Dana Abadi Perguruan Tinggi, Memperkokoh Kapitalisme Di Bidang Pendidikan

Opini687 Views

 

 

Oleh: Zahrotun Nurul, S.Pd, Aktivis Muslimah

__________

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Merdeka Belajar ke-21: Dana Abadi Perguruan Tinggi. Peluncuran ini dilakukan secara daring pada Senin, 27 Juni 2022.

Kemendikbudristek bekerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) meluncurkan Merdeka Belajar Episode ke-21: Dana Abadi Perguruan Tinggi sebagai wujud komitmen untuk mengekselerasi pendidikan tinggi.

Nadiem juga menyampaikan dana abadi perguruan tinggi untuk menunjang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) menjadi perguruan tinggi kelas dunia sebagaimana dikutip beritasatu.com,  (27/6/22).

Dana Abadi Perguruan Tinggi hanya akan diserahkan pada perguruan tinggi yang telah berstatus PTNBH. Nadiem menyampaikan hal ini dikarenakan hanya PTNBH yang mampu mengelola dana abadi secara mandiri. PTNBH dianggap miliki regulasi, kemampuan, dan hak mengelola aset finansial secara independen. Sehingga Nadiem mendorong untuk perguruan tinggi yang belum berstatus PTNBH segera bertranformasi menjadi PTNBH.

Peningkatan kualitas pendidikan memang tidak lepas dari sumber pendanaan karena kualitas juga ditunjang oleh pendanaan yang memadai. PTNBH ini merupakan bentuk perguruan tinggi yang diharapkan mampu menjadi perguruan tinggi berkelas dunia didukung dengan pendanaan yang memadai.

Maka pemerintah pun mendukung program PTNBH ini dengan lebih meluaskan sumber pendanaan. Selain itu pemerintah mendorong untuk semakin menguatkan kolaborasi pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta mendukung pendanaan PTNBH ini karena kolaborasi ketiga sektor tersebut dianggap akan mendorong inovasi.

Memperkokoh Kapitalisme

Pemberian dana abadi perguruan tinggi hanya diserahkan pada PTBH untuk semakin mendorong PTNBH berkembang sesuai arahan pemerintah. Pemerintah pun mendorong PTNBH semakin menguatkan kerjasama antara bidang pendidikan dengan pihak swasta. Padahal secara langsung maupun tidak langsung ini akan membelokkan tujuan pendidikan.

Pendidikan yang sebenarnya merupakan sektor non-profit akan membelok ke sektor bisnis karena pendanaan dari swasta sejatinya untuk mengembangkan usaha masing-masing. Sehingga orientasi pendidikan lebih kepada orientasi pasar. Hasil riset dari penelitian pun dimanfaatkan oleh pemilik modal.

Dengan demikian, peran pemerintah sifatnya hanya sebagai regulator yang menjembatani intelektual menjadi konseptor dan pemilik modal sebagai eksekutor. Inovasi pun lebih kearah pemenuhan pasar. Mindset kapitalis, pendidikan hanya untuk kerja, uang, akan semakin mengakar pada generasi.

Pendidikan berbelok menjadi bidang yang menjembatani untuk memenuhi kebutuhan pasar. Para peserta didik pun masuk ke perguruan tinggi hanya untuk kerja. Di saat yang sama biaya kuliah juga cukup mahal. Sehingga orientasi lulus adalah untuk kerja dan balik modal.

Cita-cita pendidikan yang ingin menjadikan generasi cerdas iman dan taqwa serta mengabdi pada masyarakat tergerus karena kapitalistik pendidikan. Alhasil, banyak bermunculan kejahatan yang dilakukan oleh seorang yang secara pendidikan mendapatkan pendidikan tinggi, seperti koruptor, mafia pasar, predator seksual pada kalangan intelektual, dan kejahatan lainnya. Hal ini karena mindset pendidikan hanya diarahkan pada pendapatan materi.

