Benarkah Pelatihan Vokasi Mampu Sejahterakan Rakyat?

Opini213 Views

 

 

Penulis: Atika Nasution, S.E | Alumni UISU Medan

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA–  Kementerian Ketenagakerjaan menghadirkan pelatihan vokasi berkualitas sebagai bentuk komitmen dalam peningkatan kompetensi dan daya saing angkatan kerja RI, baik yang lama maupun baru agar semakin baik.

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi saat membuka Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK) Tahap III Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) di Semarang, Jawa Tengah Jumat (22/3) seperti ditulis Antara (24 Maret 2024) mengatakan, pelatihan vokasi yang berkualitas adalah yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja – yang mengutamakan link and match ketenagakerjaan.

Upaya pemerintah meningkatkan kompetensi angkatan kerja agar dapat bersaing di dunia kerja juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.

Ia menekankan yang namanya pendidikan dan pelatihan vokasi wajib terkoneksi dengan kebutuhan lapangan kerja, baik itu industri maupun usaha. Oleh karena itu, pemerintah membuat suatu aturan yang dapat melancarkan tujuannya, yaitu dengan mengesahkan Perpres 68 Tahun 2022 dan Permenaker 5/2024 tentang Sistem Informasi Pasar Kerja. Isi kedua aturan itu terkait dengan informasi pasar kerja. (Antara News, 25-3-2024).

Pelatihan vokasi berkualitas dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas SDM dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja sesuai pasar kerja, apalagi mengutamakan link and match dengan dunia industri.

Namun sejatinya pelatihan ini tidak mengubah nasib pekerja menjadi lebih baik/sejahtera, karena tetap menjadi pekerja (bila tidak mau dikatakan budak) korporasi. Pada kenyataannya, pelatihan yang disesuaikan dengan permintaan industri justru menunjukkan bahwa kita seperti budak dari sebuah industri.

Kita melakukan sesuatu sesuai dengan permintaan pasar. Sekarang jurusan A lebih dibutuhkan, tetapi beberapa tahun lagi jurusan B yang diperlukan, tentu ini akan menyusahkan angkatan kerja. Mereka harus terus memenuhi kualifikasi industri.

Artinya, pada saat keahlian mereka tidak ada yang mencari, maka mereka wajib mengikuti pelatihan vokasi lainnya. Ini akan membuat mereka sibuk dalam satu aspek, yaitu mencari kerja. Istilah lainnya, mereka hanya terpaku untuk mencari materi demi kepuasan duniawi.

Kondisi ini terjadi karena penerapan sistem kapitalisme, sebuah ideologi yang menganggap materi sebagai sumber kebahagiaan tertinggi. Sistem ini ditopang oleh ide sekuler yang menjadikan akal manusia sebagai hakim tertinggi dalam setiap keputusan.

Penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang hanya memandang keuntungan membuat dunia industri dan usaha berjalan sesuai kehendak para pemodal. Mereka diberikan kebebasan untuk menentukan upah, sistem perekrutan pekerja, dll. sebagaimana tercantum dalam Omnibus Law.

Jika kita mempelajari UU itu, banyak sekali pasal yang tidak berpihal kepada para pekerja. Ini dibuktikan juga dengan adanya demo para pekerja ketika hari buruh. Artinya, hingga saat ini, meski banyak pelatihan vokasi, nasib para tenaga kerja tak kunjung sejahtera.

Sistem sekuler ini, menjadikan negara lalai dalam tanggung jawab utamanya. Pertama, negara lalai dalam membangun sistem pendidikan dengan paradigma yang benar, hingga akhirnya semua pendidikan harus mengikuti kemauan dunia industri. Kedua, pelatihan vokasi yang menggandeng kerja sama pemerintah dengan industri membuat pendanaan dibagi rata.

Ini tentu meringankan beban perusahaan karena mereka tak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk pelatihan. Mereka cukup mengeluarkan dana separuh, dan duduk menunggu pelatihan selesai.

Setelah itu, mereka langsung mendapatkan tenaga kerja ahli. Cara ini efisien bagi dunia industri, sedangkan negara secara tidak sadar justru menjadi penyedia tenaga kerja saja.

Islam adalah sistem aturan yang sempurna dan paripurna. Islam memiliki tujuan yang berbeda dengan kapitalisme. Tujuan pendidikan vokasi adalah menciptakan tenaga terapan yang terampil, bukan hanya untuk pribadi, tapi bagi kepentingan masyarakat luas. Salah satunya untuk mendukung berjalannya fungsi negara sebagai pengelola urusan rakyat.

Hal penting lain yang harus dilajukan adalah membentuk jatidiri yang berkarakter dan punya kepribadian Islam. Dengan begitu, mereka akan dapat mengembangkan keahliannya untuk membangun peradaban.

Islam mewajibkan negara mengelola urusan rakyat. Salah satunya menyediakan lapangan kerja. Negara tidak boleh terpaku pada kepentingan korporasi, tapi negara harus menyediakan industri secara mandiri.

Negara mempunyai misi dakwah ke seluruh penjuru dunia, maka akan membuka berbagai macam industri yang dibutuhkan untuk memudahkan tujuan tersebut. Dengan begitu, negara perlu tenaga kerja yang dapat menjalankan industri tersebut. Dari situlah ahli terapan akan dibutuhkan. Negara juga menentukan upah sesuai dengan hukum syara’. Negara menunjuk seorang yang ahli dalam menentukan upah. Dengan sistem pengupahan ini, para pekerja tidak akan dizalimi.

Masalah kesejahteraan adalah tanggung jawab negara. Pemerintah dalam konsep islam memanfaatkan pemasukannya (SDA, fai, ganimah, jizyah, dll.) untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Pemerintah menyediakan layanan kesehatan, pendidikan, keamanan hingga fasilitas umum yang murah bahkan bisa gratis.

Selain itu, khusus masyarakat yang tidak mampu akan mendapat zakat hingga mereka tidak termasuk dalam golongan yang wajib menerima zakat.

Dengan begitu, masyarakat tidak perlu pusing memikirkan cara untuk memenuhi kebutuhan pokok, karena sudah dijamin pemerintah. Jadi, penerapan Islam komprehensif inilah yang dapat menyejahterakan masyarakat. Wallahu ‘alam.[]

Comment