Belum Berubah, Mafia Tanah Terus Berulah

Opini560 Views

 

 

Oleh: Ina Agustiani, S.Pd, Praktisi Pendidikan

_________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA –Kasus kejahatan dalam dunia agraria atau mafia tanah mencuat ke permukaan, seorang selebrita mengungkap ke publik bahwa keluarganya kehilangan 17 milyar dari berpindahnya kepemilikan aset tanah kepada orang kepercayaannya. Semua dibuat legal dengan adanya dokumen hingga surat-surat kepemilikan.

Sebagai orang awam, kita dibuat resah terhadap kasus pertanahan yang sangat sistemis dan begitu rapi mulai dari bawah hingga oknum pejabat. Hal ini tentu sangat menyengsarakan rakyat.

Di saat banyak rakyat yang tak mempunyai rumah akibat harga tanah melambung, yang memiliki tanah pun dihantui dengan mafia tanah ini. Mereka khawatir suatu saat tanah miliknya ini menjadi objek mafia dan diambil pihak tak bertanggung jawab.

ST Burhanuddin selaku Jaksa Agung menginstruksi kepada jajarannya agar menindak tegas pelaku mafia tanah, karena komplotan ini tak terlihat tapi praktiknya sangat terasa. Strategi yang diambil para mafia, merekayasa telah ada sengketa yang penyelesaiannya harus melalui jalur pengadilan.

Tak tinggal diam, Dewi Kartika yang menjabat Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mendukung DPR memanggil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR)/(BPN) Sofyan A Djalil, dan Kapolri Jenderal Listyo S Prabowo melakukan evaluasi dan perkembangan perkara pertanahan.

Dilansir dari Liputan6.com, Dewi berpendapat sangat penting memanggil lembaga terkait dan hasil dari MoU tentang pemberantasan mafia tanah, karena merupakan prioritas dari penyelesaian konflik agraria yang terus berkepanjangan.

Selain itu dugaan permainan ‘orang dalam’ menyebabkan banyak sertifikat ganda beredar bebas. Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, seluruh instansi harus bersih-bersih di struktur lembaga masing-masing.

Penyebab Mafia Tanah Masih Bertahan

Kapitalisme telah menunjukkan aslinya. Bagaimana mungkin hal ini terjadi kecuali karena berpijak pada aturan serba bebas? Kongkalikong dalam pertanahan masih menjadi lahan basah bagi pelakunya, di situlah peluang para mafia masih bertahan karena ada sesuatu yang menjanjikan, di antaranya tak ada transparansi administrasi dan keterbukaan informasi.

Saking rapinya berkomplot mafia bisa mengalahkan tanah milik negara di Kelapa Gading, individu mengklaim tanah seluas 32 hektar yang memang milik TNI AL. Kemudian dukungan kuat dari pengembang properti yang dihancurkan begitu saja, dengan cara premanisme padahal sertifikat jelas masih atas milik pribadi warga. Modusnya, masalah ini diklaim telah dijual kepada pengembang menggunakan dokumen palsu dan sertifikat ganda.

Tragis memang rakyat kecil, lahannya banyak dicaplok agen properti besar, bahkan hingga lahan perkampungan tak lepas dari aksi perampasan ala premanisme. Besar kemungkinan mafia bekerja sama dengan oknum BPN menerbitkan nomor induk bidang tanah, agar warga tidak bisa memproses lahannya menjadi sertifikat hak milik (SHM).

Islam Punya Solusi Pertanahan

Fenomena perampasan dan kejahatan agraria, menunjukkan adanya perpindahan kepemilikan tanpa izin pemiliknya. RUU Pertanahan sempat ada, lalu disatukan dengan UU Cipta Kerja yang makin menambah masalah. Isi kontennya memosisikan tanah/lahan untuk kegiatan bisnis meliputi kawasan ekonomi khusus (KEK), desa pariwisata, food estate, dan proyek yang ditetapkan Presiden sebagai prioritas. Semakin muluslah karena ditanggung jalan birokrasi.

Padahal dalam Islam mencaplok tanah sejengkal saja murka Allah menyelimuti sepanjang hidup dan akhirat kelak. Aisyah ra. menuturkan, Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka kelak akan dikalungkan kepadanya tujuh lapis tanah.” (HR Bukhari dan Muslim). Islam memandang tanah adalah sesuatu yang berada di langit dan bumi, adalah kepunyaan Allah. Kemudian Rasulullah bersabda bahwa kaum muslim berserikat dalam 3 hal : padang rumput, air, dan api (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Syariat telah merinci soal kepemilikan tanah, diantaranya dimiliki dengan cara jual beli, waris, hibah, menghidupkan tanah mati, tahjir (membuat batas tanah mati), iqhta (pemberian negara pada rakyat). Kepemilikan tanah adalah diutamakan untuk produksi, bukan hanya dilihat dari kepemilikian, apalagi konsumsi. Hak milik akan hilang jika produksi tidak ada, hal ini karena tanah memiliki sifat yang tetap. Tidak ditemukan pada komoditas yang lain. Hukum Islam menilai tujuan kepemilikan tanah tidak terpisahkan dari kepemilikan tanah. Selain itu dalam sistem Islam, akidah umat dijaga oleh negara, sehingga menciptakan individu yang taat akan hukum syarak.
Rasul memilih para pejabat yang mempunyai hati diliputi keimanan. Syariat Islam menciptakan mindset untuk masyarakat bahwa setiap pekerjaan adalah amanah, melanggar hak atas tanah akan dimintai pertanggungjawaban di yaumul hisab nanti. Ini relevan dengan ayat Allah “Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk).” (TQS An-Nuur [24]: 42). Wallahu a’lam bishawwab.

https://www.neraca.co.id/article/155175/mafia-tanah-menggurita-kementerian-atr-bpn-dinilai-tak-laksanakan-perintah-jokowi

https://www.viva.co.id/berita/metro/1422116-jenderal-tni-bintang-2-ungkap-modus-mafia-tanah-di-kelapa-gading

Comment