Penulis: Hany Handayani Primantara, S.P | Aktivis Muslimah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Rumah merupakan kebutuhan primer bagi semua lapisan masyarakat. Setiap orang memerlukan rumah yang nyaman untuk bernaung. Namun saat ini “rumahku surgaku’ seakan menjadi hal yang mustahil didapat oleh masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah.
Rumah tangga mana yang tak mendamba sebuah hunian nyaman dan aman bagi setiap anggota keluarganya. Semua orang pasti memimpikan memiliki rumah yang mampu melindungi mereka dari panasnya terik matahari dan dinginnya hembusan angin malam.
Rumah merupakan bagian dari kebutuhan primer manusia. Maka pemenuhannya adalah sebuah kewajiban. Sebab di sanalah tempat kembalinya semua orang seusai aktivitas di luar rumah. Tempat mengikat anggota keluarga dengan bercengkrama serta memupuk dan membina anggota keluarga menjadi hamba yang bertakwa.
Namun seiring berjalannya waktu, melonjaknya harga rumah, kesempatan memperoleh rumah seakan mencari jarum di tumpukan jerami. Bahkan sekaliber Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia Apersi), Junaidi Abdillah seperti ditulis pikiranrakyat (24/07/23) mengaku pesimis Program Sejuta Rumah (PSR) yang dicanangkan Presiden Joko Widodo sejak tahun 2015 akan sukses.
Mahalnya Harga Rumah
Indonesia memiliki kekayaan SDA melimpah. Namun sayang, keberadaan SDA ini tidak dibarengi dengan kekayaan pemikiran. Walhasil apa yang telah Allah berikan kurang bisa dimanfaatkan dengan baik oleh kita. Buktinya, pengelolaan SDA kita justru diserahkan kepada perusahaan asing. Atas dasar penerapan sistem ekonomi kapitalis, negara justru tak boleh ikut campur dalam pengembangan dan pengelolaan SDA.
Jadi sangat wajar jika terjadi kenaikan harga bahan bangunan dan tak terjangkau oleh berbagai kalangan. Betul bahwa mahalnya harga rumah tak melulu karena mahalnya bahan bangunan.
Faktor lain pun turut andil dalam hal ini. Tanah yang semakin hari semakin sempit secara otomatis berpengaruh terhadap nilai jualnya. Belum lagi faktor teknis yang memang datangnya dari pihak pengembang proyek rumah murah dari pemerintah.
Masih dari sumber yang sama, Apersi menyampaikan salah satu faktor penghambat proyek rumah murah adalah terkait masalah perizinan. Rumitnya masalah perizinan dan bertele-telenya proses pengalihan status pertanahan.
Persoalan adminitrasi membutuhkan biaya, waktu dan energi luar biasa. Penyediaan lahan, proses pembangunan, mengurus perizinan membutuhkan biaya tak murah. Jadi para pengusaha dan pengembang lebih memilih mundur ketimbang menjual harga rumah murah tapi merugi.
Para pengusaha dan properti rumah yang tak mempertimbangkan halal haram justru melihat kesempatan besar di sini. Mereka bisa meraup keuntungan banyak dengan membuat KPR dengan syarat mudah dan cepat. Merebak lah agensi perumahan mudah dan cepat namun tak sesuai syara karena transaksi mengandung riba.
Bagi kaum yang berpikir bahwa punya rumah wajib, mau bagaimanapun caranya maka tak ambil pusing. Mereka rela terjerembab dalam kubangan riba dan terjerat utang tak sedikit demi memenuhi kebutuhan memiliki rumah.
Walhasil dari subuh buta hingga gelap gulita aktivitas mereka hanya dipacu untuk memenuhi tunggakan utang yang berkepanjangan.
Solusi pengadaan rumah susun nampaknya, akhir-akhir ini jadi sebuah masalah tersendiri. Rumah susun yang sejatinya ditujukan bagi masyarakat kecil yang tergusur tanahnya kini nampak tidak terurus dan kumuh. Menjadi tempat yang tidak layak untuk dihuni.
Belum lagi ada oknum tertentu yang mengancam untuk mengusir penghuni rusun dengan alasan tak jelas. Berbekal para security dan pihak ekseskusi mereka tak segan untuk memaksa warga pergi dari rusun bahkan melukai mereka yang bertahan.
Solusi Punya Rumah dengan Mudah
Jika ditinjau dari sisi Islam, ternyata pengadaan rumah bagi setiap masyarakat adalah bagian dari kewajiban negara sebagai pengayom rakyat. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa rumah adalah kebutuhan primer, maka negara menjamin kebutuhan pokok tersebut dengan berbagai mekanisme yang telah ditetapkan syara.
Jika demikian adanya maka memiliki sebuah hunian yang nyaman dan sehat bukan lagi sebuah impian. Rumah layak huni dan mudah memperolehnya menjadi perhatian penting bagi pemerintah. Sebab bagaimana mungkin akan menghasilkan generasi unggul jika mereka sendiri justru masih luntang lantung tak memiliki tempat berteduh.
Negara yang mengimplementasikan nilai nilai Islam bisa memenuhi kebutuhan tersebut, sebab – dalam pengelolaannya negara menerapkan ekonomi Islam.
Dalam sistem ekonomi Islam, pembagian harta sangat jelas. Bagaimana seseorang bisa mengembangkan harta pun dirinci dengan sangat detil. Termasuk di dalamnya pengelolaan SDA yang dimiliki negara dikelola langsung oleh negara itu sendiri.
Tidak dimungkiri bahwa memang dibutuhkan tenaga asing, tetapi negara hanya akan memperkerjakan sebagai pegawai yang digaji bukan menyerahkan keseluruhan pengelolaan kepada perusahaan asing sebagaimana yang ada dalam sistem kapitalis.
Negara punya otoritas penuh dalam mengelola sumber daya alam dan bisa memanfaatkannya kepada masyarakat luas termasuk bahan bangunan rumah.
Dengan demikian negara memiliki sumber dana yang besar dari hasil pengembangan dan pengelolaan SDA. Dengan dana tersebut negara mampu memenuhi semua kebutuhan rakyat seperti memiliki rumah dengan harga murah bahkan gratis. Karena sejatinya negara adalah junnah yang mampu melindungi serta memenuhi kebutuhan rakyatnya, baik kebutuhan primer maupun sekunder.
Hanya negara yang mau menerapkan nilai nilai Islam saja yang mampu melakukannya. Sebab Allah menjamin siapa saja yang mau mendekat dan patuh menerapkan syariat-Nya. Wallahu a’lam bishawab.[]
Comment