Buruknya Kualitas Udara Di Jakarta, Islam Punya Solusi

Opini107 Views

 

Penulis: Luthfiah Jufri, S.Si, M.Pd | Komunitas Muslimah Hijrah Polewali Mandar

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Polusi udara di Ibu kota (Jakarta) kian memprihatinkan. Tanpa hujan tutupan awan, Jakarta terukur memiliki kualitas udara terburuk di dunia pada pagi ini, Sabtu 30 September 2023.

Dikutip dari laman berita Tempo.co.id, situs IQAir mengukur indeks kualitas udara Jakarta untuk parameter PM2,5 termasuk golongan tidak sehat, yakni sebesar 166 atau tertinggi di antara kota-kota besar di dunia.

Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara seperti ditulis laman republika.co.id (25/9/2033), IQAir pada pukul 06.53 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada di angka 129 atau masuk dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2,5 dan nilai konsentrasi 47 mikrogram per meter kubik.

Kualitas udara di Jakarta menduduki posisi keenam sebagai kota dengan udara terburuk di dunia pada Senin (25/9/2023) setelah Vietnam-Hanoi di angka 129, lalu Qatar di angka 132 , Delhi-India di angka 154, Baghdad-Iraq dan Karachi-Pakistan di angka 188.

Angka itu menunjukkan kualitas udara yang tidak sehat bagi kelompok sensitif karena dapat merugikan manusia ataupun kelompok hewan dan bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan.

Adapun dampak kesehatan akibat pencemaran udara ini, begitu besar, antara lain asam bronkial, brokopneumonia, ISPA, pneumonia, jantung koroner, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), hingga kanker nasofaring.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menyelesaikan persoalan ini namun masih saja jalan di tempat. Misalnya mulai dari pembuatan transportasi massa berteknologi tinggi, penanaman pohon, pembuatan taman, kebijakan uji emisi kendaraan bermotor, kebijakan larangan membuang limbah beracun, kebijakan pajak karbon, hingga upaya pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan dan kebijakan terbaru WFH untuk mengurangi polusi.

Namun, hasilnya masih nihil. Walau sudah ada penetapan larangan membuang limbah beracun namun masih ada perusahaan, pabrik Industri yang membuang limbah bahkan terus beroperasi. Industri-industri ini juga kebanyakan berada di tengah pemukiman dan menjadi polusi bagi masyarakat.

Begitu pula WFH yang hanya diterapkan pada ASN, tetapi tidak tegas pada pegawai swasta, padahal mobilitas pekerja pabrik swasta jauh lebih besar dari ASN. Walhasil, tetap saja terjadi polusi karena mobilitas pegawai swasta kebanyakan menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil.

Menelisik berbagai upaya yang mandul dalam menyolusi urusan polusi, sejatinya semua ini berpangkal dari kebijakan kapitalistik. Kebijakan kapitalistik ditandai dengan eratnya hubungan penguasa dan pengusaha sehingga seluruh kebijakannya cenderung pro pengusaha, bahkan dikendalikan pihak swasta.

UU Omnibus Law Cipta Kerja yang sangat menzalimi rakyat, misalnya. Salah satunya terkait Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Jika dalam UU 32/2009 Amdal menjadi syarat bagi pengusaha untuk melakukan usahanya, tetapi dalam UU Cipta Kerja, syarat itu dihilangkan.

Selain itu, kebijakan kapitalistik ditandai dengan fungsi negara hanya sebagai regulator, sedangkan seluruh urusan rakyat diserahkan ke swasta, termasuk urusan polusi. Alhasil, yang akan mendapatkan udara bersih hanyalah segelintir elite sedangkan sisanya, yakni mayoritas rakyat, harus hidup dengan udara kotor yang penuh dengan risiko penyakit.

Terlihat pembangunan real estate yang udaranya bersih, hanya bisa dihuni oleh segelintir elite. Masyarakat Jakarta pada umumnya harus pasrah dengan hidup berdempet-dempetan, dan penuh polusi. Inilah jika persoalan rakyat diserahkan kepada swasta yang jelas berwatak kapitalistik.

Dalam Islam, negara memiliki regulasi yang pro rakyat dan dengan tegas memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar. Kebijakan yang pro rakyat ini ditandai dengan larangan penguasaan harta milik umum oleh swasta sebab harta tersebut milik rakyat. Negaralah yang akan mengelola dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat.

Penguasanya tidak akan takut kepada selain Allah Swt. karena rida-Nya adalah satu-satunya motivasi dalam upaya memegang amanah mengurusi umat.

Umat bersama penguasa bahu-membahu membangun kehidupan yang bersih dan bebas polusi. Ini karena Allah Swt. memerintahkan umatnya untuk senantiasa menjaga lingkungan tempat mereka hidup.

Dengan begitu, ia mampu menjalankan amanah di bumi ini, yaitu beribadah kepada Allah Taala. “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”(TQS Adzariat; 56). Wa’allahu’alam biishowab.[]

Comment