Oleh: Reni Safira, Mahasiswi UMSU
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Lagi-lagi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) kembali meresahkan masyarakat, khususnya masyarakat kalangan bawah. Pemerintah akhirnya mengambil keputusan BBM naik, termasuk harga Pertalite yang konsumsinya paling besar.
Per minggu, 4 September 2022, seperti ditulis kompas.com, harga BBM terbaru jenis pertalite adalah sebesar Rp 10.000 per liter. Harga BBM terbaru pertalite ini mengalami kenaikan dari sebelumnya dipatok Pertamina sebesar Rp 7.650 per liter. Kebijakan harga BBM naik juga berlaku untuk BBM subsidi lainnya, Solar yang naik menjadi Rp 6.800 dari Rp 5.150 per liter.
Harga BBM sangat menentukan besarnya tarif pada angkutan umum. Maka dari itu banyak para supir angkutan umum yang mengeluhkan kebijakan ini. Kenaikan BBM akan membuat masyarakat semakin sengsara dan akan berdampak besar untuk masyarakat kalangan bawah.
Pemerintah harus memastikan dampak kenaikan harga BBM ini bisa diredam dengan kebijakan yang tepat. Pasalnya, angka kemiskinan diprediksi akan meningkat akibat kenaikan harga yang tidak dibarengi peningkatan pendapatan masyarakat.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (DPP HIPPI) meminta pemerintah menyiapkan langkah kebijakan yang tepat untuk mengatasi dampak kenaikan BBM.
DPP HIPPI berharap agar Pemerintah mampu mengambil kebijakan yang tepat atas dampak kenaikan BBM, misalnya seperti kenaikan tarif transportasi dan logistik harus seimbang, kemudian mengendalikan harga-harga pokok pangan dan gas, sehingga mampu mengendalikan dan menjaga inflasi dan konsumsi rumah tangga, serta pertumbuhan ekonomi di kuartal III dan IV 2022 tetap di atas 5 persen.
Sejujurnya, berapa pun harga minyak mentah dunia, harga BBM di Indonesia pasti akan naik. Kondisi saat ini merupakan momentum saja untuk menaikkan harga BBM bersubsidi secara logis dan legal. Jika harga minyak mentah dunia tidak naik, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM.
Sebab sejak disahkannya UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), swastanisasi dan liberalisasi migas di Indonesia berjalan makin masif dari hulu hingga hilir. UU ini membuka pintu lebar-lebar bagi swasta lokal dan asing untuk masuk dalam pengelolaan migas, termasuk penjualan BBM kepada rakyat. Sehingga muncullah SPBU-SPBU asing yang bukan milik Pertamina.
Jika harga BBM di Indonesia masih disubsidi, SPBU-SPBU asing tersebut tidak akan bisa mendapatkan banyak keuntungan. Jika kondisi ini berlangsung terus menerus, para investor migas di sektor hilir akan hengkang.
Oleh karena itu, liberalisasi migas harus berjalan secara total. Jika tidak ada subsidi, harga BBM akan sama dengan harga pasar, inilah kondisi yang diinginkan para investor asing. SPBU mereka akan bersaing secara bebas dengan SPBU Pertamina sehingga bisa meraup keuntungan secara maksimal.
Sungguh liberalisasi migas ini makin sempurna dengan disahkannya UU Cipta Kerja. Perizinan bagi swasta untuk usaha hilir migas makin dipermudah karena cukup izin dari presiden saja. Sanksinya pun dari pemerintah pusat. Sementara itu, pemerintah daerah tidak terlibat dalam perizinan, pengawasan, dan pemberian sanksi.
Maka liberalisasi migas yang terjadi saat ini merupakan hasil penerapan kapitalisme. Selama negeri ini masih bersandar terhadap kapitalisme, BBM murah akan menjadi mimpi belaka.
Dengan demikian satu-satunya cara untuk mewujudkan BBM murah adalah dengan menerapkan sistem ekonomi Islam.
Dengan konsep kepemilikan yang menempatkan tambang migas dengan deposit besar sebagai milik umum yang dikelola negara untuk rakyat, terwujudlah kesejahteraan rakyat.
Apapun yang termasuk dalam fasilitas umum, kemudian masyarakat membutuhkan dan memanfaatkannya secara bersama maka pengelolaannya tidak boleh dikuasai individu. Negaralah pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan harta milik umum tersebut. Sehingga tidak ada celah bagi liberalisasi migas di sektor hulu maupun hilir.
Selanjutnya mengenai harga BBM yang dijual ke rakyat hanya sebesar biaya produksinya, bukan mengacu pada harga pasar dunia. Ketika kebutuhan BBM rakyat tercukupi dengan harga yang terjangkau, kegiatan ekonomi rakyat dan dunia usaha berjalan dengan baik hingga kesejahteraan pun terwujud.
Inilah pengaturan migas yang adil dalam khilafah. Jadi, inilah saat yang tepat untuk kita kembali pada sistem Islam Kaffah yang dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Wallahua’lam bisshowab.[]
Comment