintahan dengan landasan syariat.

Akan hadir seorang pemimpin dengan sosok dan karakter yang cerdas dan cemerlang. Satu persatu persoalan umat akan diatasi. Setiap persoalan memiliki solusi dengan landasan hukum syariat yang tidak dapat diperdebatkan, yaitu Al- Quran dan Assunah.

Sejatinya, Rasulullah saw dan para khulafur rasyidin di masa kejayaan Islam telah menunjukkan sosok-sosok pemimpin umat yang peduli, menjaga dan mengurus rakyat dengan amanah. Bahkan negara pun menjadi fokus perhatian Rasulullah dan para khalifah demi melindungi rakyat dari kedzaliman dan perbuatan licik negara lain.

Karena jelas, di masa pemerintahan Islam dahulu, kebutuhan sandang, pangan dan papan adalah kewajiban utama yang harus dipenuhi oleh sang khalifah (Pemimpin). Negara juga memberi jaminan perlindungan kepada rakyat terkait tempat tinggal, kesehatan, dan keamanan.

Perumahan adalah kebutuhan dasar yang menjadi tanggung jawab negara dan untuk memenuhinya bukan dengan memungut iuran yang dapat membebani rakyat.

Tinta emas peradaban Islam telah menorehkan bukti-bukti kehebatan dalam mensejahtetakan dan memakmurkan rakyatnya. Menjaga negara demi persatuan seluruh umat manusia.

Saatnya umat bangkit dari keterpurukan. Mencampakkan sistem usang kapitalis yang telah lama tidak lagi sanggup menampung harapan rakyat kecil.

Kembalilah kepada fitrah Islam sebagai rahmatan lil alaamiin. Wallahu a’lam bishawab.[]

Comment