Penulis: Luthfiatul Azizah | Mahasiswi Cinta Quran Center
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Bahan pangan yang mahal masih menjadi perbincangan rakyat sehari-hari. Pasalnya, kenaikan harga kebutuhan pokok selalu mencapai tingkat yang tinggi dan terkadang membuat rakyat sulit untuk menjangkaunya. Padahal soal tersebut adalah sesuatu hal yang sifatnya pokok. Kebutuhan barang pokok seperti pangan akhir-akhir ini mendapatkan perhatian khusus bagi rakyat pada setiap daerah.
Laman liputan6.com mengungkap keluhan sebagian rakyat seperti yang terjadi di kawasan Petukangan, Jakarta Selatan, Waluyo mengaku terbebani dengan kenaikan harga pangan yang sering dikonsumsi mengalami kenaikan yang tajam.
Begitupula dengan Jenar, salah satu warga di daerah Bogor juga mengalami keluhan yang serupa. Dia mengeluhkan biaya belanja yang dikantongi perharinya Rp 50 ribu hanya bisa membeli beberapa jenis bahan pangan.
Persoalan ini menjadi beban tersendiri bagi masyarakat pada umumnya, dengan meningkatnya kebutuhan pokok lainnya seperti naiknya harga BBM dan listrik. Pemerintah seakan merasa telah cukup mengatasi persoalan tersebut dengan memberikan bantuan sosial ataupun bantuan pangan yang nilainya jauh dari standar cukup dan dapat memenuhi kebutuhan yang layak.
Pemerintah merasa cukup upaya menstabilkan harga dengan melakukan operasi pasar di sejumlah lokasi. Namun, lagi-lagi hal ini hanyalah langkah-langkah klasik yang sama sekali tidak mengatasi persoalan dengan tuntas. Ini terbukti melonjaknya harga pangan yang terus berulang.
Lonjakan selalu saja berulang pada setiap tahunnya. Lonjakan harga pangan selalu mengalami kenaikan terutama di akhir tahun mendekati hari Perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Meskipun beberapa upaya telah dilakukan masih saja menjadi masalah tahunan. Jika diamati, permasalahan ini bukanlah sekedar persoalan pada tataran regulasi teknis saja melainkan sesuatu yang mengakar dalam tata kelola kebutuhan pangan.
Hari ini kehidupan manusia telah ditata dengan tatanan kapitalisme neoliberal dalam berbagai lini kehidupan, termasuk paradigma sistem kapitalisme neoliberal yang mengatur bidang ketahanan pangan.
Dengan penerapan paradigma ini menjadikan negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat. Peran negara hanya sebatas regulator dan fasilitator, bukan lagi menjadi penanggung jawab utama.
Dengan berlepasnya negara dari tanggung jawab ini mengakibatkan pengadaan kebutuhan dasar rakyat diambil alih oleh korporasi yang justru menjadi proyek besar untuk mengejar keuntungan sepihak. Pengadaan bahan dasar pangan hanya dikuasai oleh segelintir kelompok saja. Tentunya hanya akan menambah cuan pada kantong mereka dengan dikuasainya beberapa sektor produksi seperti pertanian, petenakan dan lain sebagainya.
Di sisi lain, Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Namun hal tersebut tidaklah membuat rakyat sejahtera, justru malah sebaliknya. Pemerintah seakan tidak maksimal dari tanggung jawab segala kepengurusaan rakyat termasuk kebutuhan pangan.
Negara yang seharusnya memberikan pelayanan terbaik bagi rakyat justru diberikan kepada para korporat yang tidak mempedulikan kesejahteraan apalagi kebutuhan rakyat.
Mahalnya harga pangan menunjukkan negara belum berhasil menjamin kebutuhan pangan murah. Negara seharusnya melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi kenaikan harga karena berbagai persoalan. Namun hari ini mustahil terwujud ketika negara hanya menjadi regulator bukan memberikan solusi yang mengakar.
Ini menjadi salah satu bukti kebobrokan dari sistem perekonomian yang berbasiskan kapitalisme liberal yang tidak mampu menanggulangi permasalahan dalam pengadaan pangan. Tidak hanya dalam sektor perekonomian, segala aspek baik perekonomian, pendidikan, maupun kepemerintahan, selama sistem yang diterapkan berbasiskan kapitalisme, sekuler dan liberal akan terus menerus mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan problematika umat.