Pendanaan Pendidikan dalam Islam

Islam memandang pendidikan merupakan tanggung jawab negara. Dalam Islam, negara berkewajiban memenuhi 3 kebutuhan pokok masyarakat yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Kebutuhan tersebut merupakan hak rakyat yang harus diberikan negara kepada rakyat secara cuma-cuma. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Imam adalah bagaikan penggembala dan dialah yang bertanggung jawab atas gembalaannya itu.” (HR Muslim).

Ijma’ sahabat menunjukkan wajibnya negara menjamin kebutuhan masyarakat tersebut. Khalifah Umar dan Utsman memberikan gaji kepada para guru, muadzin, dan imam sholat jamaah. Khalifah Umar memberikan gaji tersebut dari pendapatan negara (Baitul Mal).

Sejarah Islam pun telah mencatat kebijakan para khalifah yang menyediakan pendidikan gratis bagi rakyatnya. Sejak abad IV H para khalifah membangun berbagai perguruan tinggi dan berusaha melengkapinya dengan berbagai sarana dan prasarananya seperti perpustakaan. Setiap perguruan tinggi itu dilengkapi dengan “iwan” (auditorium), asrama mahasiswa, juga perumahan dosen dan ulama. Selain itu, perguruan tinggi tersebut juga dilengkapi taman rekreasi, kamar mandi, dapur, dan ruang makan (Khalid, 1994).

Sejarah yang lain juga menunjukkan para Khalifah membangun perguruan tinggi, perpustakaan, dan sarana prasarana penunjang pendidikan lainnya. Hal tersebut mampu diakses masyarakat dengan gratis.

Dengan demikian penanggung jawab utama dalam pendanaan pendidikan adalah negara. Negara pun harus memastikan rakyatnya mendapatkan pendidikan. Namun, Islam tidak melarang jika ada rakyat yang kaya mewakafkan hartanya di bidang pendidikan. Sehingga dengan Islam, rakyat akan memperoleh pendidikan formal yang gratis dari negara.

Sedangkan melalui inisiatif wakaf dari anggota masyarakat yang kaya, rakyat akan memperoleh pendidikan non formal yang juga gratis atau minimal murah untuk rakyat.

Pendidikan formal dalam sistem islam sepenuhnya diperoleh dari Baitul Mal (kas negara). Pos pendapatan Baitul Mal yang dapat digunakan membiayai pendidikan, yaitu: (1) pos fai` dan kharaj –yang merupakan kepemilikan negara– seperti ghanimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak); (2) pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).

Saat negara menjadi penyedia utama pendidikan, tujuan pendidikan akan terwujud, yaitu menciptakan generasi yang beriman dan bertaqwa kepada Allah serta menjadi pengisi peradaban. Keilmuan yang dimiliki murni untuk amal jariyah dan kemaslahatan bagi masyarakat.

Pendidikan menjadikan manusia semakin taat, beradab, dan dengan keilmuannya semakin dekat dengan umat. Riset digunakan untuk kebutuhan masyarakat bukan sekedar untuk pasar. Orientasi akhirat yang terwujud bukan orientasi pekerjaan, uang, atau jabatan. Sehingga dalam sejarah Islam banyak bermunculan ilmuan muslim yang berjasa besar dalam kehidupan manusia saat ini seperti Al-Khawarizmi, Imam Syafi’i, AlBattani, Abbas Ibnu Firnas, dan masih banyak lagi.

Memandang kondisi Indonesia yang kaya akan sumber daya alam serta hasil tambang, Indonesia sebenarnya mampu memberikan pendidikan maksimal kepada rakyat dengan gratis asalkan pengelolaan pos kepemilikan umum tersebut dikelola sesuai dengan Islam.

Pendidikan berkualitas dan murah akan terwujud jika sistem politik, ekonomi, dan pendidikannya di dasarkan pada syari’at Islam. Islam dijadikan dasar dalam peraturan dan pelaksanaan kehidupan bernegara sebagaimana terwujud di masa Rasulullah dan dilanjutkan masa Khalifah selanjutnya.Wallahu’alam.[]

Comment