RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Kisah Muhammad Al Fatih sangat masyhur. Bagaimana tidak, Konstantinopel yang dikatakan sebagai kota terkuat dengan pertahanan yang sempurna dan memiliki benteng berlapis juga dikelilingi oleh perairan, dapat ditaklukkan oleh Muhammad Al Fatih di usia belia.
Muhammad Al Fatih atau Sultan Mehmed II, adalah sultan yang memerintah dinasti Turki Utsmani. Muhammad Al Fatih dilahirkan di Edirin pada 27 Rajab 835 Hijriyyah atau 30 Maret 1432 M.
Ibunya adalah Ratu Valide Yumahatun dan ayahnya adalah Sultan Murad II yang merupakan raja keenam Daulah Utsmaniyah. Muhammad Al Fatih merupakan generasi ke tujuh dari kekhilafahan Utsmani di Turki.
Sultan Murad II sangat meyakini hadits Rasulullah yang mengatakan bahwa Konstantinopel akan ditaklukkan oleh kaum muslimin.
Dari Abu Qubail berkata, ketika kita sedang bersama Abdullah bin Amer bin al-Ash, dia ditanya, kota manakah yang akan dibuka terlebuh dahulu? Konstantinopel atau Rumiyah? Rasul menjawab “Kota Heraklius dibuka lebih dahulu.” Yaitu: Konstantinopel. (HR. Ahmad, ad-Darimi, Ibnu Abi Syaibah dan al-Hakim).
Maka setelah beberapa kali belum ada yang bisa menaklukkan benteng Konstantinopel, sultan Murad II mempersiapkan Muhammad Al Fatih sebagai penakluknya sekaligus penerus tahtanya.
Hal inilah yang membuat penasaran, bagaimanakah Muhammad Al Fatih dididik dan dibesarkan sehingga bisa menjadi seorang pemimpin terbaik saat usianya masih 21 tahun?
Muhammad Al Fatih tumbuh di istana sehingga menjadi anak yang malas belajar. Karena itu, sang ayah mencarikan guru yang tepat untuk mendidik Al Fatih.
Namun, setiap guru yang datang kepada Al Fatih untuk mengajarkan ilmu dan kesholihan selalu ditertawakannya, dilecehkan dan diabaikan.
Sehingga sang ayah kembali mencari guru yang mampu membentuk karakter putranya sesuai yang beliau inginkan. Akhirnya Sultan Murad II mendapatkan 2 orang guru yang tepat yaitu Syekh Ahmad bin Ismail Al Kurani dan Syekh Aaq Syamsuddin.
Syekh Ahmad dan Syekh Aaq berbagi tugas untuk mengajar Muhammad Al Fatih. Syekh Ahmad mengajarkan Al Fatih menghafal Al Qur’an, menguasai ilmu hadits, memahami ilmu fiqih, matematika, ilmu falak dan sebagainya.
Sedangkan Syekh Aaq mengajarkan Al Fatih ilmu bahasa, ilmu administrasi dan tata Negara, disamping ilmu-ilmu lainnya.
Dalam pendidikan Muhammad Al Fatih, Al Qur’an lah yang menjadi energi paling kuat mempengaruhi diri Muhammad Al Fatih. Begitu juga banyak ulama besar yang pernah lahir dan tercatat dalam sejarah yang telah menghafal Al Qur’an terlebih dahulu sebelum mempelajari ilmu yang lain.
Ketika seseorang sudah menjadi penghafal Al Qur’an, in syaa Allah ilmu-ilmu yang lain akan mengalir dengan mudah untuk dipelajari.
Muhammad Al Fatih tumbuh menjadi anak yang cerdas, sehingga Syaikh Aaq Syamsuddin meyakinkan Muhammad Al Fatih bahwa dialah sang pemimpin yang dimaksud dengan hadits Nabi Shalallahu alayhi wa sallam.
Rasulullah Saw bersabda: “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan”. (HR. Ahmad).
Ketika Muhammad Al Fatih menjadi Sulthan bagi Daulah Utsmaniyah, ia masih berusia sangat muda. Syaikh Aaq Syamsuddin menasehati agar Sulthan segera merealisasikan hadits Nabi di atas. Pasukan Utsmani kemudian mengepung Konstantinopel dari darat maupun dari laut.
Pecahlah perang dahsyat selama 54 hari. Pasukan Byzantium sempat meraih kemenangan sementara. Penduduk Byzantium pun bersuka cita dengan kedatangan empat kapal perang yang dikirimkan Paus kepada mereka.
Ketika banyak tentara binasa dan peralatan perang pun rusak, Sulthan Muhammad Al Fatih berkonsultasi dengan gurunya, langkah apakah yang harus ditempuhnya?
