Oleh : Anna Ummu Maryam, Pegiat Literasi Dan Pemerhati Publik
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Baru-baru ini, seperti dikutip BBC.News.Indonesia (24/12/2022), dua kapal yang mengangkut 231 warga Rohingya terdampar di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie. Rombongan pertama tiba di Pesisir Desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, pada Minggu (25/12/2022).
Kapal yang mengangkut 57 pengungsi Rohingya itu diduga bocor dan rusak lalu terbawa angin ke perairan Aceh.
Keesokan harinya atau Senin (26/12), sebuah kapal yang berisi setidaknya 174 orang sampai di pesisir Desa Ujung Pie, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie.
Sungguh sangat menyedihkan nasib mereka. Terombang-ambing di lautan lepad dengan harapan bisa segera sampai di Negara suaka salah satunya adalah Australia. Rintangan yang berat dan kematian kian menghantui mereka. Badai laut, kekurangan makanan dan obat obatan selama dalam perjalanan membuat kondisi mereka kian memprihatinkan.
Kondisi ini dirasakan oleh salah seorang pengungsi Rohingya berusia 14 tahun, Umar Faruq. Ia menuturkan kapal yang mereka tumpangi berangkat dari Bangladesh. Mereka mengarungi lautan sekitar satu bulan lebih.
Somusa Khatu, pengungsi Rohingya berusia 23 tahun, juga mengatakan berada di lautan lepas selama 42 hari. Di tengah perjalanan, mesin kapal rusak. Selama 10 hari mereka tidak makanan karena tidak lagi tersedia persediaan.
“Di kapal ada 26 orang meninggal, tujuh di antaranya perempuan,” ujar Somusa Khatu kepada wartawan Hidayatullah di Aceh yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Selasa (27/12).
Duka Rohingya
Pelarian yang dilakukan oleh para pengungsi ini bukan tanpa sebab namun seperti yang disampaikan oleh dua para pengungsi yaitu Umar Faruq dan Somusa Khatu berkata kehidupan mereka di negara asal yaitu Myanmar porak poranda. Rumah habis dibakar, sehingga mereka kabur ke Bangladesh dan ditempatkan di kamp pengungsian.
“Kami harap pemerintah Indonesia akan memberikan akses pendidikan, karena saya ingin mencapai pendidikan yang lebih tinggi,” ucap Umar Faruq.
Namun harapan pengungsi Rohingya sepertinya tidak akan terwujud karena Indonesia bukanlah negara penampung pengungs atau wilayah suka dari berbagai negara yang berkonflik. Hal ini ditegaskan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Pidie Idhami.
“Belum bisa dipastikan berapa lama di sini karena minggu depan sudah dipakai untuk kegiatan belajar anak-anak. Tapi sementara ditampung di sini, nanti akan koordinasi dengan UNHCR dan BPBD,” ujar Idhami seperti ditulis Hidayatullah di Aceh yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Selasa (27/12).
Nasib pengungsi Rohingya tak menentu dengan semakin bertambah jumlah pengungsi sebagaimana catatan PBB untuk urusan pengungsi atau UNHCR, hingga September 2021 jumlah pengungsi dari Myanmar yang mayoritas etnis Rohingya di Indonesia mencapai 707 orang.
Indonesia sebagai wilayah terdekat dari pengungsi Rohingya tidak bisa menjadi wilayah suaka karena dianggap belum meratifikasi Convention Relating To The Status of Rofugees (Konfensi 1951) dan Protocol Relating To The Status of Refugees (Protokol 1961).
PBB sebagai badan dunia tidak mendorong untuk menolong pengungsi Rohingya dengan menekan dan memaksa bangsa lain sedangkan ia mampu untuk melakukannya. PBB juga tidak menekan Myanmar untuk menyelesaikan permasalahan dalam Negeri mereka sehingga terusirnya warga Rohingya dari wilayah mereka.
Sikap hipokrit ini adalah wajah dari sistem kapitalis dunia hari ini. Penampungan pengungsi Rohingya adalah sikap solusi yang pragmatis sedangkan seharusnya solusi yang ditawarkan adalah solusi yang menyelesaikan permasalahan. HAM seolah bungkam dan abai dengan kondisi yang jelas-jelas telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
Semakin jelas bahwa kapitalis telah gagal berpihak kepada yang lemah, berpihak kepada yang teraniaya. Hal asasi manusia adalah senjata kapitalis untuk kepentingan mereka begitu juga lembaga internasional. Sejatinya mereka tidak mampu menyelesaikan permasalahan dunia.
Dunia Sejahtera Dalam Islam
Islam adalah agama mulia yang kemuliaannya terletak pada penerapan Islam. Islam bukan hanya sekedar agama yang diyakini namun juga sebuah sistem yang melahirkan kehidupan dan mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.
Hal ini ditandai dengan bagaimana pandangan Islam memandang perlakuan kepada bangsa asing yang membutuhkan perlindungan. Islam memandang bahwa iman dan Islam lah yang menyatukan dan menjadi ikatan antar sesama manusia.
Islam memandang setiap muslim yang meminta pertolongan maka wajib ditolong dan tentunya menyelesaikan permasalahannya hingga selesai. Permasalahan dunia kian berlarut karena tidak ada negara yang mampu menghentikan pertikaian.
Tidak ada negara yang serius untuk telibat memburu dan membunuh orang orang yang harus bertanggung jawab akan kerusuhan, pembakaran dan pembunuhan yang terjadi. Islam memandang keterlibatan dunia barat terhadap konflik yang ada dunia bukan lah solusi.
Dengan keterlibatan dan ikut dalam perjanjian internasional justru membuat kondisi semakin buruk karena mereka berfikir untuk mencari keuntungan di balik peristiwa tersebut. Mereka tidak akan pernah serius berfikir tentang muslim selain berfikir bagaimana menghancurkan Islam karena dianggap menghalangi dominasi mereka demi kepentingan mereka.
Solusinya adalah kembali kepada Islam. Hanya islam yang mampu menyelesaikan setiap masalah dunia dan menjadi nodel negara terbaik sebagai pelindung rakyat dan warga negara asing yang memang membutuhkan perlindungannya.[]
Comment