Ilustrasi/radarindonesianews.com |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Terkait perpanjangan kontrak JICT yang sudah dinyatakan dan disampaikan BPK dianggap melanggar Undang-Undang, menurut pernyataan singkat Firmansyah Sukardiman selaku Sekretaris Jendral SP JICT menyampaikan akan tetapi nampaknya tetap secara paksa dijalankan oleh pihak Direksi JICT.
“Uang sewa (rental fee) perpanjangan kontrak JICT senilai USD 85 juta per tahun dibayarkan tanpa alas hukum pada Pelindo II semenjak tahun 2015,” tukas Sekretaris Jendral SP JICT lebih lanjut.
Menurutnya berargumen pembayaran sewa ilegal tersebut akan berdampak terhadap pengurangan hak karyawan yang tercantum dalam aturan dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) perusahaan.
Namun beberapa kali Direksi wanprestasi terhadap risalah rapat pemenuhan hak pekerja yang sudah sesuai dengan aturan perusahaan.
Maka itulah terkait dengan dugaan upaya sistematis Direksi terhadap pekerja dan pengguna jasa JICT, kemuka Firmansyah Sukardiman sampaikan pernyataan hal-hal sebagai berikut;
Pertama (1), Atas nama uang sewa (rental fee) ilegal Perpanjangan JICT, Direksi nekat mengangkangi hukum di Indonesia, melakukan kesewenangan terhadap Hak Karyawan walau tercantum di aturan dan PKB serta mengorbankan pengguna jasa dengan jumlah kerugian diperkirakan mencapai ratusan milyar rupiah karena dampak mogok akibat wanprestasi Direksi.
Kemudian yang Kedua (2), Direksi lebih memilih rental fee ilegal daripada karyawan dan pengguna jasa.
“Hal ini terbukti secara sepihak, Direksi sudah mendahului mogok pekerja dengan menutup JICT terhitung sejak hari ini (2/8),” paparnya.
“Konyolnya dalam hitungan jam, Direksi merevisi penutupan JICT dimulai menjadi besok (3/8). Selain itu Direksi mengkondisikan operator pengganti, mengalihkan kapal dan upaya-upaya lain sehingga opportunity loss yang ditimbulkan malah lebih besar ketimbang menyelesaikan wanprestasi hak pekerja, yang semuanya sesuai aturan main perusahaan bukan meminta tambahan-tambahan seperti yang selama ini sengaja dihembuskan ke publik untuk fitnah karyawan,” tukasnya.
Dan kemudian yang ketiga (3) bahwa rata-rata pendapatan JICT mencapai Rp 3,5 triliun per tahun. Tahun 2016, biaya pegawai turun 13% namun biaya overhead termasuk Direksi dan Komisaris naik 18%.
“Dengan melakukan fitnah gaji pekerja JICT besar, ada pihak-pihak yang seolah sengaja ingin mempolitisasi pekerja dan memberi kesan bahwa yang boleh bergaji besar hanya tingkat Direksi dan Komisaris JICT,” jelasnya.
“Makanya itulah kami akan lawan segala bentuk upaya sistematis Direksi, bahkan pihak lain yang disinyalir bermaksud menghancurkan pekerja dan gerakan penyelamatan aset nasional JICT,” tandasnya.[Nicholas]
Comment