Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, S.Pd*
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Julukan “Singa Padang Pasir” yang disematkan kepada seseorang, pasti akan menimbulkan prasangka bahwa seseorang itu adalah sosok yang tegas dan keras. Layaknya singa di hutan rimba yang siap memimpin hewan-hewan yang berada di wilayahnya. Menjaga rakyatnya dari segala marabahaya hutan yang luas. Ya begitulah sifat alamiah sang singa.
Sifat sang singa juga terlintas pada seorang Khalifah Islam, Umar bin Khattab namanya. Nama Umar bin Khattab sudah tak asing di telinga kaum muslimin. Saat belum memeluk Islam, sosok Umar memanglah seorang petarung hebat. Bahkan Ia adalah orang yang paling berani menentang Muhammad, sampai-sampai ia juga pernah melakukan percobaan pembunuhan terhadap Muhammad.
Namun, kehendak Allah membalikkan rencana Umar. Saat Umar mengetahui bahwa adiknya, Fatimah bin Khattab, telah lebih dahulu memeluk Islam, Umar sangatlah geram sampai ia menampar wajah adiknya tersebut hingga berdarah.
Fatimah kemudian menasihati Umar, dan Umar menginginkan lembaran Alquran yang disembunyikan Fatimah di balik bajunya. Namun dicegah oleh Fatimah karena Umar masih dalam kondisi najis. Umar pun kemudian bersuci.
Usai bersuci, Umar lalu membaca lembaran tersebut dan bergetar dadanya. Ternyata yang ia baca adalah surat Thaha ayat 14, yang artinya “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”
Umar lantas berpikir bahwa ini bukanlah perkataan manusia. Ia pun meminta untuk diantarkan ke tempat Muhammad. Disanalah ia mengakui Allah dan Muhammad dibuktikan dengan kalimat syahadat yang diucapkannya. Subhanallah.
Setelah masuk Islam, sosok Umar semakin disegani. Bukan karena kepiawaiannya dalam bertarung, namun dalam memperjuangkan dan menjaga Islam bersama dengan Rasulullah Muhammad dan para sahabat. Ia menjadi sosok yang tegas dan keras dalam menumpas kedzoliman dan kekufuran yang ada.
Julukan “Singa Padang Pasir” pun masih erat dalam dirinya. Bahkan Ia mendapat julukan baru oleh Rasulullah, yakni Al Faruq yang artinya Sang Pembeda. Umar yang cerdas, pantas mendapat gelar itu karena ia mampu membedakan kebenaran dan kebatilan.
Pun ketika Ia menjadi seorang Khalifah, Ia tetap menjadi sosok yang tegas. Baik dalam memimpin Negaranya ataupun keluarganya. Dikisahkan dari Akramah bin Walid, suatu hari ketika putra Umar, Abdullah bin Umar, setelah bermain di luar, ia pulang ke rumahnya. Saat pulang, ia mengenakan pakaian yang bagus. Tiba-tiba Umar memanggil Abdullah dan memukulnya dengan beberapa cambukan. Abdullah menangis.
Menyaksikan hal itu, Hafsah, istri Umar, berkata kepada Umar “Mengapa engkau memukulnya?” Umar menjawab: “Saya lihat dia sedang dalam keadaan besar kepala (sombong), makanya saya pukul supaya kepalanya mengecil (tidak sombong)”.
Peristiwa ini merupakan salah satu kebiasaan Umar dalam mendidik keluarganya. Sebelum menegur atau melarang orang lain, Umar terlebih dahulu mempraktikkannya kepada keluarganya.
Namun Umar yang tegas, tetaplah manusia biasa yang bisa menangis. Ia juga memiliki rasa kasih sayang yang luar biasa. Baik kepada keluarganya maupun kepada rakyatnya.
Suatu ketika Abdullah bin Umar menangis di hadapannya. Berulang kali putranya selalu pulang dalam keadaan menangis. Namun putranya belum mau jujur atas hal yang menimpannya.
