Bersikap Dan Memuliakan Ulama

Opini661 Views

 

Oleh : Triana Nur Fausi, Pegiat Literasi dan Anggota Komunitas Penulis Peduli Umat

___________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA- Beberapa waktu lalu sempat viral seorang komika menghina ulama. Dikutip dari CNN Indonesia, beredar video yang viral di media sosial cuplikan video komika yang diduga menghina eks Imam Besar FPI, Rizieq Shihab.
Dalam video itu terlihat Komika tersebut sedang membawakan sebuah acara yang diiringi oleh alunan musik dari DJ perempuan. Komika tersebut kemudian melontarkan pernyataan saat musik berhenti sejenak. (www.cnnindonesia, 17/10/2021).

Kasus penghinaan kepada ulama dan juga tentang Islam oleh komika/pelawak tidak hanya terjadi kali ini saja, sebelumnya juga pernah terjadi penghinaan yang dilakukan oleh komika kepada ulama seperti Ustadz Abdul Shomad dan juga Ustadz Adi hidayat.

Hal ini menjadi perhatian masyarakat Indonesia, karena Indonesia terkenal mayoritas penduduknya muslim dan tidak seharusnya ulama mengalami penghinaan di negeri yang mayoritas muslim. Inilah potret sekulernya negeri ini yang membiarkan ulama dan juga ajaran Islam dijadikan bahan tertawaan.

Siapa Ulama itu?

Kata ulama berasal dari bahasa Arab, bentuk jamak dari kata ‘aalim yang artinya adalah orang yang berilmu, sehingga kata Ulama memiliki arti orang-orang yang mempunyai ilmu baik itu mengenail ilmu agama atau suatu bidang ilmu tertentu, sehingga makna sebenarnya dalam bahasa Arab kata ulama itu adalah ilmuwan, atau peneliti. Ibnu Qayyim dalam kitab I’lamul muwaqqi’in membatasi bahwa yang termasuk ulama adalah orang yang pakar dalam hukum Islam, yang berhak berfatwa di tengah-tengah manusia, yang menyibukkan diri dengan mempelajari hukum-hukum Islam kemudian menyimpulkannya, dan yang merumuskan kaidah-kaidah halal dan haram.

Sementara dalam kitab Jami’ul Bayan karangan Ibnu Jarir ath-Thabari dijelaskan bahwa yang dimaksud ulama adalah seorang yang Allah Swt jadikan sebagai pemimpin atas umat manusia dalam perkara fiqih,ilmu agama dan dunia. Sehingga pada masyarakat seorang ulama seringkali dikenal sebagai seorang pemuka agama yang mereka mengerti mengenai ilmu agama Islam.

Oleh karena itu mereka dijadikan sebagai tempat rujukan umat Islam dalam menyelesaikan persoalan tentang agama, sosial, politik dan masalah-masalah lain di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Ulama adalah orang yang paling takut kepada Allah sehingga dengan rasa takutnya ini, ulama menaati perintah Allah dan menjauhi laranganNya serta berupaya agar hukum Allah tegak.
“….. sesungguhnya golongan yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya ialah para ulama’ Sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi maha Pengampun” (QS.al-fathir : 28).

Para ulama juga merupakan pewaris para nabi karena mereka yang menjaga Syariat Islam agar tetap terjaga serta memberikan petunjuk kepada umat dengan aturan Islam.

Sebagaimana tertuang dalam hadist “Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para Nabi” (HR,Abu Daud dan At-Tirmidzi). Dan sudah menjadi tugas Ulama untuk berdakwah menegakkan amar ma’ruf nahyi mungkar, menunjukkan kebenaran serta kebathilan sesuai Syariat Islam, serta melakukan koreksi terhadap penguasa yang menyalahi hukum Allah.

