Chaerini Noviyanti*: Ulama Dan Nasib Yang Kian Terancam 

Opini614 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Saat ini publik tengah dihebohkan dengan peristiwa penusukan yang menimpa ulama Indonesia asal Madinah, yaitu Syekh Ali Jaber. Syekh Mohammad Ali Jaber ditusuk orang tak dikenal saat berceramah di Masjid Falahuddin, Jalan Tamin, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Kota Bandar Lampung, Ahad (13/9) petang.Syekh Ali menderita luka tusuk dilengan kanan bagian atas (republika.co.id, 14/09/2020).

Sehari setelah itu, M Arif yang merupakan ketua imam Masjid Nurul Iman, Kelurahan Tanjung Rancing, Kecamatan Kayuagung, meninggal dunia di Rumah Sakit Muhammad Husein Kota Palembang. M Arif sebelumnya menjadi korban pembacokan saat sedang menunaikan ibadah Salat Maghrib (Tribunnews.com, 14/09/2020).

Dua peristiwa di atas semakin menambah daftar panjang tokoh-tokoh Islam yang mengalami penganiayaan, kriminalisasi, atau persekusi di Indonesia ini, negara dengan mayoritas masyarakat beragama Islam seharusnya menjadi wilayah yang aman bagi para ulama ataupun umat Islam yang lain dalam menjalankan ibadahnya maupun berdakwah menyampaikan Islam, tapi fakta berbicara lain.

Setelah banyaknya rentetan kasus tersebut, pemerintah dan penegak hukum yang seharusnya mengayomi seluruh elemen masyarakat seringkali tidak mengusut tuntas kasus dari akar hingga penyelesainnya secara berimbang dan transparan, namun dengan cepat dan mudah mengatakan pelaku mengidap gangguan jiwa. Ini membuat masyarakat khususnya umat Islam bertanya-tanya dan merasa geram. Belum lagi, media dengan sangat cepat memberitakan informasi yang belum tentu kebenarannya sehingga memunculkan kemarahan di jiwa masyarakat.

Misalnya pada kasus Syekh Ali Jaber di atas, dengan cepat dan mudah pelaku dikatakan gila setelah ada pengakuan dari pihak orang tua padahal belum melewati proses penyelidikan lebih lanjut dan belum ada kesaksian dari pihak ahli. Media pun memberitakan hal tersebut yang validitas informasinya belum terjamin benar.

Berbeda pada kasus lain yang menimpa pejabat pemerintah atau orang-orang yang pro terhadap rezim, pelaku dengan mudah dan cepat dicap radikal, ditangani serius, dan dijerat pidana. Misal pada kasus Wiranto, kepolisian menyebutkan, pelaku penyerangan terhadap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, diduga terpapar paham radikal ISIS. Polisi akan mendalami lebih lanjut hubungan pelaku dengan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) (republika.co.id, 10/10/2019).

Kenapa jika ulama yang menjadi korban pelaku seringkali di cap gila? Kenapa jika pejabat pemerintah yang menjadi korban dicap radikal? Kenapa Islam yang selalu dijatuhkan? Apa yang sebenarnya terjadi?

Semua ini terjadi akibat sistem suram yang diterapkan negara Indonesia saat ini yaitu sistem Sekuler-Kapitalisme yang menjauhkan agama dari kehidupan, agama tak diberi ruang untuk menjadi dasar masyarakat dalam mengatur seluruh urusan hidupnya dan bagi ulama yang menyuarakan kebenaran dan kebangkitan Islam akan ‘dihabisi’ demi menjaga kepentingan para elit kapitalis.

Sungguh sangat miris, bagaimana bisa ulama yang merupakan pewaris para nabi yang menyampaikan kebaikan Islam untuk menyelamatkan generasi dan bangsa ini dari lilitan permasalahan yang kian hari menyesakkan masyarakat dianiaya dan dikriminalisasi?

“Sungguh ulama adalah pewaris para nabi. Dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Akan tetapi mereka hanya mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka ia telah mendapatkan bagian terbanyak (dari warisan para nabi).” (H.R. Tirmidzi).

Kebijakan sertifikasi da’i yang belum lama ini dikeluarkan oleh Kementerian Agama nyatanya tidak bisa melindungi para da’i atau ulama Indonesia. Bangsa ini butuh ketenangan dan kedamaian agar kasus serupa tak terus terulang terjadi hingga menimbulkan konflik dimasyarakat.

Tak cukup hanya pernyataan atau kecaman terhadap pelaku dari para pejabat pemerintah, tapi bangsa ini butuh suatu sistem yang dapat mewujudkan suasana kondusif bagi siapa saja menyampaikan kebenaran, terkhusus para ulama yang menjadi harta berharga kaum Muslim. Sistem apa yang dapat mewujudkan kondisi ini?

Setelah Nabi Muhammad saw diutus menjadi Rasul, beliau terus berdakwah menyampaikan Islam meskipun kekuasaan Quraisy saat itu mencaci, menganiaya, bahkan membuat siasat untuk membunuh Nabi Muhammad dan para pengikutnya, hingga akhirnya Nabi Muhammad berhasil mendirikan sebuah sistem pemerintahan berdasar Islam yang disebut Daulah Islam di Yastrib (Madinah) maka berakhir sudah penganiayaan Quraisy terhadap kaum Muslim.

Oleh karena itu, untuk menciptakan suasana kondusif di dalam sebuah negara,  kita perlu mengikuti apa yang dicontohkan oleh teladan terbaik sepanjang masa umat ini, Nabi Muhammad saw.[]

*Mahasiswi Pakuan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB), Bogor

 

Comment