Foto ilustrasi/ist |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Kebahagiaan dalam sebuah pernikahan (rumah tangga) dapat diukur dari upaya keras yang dilakukan pasangan suami isteri untuk dapat mewujudkan terciptanya rumah tangga yang harmonis. Sakinah, mawaddah, warahmah (SAMARA).
Di antaranya dengan memiliki pengetahuan tentang pasangannya, pelihara rasa dan kagum, saling menghormati, saling mencintai, saling mendekati, menerima hal-hal yang baik dari pasangannya serta menciptakan makna kebersamaan dan komunikasi yang luas antara dua pasangan tersebut.
Setiap pasangan pastinya menginginkan kebahagiaan dalam berumahtangga. Untuk mewujudkan ke arah yang diinginkan, pastinya tidaklah mudah. Butuh kerja ekstra keras dan kerjasama yang baik di antara pasangan.
Selain itu, harus ada pula upaya dan kesadaran dari pasangan suami isteri untuk membuang ‘ego pribadi’ masing-masing agar dapat bekerjasama dalam mengarungi kehidupan rumah tangganya.
Ego akan berdampak kepada pasangan suami-isteri yang menjadi penyebab kegagalan mencapai kebahagiaan dalam pernikahan yang bisa jadi secepat kilat memutuskan hubungan yang sudah terjalin saat pertama kali mengucap janji dalam pernikahan.
Problematika seperti ini seharusnya dapat dihindari, jika masing-masing pasangan dapat menghilangkan “ego pribadi” untuk dapat membawa pasangannya kepada kebahagiaan yang dijanjikan Allah SWT.
Persoalan yang sering terjadi di dalam kehidupan berumahtangga seperti kesulitan ekonomi, perbedaan watak, kepribadian, ketidakpuasan dalam hubungan seks, kejenuhan rutinitas yang dihadapi. Selain itu, adanya hubungan antara keluarga besar yang kurang baik. Juga orang ketiga, baik WIL (Wanita Idaman Lain) atau PIL (Pria Idaman Lain).
Menurunnya perhatian pasangan, bisa terjadi salah satunya dominasi dan intervensi orang tua/mertua, kesalahpahaman antara kedua belah pihak, poligami, dan lainnya.
Dari masalah yang sering muncul dalam rumah tangga, yaitu kesalahpahaman, komunikasi yang menyebabkan pasangan tersinggung dan memicu terjadinya perceraian. Kesalahpahaman itulah yang terkadang pasangan tidak mau membuka komunikasi dengan pasangannya, yang kemudian menimbulkan miss komunikasi di antara keduanya.
Tanpa disadari, keadaan seperti inilah yang justru akan membuat mereka sulit dalam menghadapi problem apapun yang terjadi dalam rumah tangga.
Komunikasi intensif oleh kedua pasangan akan memunculkan saling keterbukaan serta suasana keluarga yang nyaman. Allah SWT juga memerintahkan kepada suami isteri untuk selalu berbuat baik di antara keduanya.
Melalui komunikasi yang intensif dan baik, maka sikap dan perasaan pasangan dapat dipahami pasangan lainnya. Komunikasi hanya akan efektif bila pesan yang disampaikan oleh pasangan kita dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut.
Pernikahan yang bahagia tidak melulu hanya diwarnai terpenuhinya kebutuhan primer dan sekunder dalam berumah tangga, namun juga dapat dilihat dan dirasakan cara berkomunikasi yang berlangsung di dalamnya.
Dan membangun komunikasi interaksi yang positif dapat dilakukan dengan melakukan hak dan kewajiban masing-masing pasangan dengan penuh kasih sayang, penuh keharmonisan dan penuh tanggung jawab.
Hal yang disukai dan yang dibenci pasangan, saling menghormati pendapat pasangan, menyebarkan ketentraman serta menumbuhkan suasana sehat dalam kehidupan berumah tangga harus terus dilakukan dan ditumbuhkan, agar kehidupan rumah tangga menjadi kehidupan yang diinginkan. Wallahua’lam.[]
Cecep Y Pramana | Twitter/IG/LINE: @CepPangeran | LinkedIn: Cepy Pramana | Google+: CecepYPramana | Email: pangeranpram@gmail.com
Comment