Sehingga jika saat ini ada ulama yang tegas mengoreksi penguasa atau hal-hal yang tidak sesuai dengan syariat maka tidak perlu diintimidasi atau dihina, karena kebiasan mengoreksi sesuatu yang tidak sesuai dengan Islam adalah kebiasaan ulama terdahulu.
Adapun sikap kepada ulama adalah sebagai berikut :

1. Memuliakan ulama

Seorang muslim hendaknya memuliakan para ulama karena derajat ulama ditinggikan oleh Allah Swt sebelum dimuliakan manusia, karena rasa takut mereka kepada Allah dan kedalaman Ilmu yang mereka miliki. Sebagaimana firman Allah “Niscaya Allah meninggikan orang beriman di antaramu dan orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-mujadalah:11)

2. Tidak merampas hak ulama dengan menjelek-jelekkannya

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ubadah bin al-Shamit bahwa Rasulullah bersabda “Bukanlah dari golongan umatku orang tidak menghormati orang yang lebih besar di antara kami, tidak menyayangi anak kecil kami, dan tidak mengetahui hak ulama kami.” (HR Ahmad dan Thabrani)

3. Tidak merendahkan/menghina ulama

Merupakan sebuah kebiasaan orang kafir dan munafik merendahkan orang yang beriman, dan ulama adalah orang yang beriman. Sebagaimana firman Allah Swt “Kehidupan dunia dijadikan indah dalam andangan orang-orang kafir dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka pada hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendakiNya tanpa batas.” (QS.Al-baqarah:212)

4. Tidak memusuhi ulama

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, bahwa Rasulullah bersabda, “Seseungguhnya Allah berfirman, barangsiapa memusuhi waliKu maka aku umumkan perang kepada mereka.

Kata wali dalam hadist diatas adalah ulama yang mereka taat beribadah kepada Allah Swt dengan menjalankan syariat Islam.

Sudah seharusnya kita menghormati ulama dan tidak menghina mereka atau bahkan menjadikan ulama sebagai bahan untuk lelucon, karena sikap tersebut bukanlah sikap santun. Terlebih ulama yang dilarang adalah ulama yang menyeru dan membina umat untuk taat kepada syariat.

Bila ada perbedaan jalan pemikiran hendaknya disampaikan dengan santun dengan menunjukkan hujah yang benar sebagaimana firman Allah Swt, “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar.” (QS.Al-Baqarah:111).

Perlu diketahui bahwa kondisi penghinaan seperti kasus diatas, tidak akan ditemui dalam sistem Islam. Islam akan menindak tegas bentuk-bentuk penghinaan baik berupa pemikiran atau tingkah laku yang menghina Islam dan juga ulama. Hal ini dikarenakan untuk melindungi akidah umat Islam dari orang-orang yang berlaku tidak baik.

Sebagaimana pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Hamid II (1876–1918) Prancis pernah merancang drama teater yang diambil dari karya Voltaire (seorang pemikir Eropa) yang menghina Nabi Rasulullah Muhammad.

Drama itu bertajuk “Muhammad atau Kefanatikan”. Begitu mengetahui berita pementasan itu, Abdul Hamid memberi perintah kepada pemerintah Prancis melalui dutanya di Paris supaya menghentikan pementasan drama itu dan mengingatkan akan akibat politik yang bakal dihadapi oleh Prancis jika ia meneruskan pementasan itu. Prancis dengan serta merta membatalkannya.

Kumpulan teater itu datang ke Inggris untuk merancang melakukan pementasan yang serupa dan sekali lagi Abdul Hamid memberi perintah kepada Inggris . Inggris menolak perintah itu dengan alasan tiket-tiket telah dijual dan pembatalan drama itu bertentangan dengan prinsip kebebasan rakyatnya.

Perwakilan Utsmaniyah di Inggris mengatakan kepada Inggris bahwa walaupun Prancis mengamalkan “kebebasan” tetapi mereka telah mengharamkan pementasan drama itu. Inggris juga menegaskan bahwa kebebasan yang dinikmati oleh rakyatnya adalah jauh lebih baik dari apa yang dinikmati oleh Prancis.

Setelah mendengar jawaban itu, Abdul Hamid sekali lagi memberi perintah :”Saya akan mengeluarkan perintah kepada umat Islam dengan mengumumkan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasulullah kami. Saya akan kobarkan jihad al akbar (jihad besar). Inggris dengan serta merta melupakan keinginannya mengamalkan “kebebasan berpendapat” dan pementasan drama itu dibatalkan. (www.hidayatullah.com)

Demikianlah gambaran pemerintahan Islam yang tegas menindak pelaku yang mengina Islam atau ulama dengan efek jera. Maka dari itu sudah semestinya kita bersama-sama berjuang untuk menegakkan sistem Islam sehingga kehormatan Islam, kehormatan ulama, dan seluruh kehormatan manusia pada umumnya bisa terjaga.[]

Comment