Syaikh Aaq Syamsuddin menjawab: “Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang Maha memberi kemuliaan dan kemenangan bagi beberapa orang muslim, kedatangan bantuan kapal perang itu telah menimbulkan patah hati dan cercaan.
Sebaliknya bagi orang-orang kafir, peristiwa tersebut menimbulkan perasaan senang dan gembira. Yang pasti, seorang hamba hanya bisa merencanakan, Allah-lah yang menentukan. Keputusan ada di tangan Allah, ketika telah berserah diri kepada Allah dan telah membaca Al Qur’an.
Semua itu tidak lain adalah seperti rasa kantuk. Kelembutan Allah Ta’ala telah terjadi sehingga muncullah berita-berita gembira yang belum pernah terjadi sebelumnya”.
Nasihat Syekh Aaq Syamsuddin tersebut memunculkan ketenangan dan motivasi bagi Miuhammad Al Fatih dan pasukannya untuk tetap berusaha menaklukkan Konstantinopel.
Ketika Muhammad Al Fatih memikirkan strategi yang akan digunakan untuk menaklukkan Konstantinopel, Syekh Aaq Syamsuddin mendoakannya dengan bersujud kepada Allah, memohon agar Allah menurunkan pertolonganNya dan memberi kemenangan dalam waktu dekat.
Akhirnya Muhammad Al Fatih dan pasukannya mampu menembus benteng Konstantinopel. Ketika pasukan Utsmani membanjiri kota Konstantinopel dengan penuh kekuatan dan semangat, Syekh Aaq Syamsuddin menghadap Sulthan Muhammad Al Fatih untuk mengingatkannya mengenai peraturan Allah dalam peperangan dan hak-hak bangsa yang ditaklukkan seperti yang terdapat dalam syariat Islam.
Begitulah peran seorang guru di dalam mendidik muridnya menjadi seorang pejuang yang tangguh.
Konstantinopel dibuka 8 abad setelah Rasulullah Saw menyampaikan bisyarohnya. Bagaimana dengan Roma?
Hingga hari ini belum ditaklukkan oleh kaum muslimin. Maka kaum muslimin harus berjuang bersama menyiapkan generasi penakluk Roma sebagaimana yang dilakukan orang tua Muhammad Al Fatih, guru-gurunya dan orang-orang di sekitarnya.
Tidak ada yang pernah menduga bahwa penakluk Roma adalah generasi kita atau anak cucu kita, bahkan mungkin dari dalam rumah kita.
Sebagaimana yang dilakukan juga oleh ibunda Muhammad Al Fatih yang selalu memotivasi anaknya setiap selesai sholat Subuh. Sang ibu membawa Muhammad Al Fatih untuk berjalan keluar, kemudian menunjukkan dari kejauhan benteng Konstantinopel.
Lalu beliau berkata ”Namamu nak adalah nama Nabi kita Muhammad Saw, Nabi kita yang pernah mengatakan benteng itu pasti akan ditaklukkan dan kamu adalah penakluknya. Itulah misi besar yang ditanamkan ibu Muhammad Al Fatih kepada anaknya sehingga ia bersungguh-sungguh mewujudkannya.
Melahirkan generasi penerus seperti Muhammad Al Fatih bukanlah perkara yang instan. Ada proses panjang yang harus dilalui. Mulai dari dalam kandungan hingga anak dewasa.
Sebagaimana impian penaklukan Konstantinopel mulai ditanamkan bahkan jauh sebelum Muhammad Al Fatih lahir yaitu semenjak kakek buyutnya, sudah mulai ditanamkan ke anak cucu mereka bahwa merekalah adalah generasi terbaik yang akan menaklukan konstantinopel.
Pada saat Muhammad Al Fatih lahir, ia dibina oleh orang tua dan guru-guru terbaiknya hingga pada akhirnya beliau terobsesi untuk tampil menjadi sosok yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw, sebagai pemilik pasukan dan panglima terbaik kaum muslimin, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahmad.
Muhammad Al Fatih pun terus “dibius” oleh sang guru dengan kata-kata motivasi sehingga ia pun menyiapkan diri dengan sungguh-sungguh, sebelum masa itu tiba.
Begitulah pendidikan di dalam Islam, dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam rangka menyiapkan generasi terbaik yang seluruh aktivitasnya dilandasi dengan ketauhidan dan ketakwaan kepada Allah Swt sehingga tertanam spirit dakwah dan jihad yang kuat dalam dirinya.
Semoga Allah mampukan kita melahirkan generasi penerus Muhammad Al Fatih yang dengannya Islam dan kaum muslimin akan dimuliakan. Wallahu a’lam bishshawab.[]
*IBU Rumah Tangga, tinggal di Bekasi
Comment