Melihat putranya yang terus menerus menangis, rasa iba sang “Singa Padang Pasir” muncul. Ditanyakan kepada putranya, “Wahai anakku, ada apa denganmu?”. Barulah si putra Amirul Mukminin ini bercerita kepada ayahnya.
Diceritakanlah bahwa ia selama di sekolah selalu diejek oleh teman-temannya, dan diolok-olok tentang baju yang ia pakai. Pasalnya baju sang anak Khalifah ini dipenuhi dengan tambalan dimana-mana. Setelah mendengar curhatan putranya, Umar pun ikut bersedih.
Putra sang Khalifah lalu memintanya untuk membelikan baju baru agar tak lagi diejek atau diolok-olok oleh teman-temannya. Namun sang Khalifah bingung, karena ia tak memiliki cukup uang untuk membelikannya. Lantas ia pun berpikir untuk meminjam uang ke baitulmal Negara.
Umar pun mengirim surat kepada kepala baitul mal dengan maksud meminjam beberapa dinar untuk membelikan baju baru anaknya. Adapun isi suratnya kurang lebih seperti ini:
“Kepada Kepala Baitul Mal, dari Khalifah Umar. Aku bermaksud meminjam uang untuk membeli baju buat anakku yang sudah robek. Untuk pembayarannya, potong saja gajiku sebagai khalifah setiap bulan. Semoga Allah merahmati kita semua.”
Mendapati surat dari sang Khalifah Umar, kepala baitul mal tak lantas mengabulkannya. Justru ia memberikan surat balasan yang bunyinya, kurang lebih seperti ini:
“Wahai Amirul Mukminin, surat Anda sudah kami terima, dan kami maklum dengan isinya. Engkau mengajukan pinjaman, dan pembayarannya agar dipotong dari gaji Engkau sebagai khalifah setiap bulan. Tetapi, sebelum pengajuan itu kami penuhi, tolong jawab dulu pertanyaan ini, dari mana Engkau yakin bahwa besok engkau masih hidup?”
Menerima balasan dari kepala baitul mal seperti itu, badan Umar terasa lemas karena ia tak yakin akan bisa hidup sampai hari esok ataukah sebulan seperti yang kabarkan di surat permohonan.
Umar tersungkur memohon ampun kepada Allah atas kesalahan yang sempat ia lakukan. Kemudian ia menemui putranya dan menasihatinya agar jangan merasa rendah di hadapan manusia hanya sebatas dari pakaian saja. Sesungguhnya bagusnya seseorang dilihat dari akhlaknya, bukan dari pakaiannya.
Diyakinkan seperti itu, putra Umar pun merasa bersalah dan tak akan meminta hal-hal yang sekiranya memberatkan pikiran ayahnya. Dan ia pun bersyukur memiliki ayah yang hanya takut kepada Rabbnya saja, bukan perkataan manusia.
Dari dua kisah ini menunjukkan bahwa Umar selalu melakukan pendidikan kepada putranya. Saat putranya bersalah, maka Umar tak segan untuk menegurnya. Begitu juga ketika putranya berbuat baik dan bersyukur kepada Allah, maka Umar akan semakin menyayanginya.
Oleh karena itu, ketika seorang muslim memimpin suatu negeri, seharusnya tidak boleh ada istilah aji mumpung. Mumpung berkuasa, apa saja yang diinginkan dapat terpenuhi. Mumpung disegani, apa saja bisa dilakukan. Mumpung dihormati, siapa saja bisa direndahkan.
Bukan sifat kaum muslim jika memanfaatkan sesuatu hanya berdasarkan keinginan yang bersifat duniawi saja. Oleh karena itu, umat Islam harus segera bangkit untuk memimpin dengan kepemimpinan Islam ke seluruh dunia dan menjadikan seluruh amal perbuatan hanya berdasarkan ridho Allah SWT.
Wallahu a’lam bish showab.[]
* Praktisi pendidikan
_____
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.
Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.
Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang
Comment