RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Rencana pencabutan subsidi gas 3 Kg membuat resah masyarakat Makassar.
Begitulah tajuk berita di salah satu media di Sulawesi Selatan, isi berita tersebut menyampaikan bagaimana keresahan dan keluhan warga Makassar menanggapi kebijakan pemerintah yang rencananya akan mencabut subsidi tabung gas elpiji 3 kg.
Tentu saja pencabutan subsidi gas 3 kg ini menjadi bagian dari keresahan para Mahasiswa, di samping biaya kuliah yang tak murah, ditambah dengan tuntutan biaya hidup sehari-hari yang harus dipenuhi, maka pencabutan subsidi ini menambah daftar panjang keluhan dan penderitaan Mahasiswa.
Sebelumnya harga gas berkisar Rp. 15.000 lalu mulai naik Rp. 20.000 dan jika terjadi kelangkaan maka harga gas bisa mencapai Rp. 30.000 bahkan lebih, padahal itupun masih dengan subsidi dari pemerintah, maka bayangkan saja jika pemerintah benar-benar mencabut subsidi gas dipertengahan tahun 2020, tentu saja ini akan sangat membebani rakyat terutama kalangan menengah ke bawah.
Sebagaimana dilansir tirto.id yang mengumpulkan bebarapa hasil wawancara bersama para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di mana banyak dari mereka yang mengeluh dan mengaku akan sangat terbebani dengan kebijakan pemerintah terkait pencabutan subsidi pada gas 3 kg.
Meskipun wacana pemerintah akan ada pendataan bagi siapa saja yang berhak menerima gas 3 kg bersubsidi, nyatanya para pedagang ragu kalau pendataan tersebut akan dilakukan secara adil.
Mereka bahkan menyampaikan apabila pemerintah lengah, kebijakan baru ini malah akan membawa celaka yaitu harga gas melambung, inflasi meningkat dan daya beli masyarakat jatuh.
Terkait dengan kebijakan pemerintah mencabut subsidi selalu berakhir kontra dengan rakyat, meskipun demikian pemerintah tetap teguh pendirian pada kebijakan yang diambil.
Pasalnya, tindakan pemerintah mencabut subsidi untuk rakyat hal itu bukanlah sekali ini saja, tetapi sudah berkali-kali. Hitung saja pada pemerintahan Bapak Joko Widodo, selama beliau menjabat ada beberapa kali kebijakan pencabutan subsidi diantaranya yaitu, pencabutan subsidi pada listrik 900 VA, dengan pencabutan subsidi listrik untuk golongan pelanggan 900 VA, maka tagihan listriknya akan naik Rp. 29.000 per bulan.
Tindakan pencabutan subsidi berikutnya dilakukan pada BBM bersubsidi, khususnya premium dan kemudian yang terbaru adalah pencabutan subsidi pada gas LPG 3 kg. Ini baru daftar subsidi energi yang dicabut, belum pada hal-hal lainnya dan ini pun masih pada pemerintahan Jokowi, belum lagi pada masa pemerintahan-pemerintahan yang sebelumnya.
Kapitalisme Menyengsarakan Rakyat
Tindakan pemerintah mencabut subsidi untuk rakyat adalah suatu hal yang wajar, sebab Indonesia adalah penganut sistem kapitalis neoliberalisme, dimana sistem ini sangat berpotensi mematikan peran negara dalam memenuhi hajat publik.
Neoliberalisme ini adalah versi liberalisme klasik yang dimodernisasi, dengan tema-tema utamanya yaitu, pasar bebas, peran negara yang terbatas dan individualisme. Karena peran negara terbatas, maka neoliberalisme memandang intervensi pemerintah sebagai “ancaman yang paling serius” bagi mekanisme pasar. (Adams, 2004).
Ringkasnya, neoliberalisme pada dasarnya adalah anti subsidi, sebab neoliberalisme meganggap pelayanan publik harus mengikuti mekanisme pasar, yaitu negara harus menggunakan prinsip untung-rugi dalam penyelenggaraan bisnis publik.
Alasan bahwa subsidi membebani negara, subsidi membuat rakyat tidak mandiri dan manja, subsidi mematikan persaingan ekonomi dan sebagainya, ini semua bukan alasan paling utama, patut diduga alasan utamanya adalah karena pemerintah tunduk pada cengkraman neoliberalisme.
Alhasil, dari bobroknya penerapan sistem kapitalis inilah maka rakyat yang dijadikan tumbal, suka tidak suka, mau tidak mau, rakyat harus menerima kebijakan-kebijakan yang tidak pro pada rakyat.
Islam Menyejahterakan Rakyat
Jika dalam kapitalisme subsidi diartikan sebagai intervensi pemerintah dan menjadi ancaman bagi mekanisme pasar, maka berbeda halnya dengan Islam yang memandang subsidi dari perspektif syari’at.
Subsidi dalam Islam hukum asalnya adalah boleh, karena hukum asal negara memberikan hartanya kepada individu rakyat adalah boleh.
Namun, jika dalam kondisi terjadinya ketimpangan ekonomi, pemberian subsidi yang asalnya boleh ini menjadi wajib hukumnya, karena mengikuti kewajiban syari’at untuk mewujudkan keseimbangan ekonomi. Hal ini karena Islam telah mewajibkan beredarnya harta diantara seluruh individu dan mencegah beredarnya harta hanya pada golongan tertentu.
Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Nabi Muhammad saw. telah membagikan fai’ Bani Nadhir (harta milik negara) hanya kepada kaum Muhajirin, tidak kepada kaum Anshar, karena Nabi saw. melihat ketimpangan ekonomi antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Dari pemaparan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa sejahtera dibawa naungan sistem kapitalisme hari ini hanyalah ilusi belaka.
Islamlah satu-satunya yang mampu mewujudkan kesejahteraan hakiki bagi umat di bawah naungan Syariah dan Khilafah. Wallahua’lam bishshowwab.[]
*Mahasiswi di Makassar
Comment