Bukan Bunuh diri, Jadilah Manusia Bermental Bangun, Bangkit dan Bertahan

Opini225 Views

 

 

Penulis : Rizki Utami Handayani, S.ST | Pengajar di Ma’had Pengkaderan Da’i Cinta Quran Center

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Di saat banyak orang yang mendamba sehat dan berumur panjang berupaya sedemikian rupa agar bisa hidup dengan layak dan sejahtera, ternyata disisi lain kita temui orang-orang yang mengambil jalan pintas memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan berbagai alasan.

Jumlah mereka, kian hari kian bertambah. Mereka mengira dengan bunuh diri masalah bisa selesai. Padahal sejatinya, bagi manusia beriman yang meyakini ada kehidupan setelah kematian tentu bunuh diri bukanlah solusi. Karena pertanggung-jawabannya teramat berat di hadapan Sang Pencipta Allah SWT, yang telah memberikan kehidupan.

Jika kita melihat data sungguh mencengangkan. Seperti yang dilansir oleh tribunnews, WHO merilis data bahwa angka bunuh diri di seluruh dunia mencapai 700.000 kasus.

Kementrian Kesehatan RI mengatakan bahwa penyebab bunuh diri adalah karena depresi. Depresi merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup serius. WHO menyatakan bahwa depresi berada pada urutan nomor 4 penyakit di dunia, dan diprediksi akan menjadi masalah gangguan kesehatan yang utama.

Bunuh diri menjadi isu kesehatan masyarakat serius saat ini. Angka bunuh diri lebih tinggi pada usia muda. Di Asia Tenggara, angka bunuh diri tertinggi terdapat di Thailand yaitu 12.9 (per 100.000 populasi), Singapura (7,9), Vietnam (7.0), Malaysia (6.2), Indonesia (3.7), dan Filipina (3.7).

Perilaku bunuh diri (ide bunuh diri, rencana bunuh diri, dan tindakan bunuh diri) dikaitkan dengan berbagai gangguan jiwa, misalnya gangguan depresi. Gejala depresi, misalnya merasa tidak berguna, tidak ada harapan atau putus asa merupakan faktor risiko bunuh diri.

Sebanyak 55% orang dengan depresi memiliki ide bunuh diri. Indonesia darurat bunuh diri. Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri), ada 971 kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang periode Januari—Oktober 2023. Angka tersebut sudah melampaui kasus bunuh diri sepanjang 2022 yang jumlahnya 900 kasus. (Katadata, 18-10-2023).

Akhir-akhir ini kasus bunuh diri di kalangan pemuda dan mahasiswa, bahkan anak-anak kembali menyeruak. Dari mulai perilaku bunuh diri karena tidak bisa memenuhi ekspektasi orang tua hingga masalah asmara menjadi alasan. Berbagai cara ditempuh untuk mengakhiri hidup, mulai dari menenggak racun, gantung diri, menyayat nadi, hingga menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. Faktor yang melatarbelakangi memang erat kaitannya dengan kondisi jiwa yang depresi.

Banyak hal yang mengakibatkan seseorang hingga sampai pada fase depresi. Berawal dari stres, depresi ringan, hingga depresi berat sampai akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidup yang dianggap terlalu berat untuk dijalani. Seolah-olah menjadi tren di kalangan anak muda seperti bullying, self harm hingga bunuh diri. Bahkan ada yang disebut dengan istilah copycat suicide, yaitu perilaku meniru kasus bunuh diri yang terjadi sebelumnya. Kasus demi kasus seringkali menjadi pemberitaan, potret generasi rapuh yang menjadi pekerjaan rumah kita bersama untuk ditangani.

Setiap tanggal 10 September diperingati sebagai Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia. Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia bertujuan untuk memasukkan isu ini ke dalam agenda global dan regional, namun juga berupaya untuk menunjukkan bahwa tindakan harus diambil secara lokal dan tindakan ini dimulai dari Anda dan saya.

