RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Dikutip dari AFP (27/2) menyatakan 38 orang meninggal dan 200 orang terluka akibat bentrokan antara umat muslim dan hindu di india. Hal ini berawal dari amandement Undang-Undang Kewarganegaraan Baru yang dinilai mgndiskreditkan muslim di India.
Sementara itu Presiden USA Donald Trump mengemukakan kalimat yang acu tak acuh, “itu terserah india” ucap pemimpin negara yang dijunjung sebagai pahlawan HAM itu.
Disisi lain, pemerintah Indonesia sebagai negara mayoraitas muslimpun turut bungkam. Padahal Iindonesia berinisiatif menggelar side event mengenai konvensi HAM tentang anti kekerasan. Hal itu diungkap pada sidang HAM di Jenewa lalu.
Sikap kompak ini kontras dengan peristiwa teror paris 2015 silam, berdondong-bondong masyarakat dari berbagai negara beserta pemimpin-pemimpinnya memberikan tanggapan dan ‘mengecam’ aksi teror yang diklaim dilakukan oleh ISIS.
Dari sana, ujaran kebencian dan diskriminasi umat muslim meningkat. Atau peristiwa termasyhur 9/11. Sudah 2 dekade berlalu dan dunia menuduh islam sebagai agama teror karena dahsyatnya pemberitaan pada saat itu.
Unfair play ini bermuara pada sikap skeptis pada netralitas HAM. Selama ini HAM dianggap ‘hukum asal’ yang legalitasnya harus dijunjung tinggi oleh seluruh manusia.
Lantas mengapa hukum itu rumpang jika digunakan untuk membela umat muslim? HAM (Hak Asasi Manusia) adalah ide cetusan Barat yang didasarkan atas paham kebebasan individu.
Karena perbuatan manusia didasarkan atas kebebasan, pemenuhan kebutuhan manusia akan didasarkan atas ‘kekuatan’. Maka HAM adalah resep manjur untuk membius masyarakat mengenai ambiguitas hak dan keadilan.
Keambiguitasan HAM akhirnya dapat ditarik ulur sesuai dengan persepsi masing-masing individu. Akhirnya HAM dengan mudah menjadi alat untuk melanggengkan kekuasaan kapital yang memang mengendarai kebebasan untuk terus mengeruk sumber daya alam dan menguasai sektor-sektor publik. Sementara itu, gaung kerinduan masyarakat (khususnya kaum muslimin) terhadap tegaknya kembali syariat islam dalam institusi negara semakin digaungkan.
Seperti yang telah di ketahui oleh banyak orang, islam memiliki seperangkat pengaturan kehidupan, termasuk didalamnya sistem ekonomi. Didalam islam hak milik akan dibagi menjadi 3 : kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Sumber daya alam termasuk kepemilikan umum yang haram untuk dimiliki individu.
Sehingga apabila hukum islam benar-benar diterapkan dalam negara, maka eksistensi para kapital yang selama ini dengan rakus merampok sumber daya alam akan terancam. Belum lagi hegemoni yang selama ini bercokol dan menguasai negara dan masyarakat akan terhapus. Dan yang terpenting adalah posisinya sebagai kiblat dunia akan digeser oleh negara islam.
Oleh karena itu, HAM tidak lain dan tidak bukan hanyalah alat untuk memuluskan dan melanggengkan kekuasaan barat dan mencegah umat muslim bangkit dengan syariat islam. Hanya daulah islam yang mampu menyelesaikan penderitaan dunia muslim ini. []
*Mahasiswi UN Malang
Comment