Sudah seharusnya sebagai seorang muslim untuk kembeli kepada kepengaturan yang telah disediakan oleh Penciptanya. Sebab, Allah SWT telah menurunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi setiap permasalahan umat. Bahkan segala macam permasalahan umat memiliki aturan yang sifatnya komprehensif.
Negara seharusnya mampu mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan dengan berbagai cara sehingga masyarakat selalu terpenuhi kebutuhan terhadap bahan pangan dengan mudah.
Islam menjadikan penguasa sebagaai ra’in yang wajib mengurus rakyat dan memenuhi kebutuhannya. Negara harus melakukan segala cara untuk mewujudkan hal itu.
Dalam Islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, termasuk pangan, baik kuantitas maupun kualitas. Artinya, sebagai pelindung rakyat, negara harus hadir menghilangkan dharar (bahaya) di hadapan rakyat, termasuk ancaman hegemoni ekonomi. Negara dalan sistem islam tidak akan membiarkan korporasi menguasai rantai penyediaan pangan rakyat untuk mencari keuntungan sepihak.
Kedua fungsi ini harus diemban oleh seluruh struktur negara hingga unit pelaksana teknis. Oleh karenanya, keberadaan badan pangan seperti Bulog pun harus menjalankan fungsi pelayanan, bukan menjadi unit bisnis.
Kalaupun lembaga pangan ini melaksanakan fungsi stabilisator harga dengan operasi pasar, harus steril dari tujuan mencari profit. Sebab, pada dasarnya adanya suatu negara harus menjamin kebutuhan dasar masyarakat .(Muslimahnews.net,2022/09/05)
Islam juga memiliki berbagai mekanisme untuk menjaga kestabilan harga pangan di Tengah umat, di antaranya yaitu memenuhi kebutuhan secara fitrah. Sistem ekonomi kapitalisme yang berjalan hari ini menyuguhkan fakta minimnya peran negara dalam pemenuhan kebutuhan rakyat. Negara mencukupkan diri sebagai fasilitator kebijakan, tetapi luput memastikan tercukupinya kebutuhan rakyat, individu per individu.
Walhasil, rakyat sendirilah yang berjibaku dalam upaya memenuhi seluruh kebutuhannya. Sementara itu, sistem Islam yang menjalankan politik ekonomi Islam akan memosisikan negara sebagai pengurus (raa’in) rakyatnya.
Negara wajib memenuhi kebutuhan primer rakyat (sandang, pangan, dan papan) individu per individu serta pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kadar kemampuannya sebagai individu yang hidup dalam masyarakat tertentu.
Politik ekonomi Islam diterapkan oleh negara melalui mekanisme dan kebijakan APBN untuk menjamin kesejahteraan umat manusia. Pendanaannya bersumber dari baitulmal. Jaminan pemenuhan kebutuhan hidup ini bersifat harian dan tidak hanya untuk kaum muslim, melainkan juga nonmuslim yang menjadi warga negara.
Dalam konep kehidupan Islam hak keduanya tanpa perbedaan. Dengan sendirinya, pemenuhan kebutuhan ini tetap berjalan, bahkan pada saat rakyat menyambut hari-hari besar. Artinya, negara bertanggung jawab dalam distribusi berbagai barang kebutuhan masyarakat.
Selain itu Islam juga melarang adanya penimbunanan, seperti yang biasanya terjadi hari ini. Beberapa oknum memanfaatkan situasi dan kondisi untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Penimbunan secara mutlak haram secara syar’i karena adanya larangan tegas dalam pernyataan hadis secara gamblang.
Diriwayatkan di dalam Shahîh Muslim dari Said bin Al-Musayyib dari Mu’ammar bin Abdullah al-‘Adawi bahwa Nabi saw. bersabda, “Tidaklah melakukan penimbunan, kecuali orang yang berbuat kesalahan.”
Jadi, larangan dalam hadits tersebut berfaedah untuk meninggalkan penimbunan. Maka dengan kebijakan yang ada dalam sistem perekonomian Islam, jika dilakuakan akan mampu mengatasi masalah terkait lonjakan bahan pangan yang terjadi.
Dengan perekonomian Islam, kehidupan masyarakat akan berjalan dengan baik tanpa adanya hambatan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Wallahu a’lam bissawab.[]
Comment