Penulis: Yurfiah Imamah | Pemerhati Keluarga, Perempuan dan Generasi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kasus bullying di kalangan remaja kembali terjadi. Mirisnya tindakan bullying yang dilakukan sengaja direkam hingga tersebar di media sosial. Dalam video yang beredar, tampak pelaku meminta seorang anak laki-laki membuka aplikasi WhatsApp di ponselnya.
Namun karena tidak dituruti, pelaku melakukan perundungan dengan memukul kepala korban dengan botol kaca. Akibatnya, korban yang terluka lalu menangis. Video itu viral dan dibagikan ulang melalui media sosial, salah satunya lewat akun X atau Twitter. Sabtu (27/4/2024).
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono menyatakan, data pengaduan KPAI menunjukkan kekerasan anak pada awal 2024 sudah mencapai 141 kasus. Dari seluruh aduan itu, 35 persen di antaranya terjadi di lingkungan sekolah atau satuan pendidikan.
Dampak dari kasus perundungan ini mengakibatkan trauma berkepanjangan bahkan berujung bunuh diri pada korban.
Sepanjang awal 2024, Aris mengatakan ada 46 kasus anak mengakhiri hidup. Dari total kasus itu, 48 persen di antaranya terjadi di satuan pendidikan atau anak korban masih memakai pakaian sekolah.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar satuan pendidikan (sekolah) benar-benar menerapkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 untuk mencegah perilaku perundungan di lingkungan pendidikan.
Dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan itu diatur bahwa satuan pendidikan harus memiliki Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) yang mampu menghadirkan tim TPPK yang mumpuni, melakukan asesmen awal anak sejak mulai mendaftar sekolah, memiliki kode etik bekerja dengan para korban, saksi, dan pelapor dalam rangka menghadirkan rasa aman, nyaman, dan terlindungi.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf menilai, Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 belum mengatur pemberian sanksi tegas atas pelanggaran. Sebab itu, dia mendukung adanya revisi Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP) itu.
Berbagai alasan dan faktor, termasuk urusan hak asasi manusia (HAM), guru kini terkesan mengabaikan kenakalan siswa. Dede menyebutkan, banyak guru enggan memberikan sanksi disiplin kepada siswa karena takut dilaporkan ke pihak berwajib oleh orang tua murid.
Upaya pencegahan bullying dari tahun ke tahun tidak membuahkan hasil. Justru yang ada tindakan bullying semakin meluas bahkan berujung pada kematian. Hal yang lebih menyedihkannya lagi bagi pelaku perundungan merasa tidak ada rasa penyesalan justru merasa bangga terhdap tindakan itu dengan merekam dan menyebarluaskannya.
Apa yang terjadi pada Generasi ini?
Banyaknya prilaku remaja yang jauh dari adab dan moral serta menganggap keren atas tindakan kekerasan, tawuran dan kata-kata umpatan yang keluar disebabkan oleh minimnya penanaman aqidah Islam dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Sehingga kebebasan dalam berekspresi dan bertingkah laku menjadi gaya hidup para remaja.
Ditambah lagi dengan kurikulum yang jauh dari terbentuknya kepribadian Islam pada diri remaja, dan minimnya pelajaran agama Islam dengan memprioritaskan setiap siswa mengejar target kurikulum dan ujian kenaikan kelas.
Di sisi lain, kurangnya pengajaran Islam oleh para orang tua sebagai pendidik pertama generasi sebelum sekolah, juga menjadi penyebab terbentuknya generasi amoral. Juga adanya tayangan media yang menampilkan kekerasan seperti game online, konten-konten atau film yang pada akhirnya ditiru dan dipraktekkan oleh remaja.
Belum lagi masyarakat yang terus ditakut-takuti dengan isu ‘Islam radikal’ di kalangan pelajar. Padahal banyak pelajar yang mereka tuding terpapar radikalisme adalah mereka yang taat beribadah, menutup aurat dengan rapi dan sopan, berakhlak mulia, bahkan banyak yang berprestasi.
Buah Dari Sekularisme
Sejatinya remaja atau generasi telah lama dirusak dari segala penjuru. Sekularisme yang memisah agama dari kehidupan termasuk didalamnya liberalisme atau kebebasan menjadikan perundungan terus terjadi.
Kerusakan remaja pun terus terjadi secara sistemik disebabkan oleh sistem pendidikan sekuler, pergaulan bebas, sistem informasi yang jauh dari penjagaan terhadap remaja dan sistem hukum yang jauh dari efek jera dan ketidakadilan. Itu semua merupakan dampak penerapan sistem sekularisme di negeri ini.
Islam Mengatasi Bullying
Berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme, sistem Islam yang menjadikan aqidah sebagai asas, memiliki aturan yang sangat sempurna dan komprehensif.
Dalam Islam kerusakan remaja bukan hanya menjadi tanggung jawab keluarga dan lingkungan masyarakat. Negara juga memiliki andil dan peran yang sangat besar mewujudkan generasi tangguh berkepribadian Islam sehingga senantiasa menjauhkan diri dari tindakan kekerasan termasuk perundungan/bullying.
Islam mewajibkan Pendidikan pertama kali dibentuk oleh orang tua khususnya ibu agar anak mengenal aqidah Islam, yaitu mengenal Allah SWT sebagai Pencipta dan Pengatur manusia dalam kehidupan. Sehingga anak menjadi generasi yang bertaqwa kepada Allah SWT.
Selain itu terbentuknya suasana keimanan di lingkungan masyarakat menjadi penguat ketaqwaan bagi generasi. Dengan saling menasehati dalam kebenaran hingga terbentuk lingkungan yang kondusif bagi keberlangsungan hidup generasi.
Juga pendidikan yang memiliki tujuan membentuk kepribadian Islam pada diri remaja dengan adanya kurikulum yang berlandaskan pada Islam.
Negara menjaga agama dan moral, serta menghilangkan setiap hal yang dapat merusak dan melemahkan aqidah serta kepribadian kaum muslim, seperti peredaran minuman keras, narkoba, termasuk berbagai tayangan media yang merusak.
Dalam Islam, negaralah satu-satunya institusi yang secara sempurna dapat melindungi generasi dan mampu mengatasi bullying.
Rasulullah saw. bersabda :
“Imam (kepala negara) itu adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang ia urus.” (HR Muslim dan Ahmad).
Wallahu a’lam.[]
Comment