Desi Wulan Sari, S.E, M.Si* Nasib Tragis Tenaga Medis

Opini624 Views

 

RADARINDONESIAMEWS.COM, JAKARTA – Sebagai garda terdepan kesehatan saat ini, semestinya tenaga medis merupakan aset bangsa yang paling diperhatikan. Tidak ada yang akan menyangkal bagaimana butuhnya negeri ini akan kesigapan dan kontribusi mereka terhadap negeri di tengah wabah pandemi saat ini.

Pengorbanan meninggalkan keluarga, bahkan harus tewas di medan laga, inilah yang dilakukan para tenaga kesehatan kita, bukan lagi memandang bahaya dan tidaknya wabah yang diderita sang pasien, tetapi panggilan tugas dan hati nuranilah yang menjadi kesediaan mereka bekerja saat ini. Walaupun pemerintah mengiming-imingi gaji besar, tambahan income ini dan itu yang dijadikan pemerintah sebagai pemicu semangat perjuangan para tenaga medis kita.

Namun, fakta miris yang diterima para pejuang medis harus mereka terima bagaikan menelan pil pahit kehidupan. Seperti yang dialami sejumlah tenaga medis di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran, dikabarkan belum mendapatkan insentif keuangan yang dijanjikan oleh pemerintah. Seperti diketahui, pemerintah memberikan insentif sebesar Rp 5-15 juta untuk dokter dan para tenaga medis yang terlibat dalam penanganan Covid-19. Berdasarkan info di lapangan, ada sekitar 900 tenaga medis dan relawan medis yang hingga hari ini belum mendapatkan haknya. Mereka pun berharap pemerintah segera mungkin memproses pencairan insentif bagi para tenga medis (merdeka.com, 25/5/2020).

Begutupun nasib yang dialami para tenaga kesehatan di RSUD Ogan Ilir, ratusan tenaga medis dipecat saat wabah virus Corona tersebut masih tinggi. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung yakni sebanyak 108 orang dipecat karena melakukan mogok kerja sejak jumat (15/5/2020) lalu. Pemecatan dilakukan oleh Bupati Ogan Ilir langsung. Pemogokan ini terjadi karena alasan gaji yang diterima tidak sepadan dengan kerja dan hasil yang dijanjikan oleh pihak penerintah (Wartakota.tribunenews.com, 21/5/2020).

Ada apakah gerangan? Mengapa semakin banyak korban tenaga medis yang gugur saat menangani wabah, tidak mendapat perhatian memadai baik dari segi insentif, gaji, perlindungan APD, dan kesejahteraan keluarga yang ditinggalkannya.

Alih-alih memberikan perlindungan utuh dengan kebijakan terintegrasi agar pasien covid tidak terus melonjak, bahkan proteksi finansial yang tak kunjung datang, justru mereka malah tidak mendapat tunjangan, THR perawat honorer dipotong bahkan ada yang dirumahkan karena RS daerah kesulitan dana. Karut-marut ini wajar terjadi karena dari 400an triliun anggaran penanganan Covid-19, kesehatan hanya dianggarkan 75T. Sisanya sebesar 325T untuk pemulihan ekonomi dan insentif pajak. Bisa dipastikan anggaran ini sebagian besar dinikmati oleh pemain korporasi. Naudzubillahimindzaliik.

Padahal gugurnya tenaga medis atau pemecatan sama dengan berkurangnya prajurit digarda depan medan tempur saat wilayah Indonesia masih berada di zona merah, bahkan zona hitam seperti kota Surabaya saat ini.

Dimanakah posisi pemimpin negeri saat melihat derita para pejuang kesehatan yang terpuruk dengan nasibnya yang terombang-ambing oleh penguasa negeri? Sampai dimanakah tanggung jawab negara mengurus pejuang terdepan aset bangsa ini? Begitu beratkah mengeluarkan sejumlah uang yang pantas bagi mereka? Tatkala mereka tanpa lelah dan mati-matian rela mempertaruhkan nyawanya demi negara ini? Tidakkah cukup pengorbanannya? Kepada siapa mereka mengeluhkan nasibnya, disaat negara abai akan kesejahteraan mereka? Sungguh suatu dilema nyata yang dialami para pejuang kesehatan yang ada saat ini.