Setiap 3 tahun tema yang diangkat berbeda. Sebagai contoh di tahun 2021-2023 mengangkat tema Menciptakan Harapan Melalui Tindakan. Berbagai macam upaya sudah dilakukan dalam rangka penyadaran ke tengah-tengah masyarakat agar menyadari dan peka terhadap lingkungan sekitar, senantiasa menjaga kesehatan mental. Berbagai event dibuat, seminar, talkshow, konseling secara langsung bahkan konseling melalui media sosial atau melalui hotline kesehatan jiwa dari kementrian kesehatan. Tapi nampaknya masalah ini belum terlihat akan selesai.

Maraknya kasus bunuh diri di kalangan pemuda harus ditelusuri akar masalahnya. Tentu ada banyak faktor, internal dan eksternal, yang tentunya cukup kompleks, diantaranya kurikulum yang padat, gaya hidup modern, dan ketahanan mental yang rapuh hingga pola asuh orang tua. Hal yang tidak kalah penting adalah terkait konsep kehidupan yang sudah jauh dari agama. Faktor utamanya ialah penerapan sistem sekuler kapitalisme yang gagal mewujudkan generasi kuat dan tangguh.

Banyak anak muda yang sudah tidak lagi mementingkan agama dan menganggapnya sekadar urusan pribadinya dengan tuhan bukan untuk mengatur bagaimana seharusnya kehidupan. Belum lagi yang menganggap semua agama sama saja.

Bagaimana bisa kita tidak menyertakan Sang Pencipta dari kehidupan, seharusnya kita menyadari bahwa Al Khalik (Pencipta) juga sekaligus Al Mudabbir (Maha Pengatur). Al-Quran berfungsi sebagai syifa atau obat untuk menyembuhkan penyakit fisik maupun rohani.

Dalam Al-Quran banyak sekali yang menjelaskan tentang kesehatan. Ketenangan jiwa dapat dicapai dengan mengingat Allah. Rasa taqwa dan perbuatan baik adalah metode pencegahan dari rasa takut dan sedih.

Jika Islam diterapkan secara kaffah maka memberi perlindungan atas nyawa manusia, menjaga fitrah manusia serta menjamin kebutuhan hidup rakyatnya. Islam memiliki berbagai mekanisme untuk mewujudkan lingkungan yang kondusif untuk menjaga kesehatan mental rakyat. Dari mulai individu yang harus selalu terkoneksi dengan Sang Pencipta, keluarga yang senantiasa terkoneksi satu sama lain antar anggotanya, masyarakat yang peka terhadap permasalahan sekitarnya termasuk sistem pendidikan Islam tercermin dengan sekolah yang di dalamnya diterapkan kurikulum Islami sehingga peserta didik terhindar dari depresi, dan yang tak kalah penting adalah peran negara.

Pengaruh media sosial terhadap aksi kejadian bunuh diri sangatlah erat, konten negatif yang bisa mempengaruhi perilaku menjadi hal yang perlu diperhatikan. Seperti yang dilansir di dalam artikel muslimahnews, hal ini membutuhkan peran negara dalam upaya melakukan kontrol dan pengawasan terhadap media  menyebarkan informasi dan tontonan.

Melalui media, negara harus menciptakan dan memelihara suasana iman, tontonan yang menuntun pada ketaatan, bukan yang mengarah pada kemaksiatan. Walhasil, peran negara sebatas membatasi akses konten, tetapi akar masalahnya, yakni pemikiran dan gaya hidup kapitalisme sekuler, justru tidak dihilangkan. Sedangkan akibat gempuran pemikiran inilah generasi kita memiliki mental dan kepribadian rapuh dan lemah. Mereka kerap dijejali dengan kesenangan sesaat hingga lupa cara menjalani hidup dan menyelesaikan masalah dengan cara pandang Islam.

Jika dilihat dari segi hukum Islam, bunuh diri termasuk salah satu dosa besar. Allah berfirman dalam Al Quran sebagai berikut, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An Nisa: 29-30).

Nabi Muhammad SAW juga menyampaikan, “Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, ia akan di adzab dengan itu di hari kiamat” (HR. Bukhari no. 6105, Muslim no. 110).

Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk bagaimana menjaga kesehatan mental. Semoga di masa yang akan datang generasi muda kaum muslimin bisa lebih tangguh dan kuat mental.

Seorang ahli geostrategis, Ustadzah Dr.Fika Komara dalam bukunya “Sang Pembebas”, seharusnya generasi ini memiliki mental bangun, bangkit dan bertahan.[]

Comment