Demi Konten, Anak Dilecehkan?

Opini337 Views

 

 

Penulis: Moni Mutia Liza, S.Pd |Pegiat Literasi Aceh

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Akhir-akhir ini dunia maya berseliweran dengan konten-konten yang melanggar norma, agama serta budaya. Hal ini membuat hati miris melihatnya.

Seharusnya media sosial digunakan dengan bijak untuk memperluas wawasan dan pendapatan dengan cara baik dan halal. Namun beda halnya di Indonesia, justru banyak masyarakat yang lebih mengutaman konten yang aneh asalkan bisa viral dari pada konten yang berfaedah.

Salah satu yang viral saat ini adalah konten seorang ibu yang melakukan pelecehan terhadap anak kandungnya. Ternyata tindakan vulgar tersebut dia lakukan karena mendapatkan iming-iming uang jutaan rupiah.

Sungguh miris, fitrah ibu yang seharusnya menjadi penjaga, pelindung, dan pendidik justru menghancurkan masa depan anaknya sendiri.

Dari kasus ini setidaknya kita memahami bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat tergiur untuk membuat konten porno, pelecehan dan sejenisnya antara lain:

(1) Kemiskinan. Tingkat ekonomi yang sulit dan krisis akan membuat seseorang rela melakukan apapun demi mendapatkan uang.

Termasuk melakukan konten porno dan bahkan melecehkan anaknya. Jika bukan karena perlu uang, bagaimana mungkin seorang ibu rela melecehkan anaknya sendiri?

(2) Lemahnya peran negara. Maraknya pelaku kejahatan di dunia nyata dan maya sejatinya karena adanya peluang dan kesempatan. Pelaku kejahatan dengan mudah mendapatkan data pribadi masyarakat dan mengiming-imingkan uang yang besar kepada mereka.

Seharusnya negara mampu menekan dan memblokir segala situs yang berbau porno secara total, bahkan senantiasa memantau akun-akun yang diduga akan merugikan masyarakat. Tapi nyatanya banyak data pribadi masyarakat bocor dan dengan mudah dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk menguntungkan mereka.

(3) Lemahnya sanksi. Adapun sanksi bagi pelaku pembuat video porno dan yang menyebarkan adalah penjara 1 tahun lebih atau denda 500 juta. Tentu dengan sanksi tersebut tidak akan membuat efek jera bagi pelaku. Satu tahun bukanlah waktu yang lama untuk bisa menghirup udara segar kembali.

Setelah itu, si pelaku bisa kembali melakukan aksi kejahatannya lagi. Dan banyak kejadian seperti itu, keluar-masuk penjara dengan kasus yang sama.

(4) Lemahnya keimanan. Tidak bisa dipungkiri bahwa korban yang termakan ucapan penjahat dan rela membuat video pelecehan dan sebagainya dikarenakan lemahnya iman. Agama hanya dijadikan simbol kepercayaan saja, namun ajaran dari agama tersebut justru ditinggalkan dan diabaikan.

Hal inilah yang membuat seseorang akhirnya tidak memiliki batasan atau standar benar dan salah. Sehingga segala hal yang menurutnya menguntungkan “dilahap” tanpa sisa meskipun itu melanggar aturan dalam agama.

Keempat faktor tersebut muncul akibat diterapkannya sistem kapitalisme yang memiliki pandangan hidup bahwa agama dan negara harus dipisahkan. Akhirnya standar benar dan salah dikembalikan kepada pemikiran individu masing-masing.

Tentu pemahaman seperti ini akan memunculkan kerancuan hidup. Lebih fatalnya lagi bila pemahaman ini diadopsi oleh sebuah negara. Sehingga negarapun membiarkan segala sesuatu terjadi di masyarakat termasuk yang melanggar agama dan batasan norma asalkan yang melakukan tidak merugikan orang lain dan tidak ada pelaporan kerugian dari pihak manapun.

Proses sebuah kasus dilakukan apabila ada pihak yang merasa dirugikan. Selama kejahatan tersebut didiamkan dan diaminkan, maka selama itu pulalah kejahatan tersebut akan beroperasi dengan lancar tanpa hambatan. Lantas siapa yang dirugikan? Tentu masyarakat.

Masyarakat yang merasakan kegelisahan akibat seks bebas dan konten porno bertaburan di sosmed. Masyarakat juga yang dihantui dengan berbagai kejahatan akibat lemahnya peran negara dalam melindungi rakyatnya serta sanksi yang rapuh bagi pelaku kejahatan.

Kapitalisme telah gagal menciptakan masyarakat yang beradab dan jauh dari kemaksiatan. Kapitalisme justru menyuburkan kejahatan dan memberi kesempatan kepada manusia bermental jahat untuk memperluas kejahatannya baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Ini fakta yang terjadi dalam kehidupan sosial.

Hanya Islam satu-satunya agama yang mengatur dan menyelesaikan masalah dengan standar kebenaran universal bukan individual. Dalam Islam standar perbuatan dikembalikan kepada syariat Allah, sehingga masyarakat maupun individu tidak bisa melakukan hal-hal yang sifatnya merusak meskipun terdapat keuntungan di dalamnya.

Islam juga memberi sanksi tegas kepada pelaku pembuat video porno, pelecehan dan sejenisnya. Begitu pun dengan oknum pengelola akun kejahatan. Sanksi tersebut berupa takzir yang ditetapkan penguasa ataupun pengadilan. Tergantung seberapa berat kejahatan yang dilakukan.

Selain itu, Islam juga memboikot dan menutup pintu dari jalur manapun agar masyarakat tidak mengakses situs porno dan budaya yang bertentangan dengan syariah. Di samping itu negara juga mengedukasi masyarakat serta memfasilitasi masyarakat untuk semakin bertaqwa kepada Allah.

Selain poin di atas, Islam juga memiliki sistem ekonomi yang jauh berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme. Dengan sistem ekonomi Islam inilah nantinya tumbuh perekonomian yang sehat di masyarakat. Sehingga kebutuhan masyarakat terpenuhi, baik sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan layanan umum lainnya.

Dengan demikian masyarakat tidak goyah saat ditawari uang yang besar untuk melakukan sesuatu yang melanggar aturan. Hal ini dikarenakan kebutuhan masyarakat terpenuhi dan kadar keimanan yang kuat. Justru di masyarakat tumbuh budaya tolong-menolong dan gemar melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Bukan budaya pengemis, bermental liar apalagi budaya fantasi seks yang bebas.

Hanya Islam saja yang mampu mengembalikan fitrah manusia pada tempatnya.[]

Comment