Pandangan Islam Terhadap Dunia Kesehatan

Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang menjadi tuntunan manusia untuk menjalani kehidupan dalam segala aspek. Salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia adalah aspek kesehatan. Begitu juga Sunnah yang diajarkan Rasulullah saw. Al-Qur’an yang didukung dengan Sunnah, telah memberikan gambaran yang jelas bagaimana mengatur pola hidup sehat secara jasmani maupun rohani.

Megenai kesehatan, dari perspektif Islam, dibagi dalam dua aspek. Yakni terhadap kesehatan jiwa/hati dan terhadap kesehatan fisik. Kesehatan jiwa dan fisik, dari perspektif Islam, tidak dikotomis. Antara jiwa dan jasad saling terkait. Imam al-Ghazali, mengatakan bahwa hubungannya seperti kuda dan penunggang kuda. Adapun jiwa adalah penunggang kudanya. al-Ghazali, Mizan al-‘Amal, (Beirut: Dar al-Ma‘rifah 1964), hlm 338.

Fakta historis dalam ilmu kedokteran, ilmuwan Islam memiliki peran penting dalam mengembangkan ilmu kedokteran di seluruh dunia sampai sekarang ini. Kebudayaan religius Islam yang tidak dikotomis, mampu memunculkan sebuah peradaban manusia yang memiliki kemajuan dalam ilmu kesehatan.

Begitupun Islam telah nenunjukkan pentingnya pelayanan kesehatan di masa khilafah. Negara adalah pelayanan kesehatan terbaik sepanjang masa, dilingkupi atmosfir kemanusiaan yang begitu sempurna. Hal ini karena negara hadir sebagai penerap syariat Islam secara kaffah, termasuk yang bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya terhadap pemenuhan hajat pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik setiap individu publik.

Kehadiran negara sebagai pelaksana syariah secara kaffah, khususnya dalam pengelolaan kekayaan negara menjadikan negara berkemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan berbagai fungsi dan tanggungjwabnya. Tidak terkecuali tanggungjawab menjamin pemenuhan hajat setiap orang terhadap pelayanan kesehatan. Gratis, berkualitas terbaik serta terpenuhi aspek ketersediaan, kesinambungan dan ketercapaian.

Hasilnya, rumah sakit, dokter dan para medis tersedia secara memadai dengan sebaran yang memadai pula. Difasilitasi negara dengan berbagai aspek bagi terwujudnya standar pelayanan medis terbaik. Baik aspek penguasaan ilmu pengetahuan dan keahlian terkini, ketersediaan obat dan alat kedokteran terbaik hingga gaji dan beban kerja yang manusiawi.

Begitu hebatnya jaminan kesehatan masyarakat dan para tenaga kesehatan dalam sistem Islam membuat kondisi mereka sama sekali tidak ada yang merasa diabaikan ataupun harus nelakukan tindakan mogok kerja dari para dokter dan staf medisnya seperti yang terjadi hari ini. Jaminan dari pemimpin layaknya sang khalifah pemimpin umat, menjadikan peran, kerja dan kontrribusi para pejuang kesehatan di tengah wabah pandemi seperti ini akan terasa lebih mudah. Walaupun nyawa adalah taruhannya tidak akan membuat mereka patah semangat ataupun takut berdiri di garda terdepan seperti saat ini.

Inilah saatnya pemimpin dambaan hadir ditengah-tengah umat. Sosok pemimpin negara yang mampu memberi penghargaan tertinggi dan perhatian khusus kepada para tenaga medis dan prajurit yang berada di garda depan melawan musuh wabah dunia saat ini. Wallahu a’lam bishawab.[]

*Komunitas Revowriter Bogor

Comment