Penulis: Nur Rahmawati, S.H | Pendidik
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diberlakukan pemerintah menjadi isu yang hangat diperbincangkan. Sebagai kompensasi atas kebijakan tersebut, pemerintah menyediakan bantuan sosial (bansos) dan subsidi listrik untuk rakyat.
Namun, apakah langkah ini benar-benar mampu meringankan beban masyarakat? Atau justru menjadi bukti dari pendekatan kebijakan tambal sulam dalam sistem kapitalis yang gagal menyelesaikan akar permasalahan?
Dilansir dari laman Katadata.co.id, Menteri Sosial Saefullah Yusuf menyampaikan, tujuan adanya data dan skema penerima bantuan sosial (bansos), bagi kalangan menengah yang terdampak kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025, agar bantuan bisa tepat sasaran kepada masyarakat yang membutuhkan. Sayangnya apakah solusi yang diberikan oleh pemerintah atas kenaikan PPN sudah tepat? (20-12-2024).
Bansos dan Subsidi: Solusi Sementara yang Tidak Memadai
Bantuan pemerintah seperti bansos dan diskon biaya listrik kerap dijadikan solusi atas dampak langsung kebijakan ekonomi yang memberatkan rakyat. Namun, sejatinya, kebijakan ini tidak cukup untuk mengatasi beban masyarakat akibat kenaikan PPN. Bansos sering kali hanya bersifat sementara, tidak merata, dan terkendala masalah distribusi.
Di sisi lain, subsidi listrik juga hanya dirasakan oleh sebagian masyarakat yang memenuhi kriteria tertentu, sementara dampak kenaikan PPN dirasakan oleh seluruh rakyat tanpa pandang bulu.
Kenaikan PPN meningkatkan harga barang dan jasa secara keseluruhan, termasuk kebutuhan pokok. Hal ini memengaruhi daya beli masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah yang sudah tertekan akibat situasi ekonomi global dan dampak pandemi. Dengan demikian, bansos dan subsidi hanyalah solusi parsial yang tidak menyelesaikan akar masalah, yaitu kebijakan yang memberatkan rakyat.
Kebijakan Populis Otoriter dalam Sistem Kapitalis
Pemberian bansos dan subsidi sebagai kompensasi kenaikan PPN mencerminkan kebijakan populis otoriter. Pemerintah memberikan bantuan sebagai “kompensasi” untuk menunjukkan perhatian terhadap rakyat, tetapi pada saat yang sama tetap memberlakukan kebijakan yang jelas-jelas menyulitkan kehidupan masyarakat.
Ini adalah ciri khas pendekatan tambal sulam dalam sistem kapitalis, di mana kebijakan ekonomi sering kali hanya berfokus pada solusi jangka pendek tanpa memperhatikan dampak jangka panjang.
Dalam sistem kapitalis, pajak seperti PPN menjadi salah satu sumber pendapatan utama negara. PPN dikenakan pada seluruh lapisan masyarakat, tanpa memandang kemampuan ekonomi.
Akibatnya, rakyat kecil yang penghasilannya terbatas harus menanggung beban yang sama seperti golongan ekonomi atas. Ironisnya, hasil pembangunan yang dibiayai dari pajak ini tidak selalu dirasakan oleh seluruh rakyat. Sebagian besar keuntungan pembangunan hanya dinikmati oleh segelintir pihak, terutama kelompok elit ekonomi.
Sistem ini menjadikan rakyat sebagai objek eksploitasi untuk menopang keberlangsungan negara. Kebijakan seperti kenaikan PPN adalah contoh nyata bagaimana rakyat dipaksa menanggung beban negara, sementara solusi yang ditawarkan pemerintah hanya berupa bantuan sementara yang tidak menyentuh akar persoalan.
Solusi dalam Perspektif Islam
Berbeda dengan sistem kapitalis, Islam memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengelola pendapatan negara dan memastikan kesejahteraan rakyat. Dalam Islam, penguasa adalah raa’in (pengurus) yang bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyatnya. Prinsip ini menjadi dasar dari kebijakan-kebijakan yang diambil, termasuk dalam hal pengelolaan pendapatan negara.
Pertama, Pajak Bukan Sumber Pendapatan Utama. Dalam Islam, pajak tidak dijadikan sumber pendapatan utama negara. Pajak hanya diberlakukan dalam kondisi tertentu, yaitu ketika kas negara kosong dan ada kebutuhan mendesak yang wajib dipenuhi, seperti pembangunan infrastruktur yang bersifat esensial.
Selain itu, pajak hanya dikenakan kepada individu yang mampu secara ekonomi, sehingga tidak memberatkan rakyat kecil.
Kedua, Pengelolaan Sumber Daya yang Berkeadilan. Islam memiliki sumber pendapatan negara yang beragam, seperti pengelolaan zakat, fa’i, kharaj, dan hasil pengelolaan sumber daya alam. Sumber daya alam, seperti tambang, minyak, dan gas, dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir pihak. Hasilnya digunakan untuk membiayai pembangunan, memenuhi kebutuhan pokok rakyat, dan menciptakan kesejahteraan.
Ketiga, Penguasa yang Berpihak pada Rakyat. Dalam Islam, penguasa diibaratkan sebagai pelindung rakyat yang bertanggung jawab atas terpenuhinya kebutuhan dasar mereka, seperti pangan, sandang, dan papan.
Penguasa tidak boleh membuat kebijakan yang menyulitkan kehidupan rakyat, seperti menaikkan pajak secara sembarangan. Sebaliknya, mereka harus memastikan bahwa setiap individu mendapatkan haknya secara adil.
Keempat, Kesejahteraan Individu per Individu. Sistem Islam menekankan pentingnya kesejahteraan individu. Artinya, kebijakan yang diambil harus memastikan bahwa setiap rakyat, tanpa terkecuali, dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini berbeda dengan pendekatan sistem kapitalis yang sering kali hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi secara agregat tanpa memperhatikan kesenjangan sosial.
Khatimah
Bansos dan subsidi sebagai kompensasi kenaikan PPN adalah solusi parsial yang tidak mampu meringankan beban rakyat secara menyeluruh. Kebijakan ini mencerminkan pendekatan populis otoriter dalam sistem kapitalis, di mana rakyat diberikan bantuan sementara, tetapi tetap dibebani dengan kebijakan yang memberatkan.
Islam menawarkan solusi yang lebih adil dan komprehensif. Dengan pengelolaan sumber daya yang optimal, pendapatan negara yang beragam, serta penguasa yang bertanggung jawab sebagai pelindung rakyat, sistem Islam mampu menciptakan kesejahteraan yang merata tanpa membebani rakyat kecil.
Dalam Islam, kebijakan yang diambil tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik, tetapi juga pada kesejahteraan individu per individu, sehingga tercipta keadilan dan kemakmuran yang hakiki.
Saatnya mempertimbangkan sistem yang lebih manusiawi dan berpihak pada rakyat, seperti yang ditawarkan Islam, untuk menggantikan pendekatan tambal sulam dalam sistem kapitalis yang terbukti gagal memberikan solusi jangka panjang.[]
Comment