Penulis: Ani Hanifah | Pegiat Majelis Taklim Bandung
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Air adalah sumber kehidupan. Seluruh makhluk di bumi ini membutuhkan air untuk keberlangsungan hidupnya. Allah dengan rahmat-Nya mencurahkan air melalui hujan, dengan hujan semua makhluk ciptaan- Nya dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Tetapi tidak demikian dengan fakta yang ada, saat curah hujan cukup tinggi, maka air dan hujan menimbulkan bencana banjir.
Seperti beberapa waktu lalu, sebagaimana ditulis tirto.id banjir telah melanda 36 Desa d Kabupaten Cirebon Sekitar 20 ribu unit rumah terendam banjir dan 2 orang warga meninggal dunia.
Banjir juga mengakibatkan tanah longsor di Sumatera Barat dan memakan korban meninggal dunia sebanyak 10 warga tepatnya di Kabupaten pesisir Barat.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari seperti ditulis tempo.co mengatakan, pada Sabtu, 9 Maret 2024, 10 korban tersebut ditemukan di bawah material longsor di tiga titik lokasi yang berbeda. Masing-masing lokasi penemuan itu Nagari Langgai, Kecamatan Sutera (2 jasad korban), Kecamatan Koto XI Tarusan (7 jasad korban), dan Kecamatan Lengayang (1 jasad korban).
Setiap tahunnya bencana banjir terus berulang, bahkan ada beberapa wilayah tertentu yang dijuluki sebagai wilayah langganan banjir, karena di setiap musim penghujan wilayah tersebut selalu terkena banjir.
Dari fakta-fakta di atas timbul pertanyaan, mengapa banjir terus berulang?
Berulangnya bencana banjir yang melanda tanah air ini berkaitan erat dengan pembangunan yang tidak direncanakan secara komprehensif dan mendalam serta tidak adanya upaya mitigasi yang tepat, sehingga tidak dapat mengantisipasi dampak yang timbul.
Kebijakan Pembangunan yang tidak tepat akan mengakibatkan berbagai kerusakan dalam tata kelola tanah dan lingkungan serta penataan ruang hidup yang tepat.
Pembangunan yang dialihfungsikan, seperti pembangunan wisata, pembangunan properti, pembangunan fasilitas umum, misal sekolah, rumah sakit, dsb, yang seharusnya menjadi daerah resapan air, nyatanya telah berubah fungsi menjadi pemukiman, sehingga terjadi degradasi atau deforestasi hutan.
Pembangunan hanya berorientasi keuntungan ekonomi seringkali mengabaikan dampak resiko yang terjadi pada rakyat dan lingkungan.
Inilah pembangunan-pembangunan ala kapitalisme, dilakukan secara serampangan tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan. Hanya demi mengejar cuan abai terhadap lingkungan, akibatnya rakyatlah yang menjadi korban. Adanya korban jiwa, rumah warga terendam – sehingga warga terpaksa harus mengungsi dan rentan terhadap timbukbya penyakit
Pembangunan ala kapitalis hanya memperturutkan hawa nafsu demi mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Padahal Allah telah memperingatkan melalui firman-Nya;
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” ( TQS, Ar – Rum : 41)
Islam memiliki mekanisme pembangunan yang berorientasi pada keselamatan rakyat juga lingkungan. Pembangunan dilakukan untuk kepentingan umat atau rakyat demi memudahkan kehidupan mereka.
Islam juga menjadikan negara sebagai raa’in ( Penguasa yang mengurusi urusan umat). Sebagaimana sabda Rasulullah SAW; “Imam(Khalifah) adalah raa’in(pengurus rakyat) ia bertanggung jawab atas urusan rakyat – rakyatnya” ( HR.Bukhari)
Islam sangat memperhatikan pengelolaan lingkungan dengan maksimal, sehingga tidak akan mengakibatkan kerusakan lingkungan dan bencana.
Adapun upaya-upaya pembangunan yang dilakukan dalam sistem Islam adalah sebagai berikut;
Pertama, pemerintah memetakan daerah-daerah rawan bencana atau yang berada di posisi rendah – mudah terkena genangan air dengan membangun drainase agar air yang mengalir di daerah tersebut bisa dialihkan atau diserap oleh tanah secara maksimal.
Kedua, pemerintah menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai cagar alam yang harus dilindungi dan tidak boleh dimanfaatkan kecuali dengan izin. Pemerintah memberi sanksi tegas kepada pihak-pihak yang merusak lingkungan.
Ketiga, saat terjadi bencana, pemerintah dengan sigap menangani korban bencana dan memberi pelayanan yang baik, salah satunya upaya penyembuhan trauma atau trauma healing, memulihkan kondisi psikis, agar tidak depresi atau stres, maupun dampak lainnya yang berkaitan dengan psikologi, serta memberikan bantuan kepada para korban dalam kondisi yang darurat.
Musibah atau bencana yang menimpa manusia memang merupakan qada dari Allah SWT, namun di balik qada Allah ada wilayah yang manusia dapat menguasainya, yaitu dengan ikhtiar dan usaha untuk menghindari terjadinya bencana. Meskipun bencana atau musibah tidak dapat dihindari tetapi dapat meminimalisir jumlah korban.
Oleh karena itu, kembali pada sistem yang berasal dari Sang Maha Pencipta alam semesta, yaitu Islam menjadi solusi yang hakiki. Wallahu ‘alam bishawab.[]
Comment