IKATAN Guru Indonesia (IGI) memprotes langkah pemerintah yang menghentikan tunjangan profesi guru PNS dan non PNS. Tunjangan profesi yang dihentikan ini tercantum dalam Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nomor 6 Tahun 2020. Dalam aturan tersebut, di Pasal 6 tercantum bahwa tunjangan profesi ini dikecualikan bagi guru bukan PNS yang bertugas di Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK). SPK sendiri merupakan satuan pendidikan yang diselenggarakan atau dikelola atas dasar kerja sama antara Lembaga Pendidikan Asing (LPA) yang terakreditasi atau diakui di negaranya dengan Lembaga Pendidikan Indonesia (LPI) pada jalur formal atau nonformal yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (Tribunnwes.com, 19/07/20).
Pemerintah memotong tunjangan guru hingga Rp3,3 triliun lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.
Dalam lampiran Perpres Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, tunjangan guru setidaknya dipotong pada tiga komponen yakni tunjangan profesi guru PNS daerah dari yang semula Rp53,8 triliun menjadi Rp50,8 triliun, kemudian penghasilan guru PNS daerah dipotong dari semula Rp698,3 triliun menjadi Rp454,2 triliun. Kemudian pemotongan dilakukan terhadap tunjangan khusus guru PNS daerah di daerah khusus, dari semula Rp2,06 triliun menjadi Rp1,98 triliun.
Selain pada tunjangan guru, pemotongan anggaran di sektor pendidikan juga dilakukan pemerintah terhadap dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Penyelenggaraan PAUD, Bantuan Operasional Pendidikan Kesetaraan, serta Bantuan Operasional Museum Dan Taman Budaya.
Dana BOS dipotong dari semula Rp54,3 triliun menjadi Rp53,4 triliun, Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) PAUD dipotong dari Rp4,475 triliun menjadi Rp4,014 triliun, lalu Bantuan Operasional Pendidikan kesetaraan dipotong dari Rp1,477 triliun menjadi Rp1,195 triliun. Di sisi lain, anggaran Kemdikbud yang lebih dari Rp70,7 triliun tidak banyak berubah (Mediaindonesia.com, 20/04/20).
Kepedulian pemerintah pada dunia pendidikan semakin rendah. Seharusnya pemerintah berupaya untuk membantu dunia pendidikan di masa pandemi ini.
Dengan memberikan dukungan yang lebih kepada pendidik. Jangan sampai seorang pendidik merasa terbebani penghasilan yang kurang mencukupi akhirnya berpengaruh pada kualitas kerjanya.
Di masa pandemi ini kita memang diminta untuk saling membantu. Tetapi bukankah itu adalah tugas utama negara? Mengapa tunjangan guru yang harus dipertaruhkan?
Sedangkan dana yang ada pada pemerintah tidak maksimal digunakan untuk pendemi ini. Khususnya anggaran kemendikbud yang lebih dari Rp70,7 triliun tidak banyak berubah. Program-program dari pemerintah juga tidak kunjung usai perencanaannya sehingga menghabiskan banyak dana dari negara. Mulai dari kartu prakerja hingga layanan kesehatan yang semakin menyengsarakan rakyat.
Seharusnya dana tersebut juga digunakan untuk membantu pendidikan anak bangsa dengan memfasilitasi segala kebutuhan sekolah secara adil di masa pandemi. Ini menjadi perhatian khusus untuk kita semua. Bagaimana anak bangsa akan maju jika dari pemerintah saja tidak peduli terhadap kemajuan pendidikan?
Kita sebagai rakyat dibuat bingung, kecewa, marah, dan cemas oleh para pemimpin di negeri ini. Kita tidak tahu apakah mereka yang ada pada kursi empuk benar-benar memikirkan kita? Bisa saja mereka tetap menikmati hidup mereka yang mewah padahal itu berasal dari kekayaan rakyat.
Lain halnya pada masa Khulafa ar-Rasyidin dalam kitab al-Amwal fi Daulah al-Khilafah/sistem keuangan negara Khilafah (halaman:17 dan 31).
Adanya institusi khusus yang menangani harta yang diterima negara dan mengalokasikannya untuk kaum Muslim yakni Baitul Mal. Dengan begitu negara akan mudah mengatur penyimpanan pendapatan negara.
Selanjutnya seksi urusan darurat/bencana alam (ath-thawaari) yang memberikan bantuan kepada kaum Muslim atas kondisi darurat/bencana mendadak yang menimpa mereka, seperti gempa bumi, angin topan, kelaparan dan sebagainya.
Biaya yang dikeluarkan oleh seksi ini diperoleh dari pendapatan fai dan kharaj, serta dari seksi penyimpanan harta kepemilikan umum.
Apabila tidak ada harta dari keduanya, maka kebutuhan dibiayai dari harta kaum Muslim (sumbangan suka rela atau pajak). Namun dengan demikian harta-harta tersebut oleh khalifah digunakan berdasarkan keputusan dan ijtihadnya, dalam koridor hukum-hukum syara’.
Sehingga kita ketahui bahwa Islam akan selalu mensejahterakan dan tidak akan pernah merugikan umatnya. Karna tujuan Islam adalah menjadi rahmat bagi seluruh alam tanpa terkecuali. Semua bukti sejarah sudah ada di depan mata tetapi kondisi umat saat ini masih enggan memperjuangkannya kembali. Karena kita sekarang sudah terlalaikan oleh sistem selain Islam yakni sistem kufur buatan manusia.
Dengan demikian kita wajib bersatu untuk memperjuangkan sistem syariah islam secara kaffah agar sistem buatan manusia ini segera berganti pada sistem Islam yang dapat mensejahterakan rahmat seluruh alam. Wallahualam Bish-Showab.[]
*Aktivis Muslimah Papua
Comment