Cara Instan Mendapat Kekayaan, Bagaimana Islam Memandang?

Opini726 Views

 

 

Oleh : Khansa Mustaniratun Nisa, Mentor Kajian Remaja

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA –Kurang lebih dua tahun belakang ini sebutan Crazy Rich sangatlah populer. Istilah ini disematkan kepada orang-orang yang memiliki kekayaan luar biasa dan setiap aktivitas foya-foya, berbagi atau apapun itu selalu diunggah ke media sosial.

Dua crazy rich yang viral saat ini terbukti hasil kekayaannya yang melimpah ruah itu dihasilkan dari jalan yang tidak aman alias haram. Permainan judi berkedok investasi yang mereka iklankan kini sukses membuat banyak orang tergiur hingga akhirnya tertipu. Begitulah judi, menang ketagihan, kalah penasaran. Terus menerus hingga akhirnya lupa diri.

Beralih ke kasus lain tapi dengan pola yang sama, yaitu perkara arisan fiktif yang diduga menyebabkan kerugian hingga mencapai Rp21 miliar. Pelaku yang membuat arisan fiktif tersebut seringkali memasang status kehidupan mewahnya di media sosial.

Hal itu dilakukan untuk menarik perhatian para korbannya. Alhasil, korban arisan fiktif ini diduga mencapai 150 orang dan tak hanya di wilayah Sumedang dan Kabupaten Bandung saja, tapi juga hingga kawasan Bandung dan Cianjur. (regional.kompas.com, 09/03/2022).

Dapat kita lihat dari dua kasus di atas yang memakan banyak korban, perkara ingin cepat kaya dengan cara instan memang menggiurkan. Fenomena ini dimanfaatkan segelintir pihak untuk mencari keuntungan. Cukup bermodal smartphone kemudian unggah kekayaan dan foya-foya guna mempengaruhi orang agar ikut aplikasi trading ataupun arisan dengan nominal yang besar.

Mengapa banyak yang tergiur? Tentu semua tak luput dengan keadaan saat ini yang serba sulit. Kebutuhan pokok sehari-hari mahal sementara pekerjaan sulit di dapat. Kalaupun bekerja, uang yang di dapat sering kali tak cukup untuk memenuti kebutuhan hingga satu bulan ke depan.

Belum lagi sifat dasar manusia yang memang suka dengan kemewahan dan serba ingin terpenuhi semua keinginannya. Gaya hidup yang tiada habisnya, kendaraan dan elektronik yang kian hari kian canggih sungguh sangat tertarik untuk dimiliki. Sayangnya, semua berseliweran begitu saja tanpa ada alarm yang mengingatkan bahwa semua itu hanyalah hawa nafsu belaka dan tak akan dibawa mati.

Bila dicermati, semua hal ini disebabkan oleh sistem yang bercokol saat ini, yakni kapitalisme yang menjadikan kekayaan sebagai tolak ukur kesuksesan dan kebahagiaan.

Di sisi lain, sistem ini tidak mampu menjamin kesejahteraan masyarakat sehingga tak sedikit yang mencari jalan pintas bahkan terlarang untuk mendapatkan kekayaan melimpah.

Dua produk kapitalisme yaitu sekuler dan liberal telah berhasil merusak masyarakat saat ini. Sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah membutakan segalanya. Liberal yang serba bebas pun menabrak semua aturan agama. Tak peduli halal atau haram, yang penting semua bisa didapatkan.

Hal ini tentu berbanding terbalik dengan Islam. Islam tak melarang jika seseorang ingin kaya. Hanya saja Islam memiliki aturan bagaimana harta yang didapatkan itu harus melalui jalan yang halal. Allah Ta’ala berfirman :

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” (TQS al-Qashash: 77).

Selain itu, negara yang menerapkan aturan Islam akan menutup peluang-peluang kerusakan -sebagaimana saat ini terjadi- dengan cara menjamin setiap kebutuhan pokok umat terpenuhi.

Pendidikan, kesehatan dan hak umat lainnya akan didapat dengan cara gratis. Dengan demikian, tak ada lagi celah bagi umat untuk tergiur cara haram mendapat kekayaan instan, bahkan promosinya pun tak akan tayang.

Semua ini dilakukan negara atas dasar menjaga aqidah agar umat selalu berada di jalan yang Allah ridhai. Karena standar kebahagiaan bagi umat Islam adalah ketika kita berhasil meraih ridha Allah Ta’ala. Wallahu a’lam bish shawab.[]

Comment