Oleh: Rizka Adiatmadja, Praktisi Homeschooling
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Flexing merupakan perilaku pamer kekayaan di media sosial, dengan dalih berbagi inspirasi dan motivasi karena sukses berbisnis trading. Seyogianya itu adalah strategi marketing atau sebuah perangkap untuk memancing agar masyarakat tergiur Dan masuk ke dalam sebuah jebakan sistem.
Para crazy rich yang menjadi influencer sekaligus afiliator berdalih, mereka tidak memaksa para pengikutnya. Namun, iming-iming flexing mereka sukses membuat korbannya berbondong-bondong untuk berharap bisa mengikuti jejak hingga sejahtera dan berlimpah harta.
Namun bukan limpahan kekayaan yang didapatkan tetapi justru kesengsaraan berkepanjangan. Ada yang gila karena impian kaya tidak menjadi nyata, ada yang bunuh diri karena frustrasi dan depresi, pun ada yang menjadi gelandangan karena sudah tak punya lagi uang dan hunian untuk penghidupan.
Utang menumpuk ratusan juta sampai miliaran rupiah, masuk ke kantong afiliator sang penipu berkedok kemewahan.
Judi yang dikemas dengan istilah trading. Menciptakan fenomena buramnya masa depan generasi di tingkat genting. Sebab, menghalalkan segala cara menjadi trend, memaksakan diri agar terlihat terdepan dan modern. Tak peduli tentang kehalalan harta dan keberkahan, tak mau mengenal beratnya penghisaban. Bukankah kian banyak harta, akan semakin panjang pula pertanggung-jawabannya di Hari Hisab?
Dikutip okefinance (7/3/2022), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menduga bahwa banyak crazy rich yang melakukan pencucian uang dari investasi bodong Skema Ponzi.
Dugaan tersebut tidak serta merta begitu saja, tetapi melewati analisis yang dilakukan oleh PPATK terkait investasi ilegal dan pencucian uang. Teknis yang dilakukan para crazy rich dalam mencuci uangnya adalah dengan membeli barang-barang atau aset mewah.
Menurut Ivan Yustiapandana, Kepala PPATK, tak hanya dari investasi bodong semata yang terdeteksi ada pencucian dana, tetapi pembelian aset mewah yang belum dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa tempat para crazy rich membeli barang-barang tersebut.
Fenomena crazy rich ini semakin menjamur bahkan mereka bisa mendapatkan miliaran rupiah dengan cara instan dan membuat orang-orang yang melihat tergiur. Hakikatnya mereka sedang mempertontonkan ketamakan yang lahir dari karakteristik kapitalisme. Memamerkan harta, terlebih dari jalan yang tidak halal adalah perbuatan tercela. Sesungguhnya perilaku tersebut bertentangan dengan Islam.
“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.” (QS. Al-An’am: 44).
Sistem kapitalisme bergerak subur memberikan ruang-ruang bermuamalah yang tidak sesuai syariat. Sudah bisa dipastikan cara-cara subhat yang semakin tak terkendali di depan mata, karena hal haram saja dibungkus sedemikian rupa agar terasa lumrah adanya.
Dalam sistem perekonomian kapitalisme trading kripto memang dilegalkan, sekalipun menurut Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kemendag, aset kripto merupakan komoditi yang diperdagangkan di bursa berjangka, meskipun BI melarang aset kripto ini dijadikan mata uang, ia hanya alat investasi saja dan dapat diperjualbelikan. (Bareksa.com, 22/4/2022).
Bagaimana Islam memandang hal tersebut? Jawabannya tentu sebagai muslim kita harus tahu bahwa hukum asal sebuah perbuatan itu terikat dengan hukum syara’. Dikutip dari Muslimah News, pernyataan Syekh al-‘Alim Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah terkait pembahasan salah satu jenis kripto yaitu bitcoin, menurutnya pihak yang mengeluarkan bitcoin itu majhul, tidak ada yang menjamin, berpotensi untuk aktivitas gambling dan penipuan, riskan dan juga rawan dimanfaatkan untuk merampok kekayaan masyarakat. Oleh karena itu, tidak boleh memperjualbelikannya karena dalil-dalil syarak yang melarang jual beli semua komoditas yang majhul.
Selain itu, maraknya aset kripto telah memotivasi investasi-investasi bodong beraksi, alhasil untuk masyarakat yang sedang diguncang dengan kesulitan ekonomi akan mencobanya berulang-ulang. Bahkan hal tersebut digilai oleh generasi masa kini, dengan hanya menggunakan gawai, mereka bisa melakukan transaksi yang tak terbatas dengan santai.
Terlebih strategi marketing para afiliator yang begitu masif di media sosial. Pada akhirnya masyarakat berduyun-duyun menjual aset yang riil untuk mencoba hal-hal yang belum mereka pelajari secara total. Terlebih edukasi dari pemerintah pun tidak ada, hal-hal yang jelas-jelas majhul saja difasilitasi. Sehingga pijakan muamalah bukan lagi tentang halal dan haram, tetapi legal dan tidak legal menurut aturan sistem kapitalisme.
Tentu untuk memberantas perjudian modern yang terbungkus trading bodong ini, tak cukup hanya menangkap para afiliator–padahal para gembongnya masih leluasa meliarkan berbagai cara. Untuk menyelesaikan problematika krusial, tidak bisa hanya mencerabut dari ranting-ranting parsial, tetapi wajib mencabut akar secara mendasar dan integral.
Solusi terbaik adalah kembali kepada sistem Islam, karena hanya Islamlah yang bisa menuntaskan dari kacamata hakikat halal dan haram. Bukan semata legal dan tidak legal dalam lingkup negara, tetapi dalam pandangan Allah Aza wa Jalla.
Jika Islam yang memandu kehidupan manusia, tentu umat akan teredukasi bahwa pamer harta itu sia-sia, terlebih dari hasil menghalalkan segala cara yang menumpuk potensi dosa. Generasi pun tak akan memiliki mental yang miskin dengan ikut berlomba-lomba hanya sekadar ingin banyak harta. Sejatinya penghisaban menanti dengan segala konsekuensi.
Kita wajib memahami bahwa harta yang Allah berikan itu memiliki dua makna. Hal pertama, merupakan bagian dari keridaan-Nya. Harta harus menjadi sebuah jembatan ketaatan kita kepada Allah. Sehingga hal-hal tersebut bisa menjaga kita dari bermudah-mudah memamerkannya.
Hal kedua, harta bisa melalaikan seperti f yang tertuang PADA Surat Al-An’am ayat 44. Kesenangan duniawi yang melalaikan dan mengabaikan dari ketaatan kepada Allah.
Negara wajib menjadi pintu utama yang bisa menyeleksi berbagai bentuk bisnis yang bisa diadaptasi masyarakat. Jika bertentangan dengan hukum Allah, tentu itu harus dituntaskan dengan tegas. Ditutup dari akarnya agar tak melahirkan tunas-tunas yang tumbuh dengan liar dan merusak tatanan kehidupan manusia. Sebab, perekonomian yang lahir dari cara bermuamalah rusak serta haram, tidak akan melahirkan keberkahan dan kebahagiaan hakiki.Wallahu a’lam bishshawab.[]
Comment