Arief Poyuono: Jokowi Harus Jujur Akui Indonesia Akan Alami Krisis

Berita495 Views
Arief Poyuono.[klikaktivis]
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Tampaknya, gejala dan tanda Indonesia menuju krisis ekonomi tak dapat dihindari. Dalam hal ini, sebaiknya Jokowi jujur saja bila krisis ekonomi sudah di depan
mata.
“Sinyal itu semakin jelas, menyusul institusi yang tergabung
dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), diragukan dapat
mengatasi persoalan,” ujar Arief Poyuono, Wakil Ketua Umum DPP Gerindra mengemukakan pandangannya di Jakarta, Sabtu (25/6).
Menurut
Wakil Ketua Umum DPP Gerindra tersebut bahwa sinyal menuju krisis itu
di antaranya ditandai oleh pernyataan Kepala Badan Kebijakan Fiskal
(BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara.

“Presiden Jokowi bisa terlibat di dalam
menentukan keputusan kondisi krisis ekonomi tanpa menunggu rekomendasi
KSSK,” ungkapnya.
Artinya, tidak hanya
berpatokan pada empat otoritas di bawah  KSSK, Presiden Joko Widodo
dapat menyatakan dan mengambil kebijakan bahwa ekonomi Indonesia sudah
pada tahapan krisis ekonomi akibat misgovernment management dalam
mengelola anggaran pendapatan dan pengeluaran negara di bawah
kepemimpinan Joko Widodo.
Presiden, dalam hal
ini – tambahnya telah melibatkan keputusan
politik yang harus dipertimbangkan dan bisa saja menetapkan keputusan
yang berbeda dengan rekomendasi KSSK.
Lebih
lanjut Arief berharap ke depan Komite Stabilitas Ssistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari OJK, BI, Menkeu dan LPS, bersikap jujur bahwa ekonomi Indonesia masuk krisis.

“Hal ini
ditandai dengan defisit APBN yang pada akhir harus memotong jumlah
anggaran di APBN-P tahun 2016 di antaranya menghilangkan subsidi Tarif
dDasar Listrik bagi pelanggan 900 Watt, selain itu melakukan  obral SUN
dan obligasi dengan bunga tinggi.

Soalnya,
terjadi deflasi yang disebabkan oleh daya beli masyarakat yang menurun
dan bukan oleh kinerja Ekonomi makro yang efisien serta tingginya NPL
perbankan Indonesia yang sudah di atas 5% sebenarnya.
Sedangkan, mengenai NPL  perbankan Indonesia sudah banyak diberikan
konsekuensinya oleh otoritas jasa keuangan dengan melanggar aturan PBI
dimana banyaknya kredit macet harusnya tidak boleh dilakukan lebih dari
satu kali program restructuring.
“Tapi nyatanya diperbolehkan dengan
cara melakukan apraisal ulang terhadap aset yang diagunkan dengan
peningkatan nilai aset berdasarkan nilai kurs rupiah pada US dollar
tanpa mengindahkan adanya penyusutan,” sambungnya lagi mengatakan. 
“Krisis
Ekonomi yang disebabkan juga oleh kinerja eksport yang menurun
dibandingkan import serta jatuhnya harga komoditas eskpor Indonesia
seperti komoditas pertambangan dan pertanian dan lainya serta tetap
bertenggernya dolar AS selama setahun di kisaran angka Rp 13.000 rupiah
juga jadi sinyal krisis ekonomi,” jelasnya.
Hal
itu juga diperkuat oleh pernyataan Menteri Perdagangan Thomas Lembong
yang sedang menunggu kejujuran Presiden Joko Widodo bahwa Indonesia
menuju krisis ekonomi. Di samping itu juga, kesiapan Kapolda Metro
Jaya jika terjadi kerusuhan akibat Krisis Ekonomi di Indonesia.
“Mati-
matian obral  obligasi negara selama bulan Juni untuk bisa membayar gaji
dan THR pegawai pemerintah, polisi dan TNI. Karena itu sebaiknya Joko
Widodo jujur saja dan segera lakukan kebijakan kebijakan ekonomi maupun
politik untuk bisa mengatasi ancaman krisis ekonomi Indonesia,”
pungkasnya.[Nicholas]

Comment