*Oleh :Novita Mayasari, S. Si*
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Indonesia, Negeri yang katanya Gemah Ripah Loh Jinawi nampaknya hanya sebuah slogan semata. Betapa tidak, fakta di lapangan berkata lain. Tahun baru 2021 kita disuguhkan dengan serangkaian kado pahit oleh Pemerintah, mulai dari lambannya penanganan Covid-19, PHK semakin tinggi, kriminalitas yang kian menjadi, BBM naik dan harga sembako pun ikut-ikutan naik. Sungguh miris nasib bangsa ini.
Wajar keadaan ekonomi negeri ini semakin karut marut alias runyam dan kompleks. Defisitnya anggaran belanja pun menjadi alasan kuat bagi Indonesia untuk lagi-lagi menutupinya dengan utang. “Gali Lubang tutup Lubang”, ya begitulah kondisi Indonesia saat ini.
Akhirnya kabar mengejutkan itu pun datang, apalagi kalau bukan Utang Luar Negeri (ULN) yang semakin meroket tajam.
Posisi utang luar negeri pada akhir November 2020 tercatat 416,6 miliar dolar AS atau Rp 5.863,16 triliun. Jumlah tersebut terdiri atas ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) sebesar 206,5 miliar dolar AS dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar 210,1 miliar dolar AS. (Republika.co.id, 16/01/2021).
Luar biasa ULN yang tadinya berada pada level di bawah Rp. 1.000 triliun, kini nyaris menyentuh Rp. 6.000 triliun. Tak heran jika akhirnya Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai 10 besar negara berpendapatan rendah dan menengah, yang memiliki utang luar negeri terbesar pada tahun ini. (republika.co.id, 27/12/2020).
Sungguh prestasi yang menyedihkan. Bahkan untuk menutupi kedoknya yang doyan utang, pemerintah beralasan mengambil utang agar tidak terjadi kerusakan yang diakibatkan pemangkasan pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, gaji pegawai, dll. Untuk hal yang genting seperti itu pemerintah cekatan memikirkan biaya pemangkasan pengeluaran.
Di sisi lain kenapa negara enggan mengetatkan pengeluaran untuk para pejabat dan jajarannya. Harusnya gaji dan pengeluaran pejabat yang tidak penting ikut dipangkas. Namun, fakta berkata lain.
APBN Sistem Kapitalis Membuat Rakyat Meringis
Perlu diketahui bahwa Anggaran Pendapatan Belanja Negara(APBN) adalah suatu daftar atau penjelasan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran negara dalam jangka waktu satu tahun yang ditetapkan dengan undang-undang, serta dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga mencatat pendapatan negara tahun 2020 anjlok hingga 16,7%. Rincian realisasi pendapatan negara hingga 31 Desember 2020 sebesar Rp1.633,6 triliun atau 96,1% dari target perubahan APBN dalam Perpres 72/2020 yaitu Rp1.699,9 triliun atau terkontraksi 16,7% (yoy) dibandingkan 2019 sebesar Rp1.960,6 triliun. Ditambah lagi pendapatan negara turun karena penerimaan pajak terkontraksi hingga 19,7% (yoy) yaitu Rp1.070 triliun atau 89,3% dari target perubahan APBN dalam Perpres 72/2020 Rp1.198,8 triliun.
Pasalnya, ekonomi Indonesia sebenarnya telah mengalami kelesuan sebelum adanya wabah corona. Pandemi, menyebabkan defisit semakin melebar karena penerimaan negara anjlok sedangkan kebutuhan anggaran melonjak. Tetapi, mirisnya justru dana penanganan covid-19 dan dana bantuan UMKM dijadikan sebagai kambing hitam defisitnya anggaran yang kian melebar.
Padahal sebelumnya Badan Pemeriksaan Keuangan mencatat anggaran penanganan covid-19 yang telah digelontorkan negara telah mencapai Rp. 1.035,25 Triliun dengan pengeluaran paling besar adalah pengadaan vaksin. Selain itu untuk UMKM terealisasi sebesar Rp. 112,44 Triliun. Tetapi perlu diingat di sepanjang 6 bulan pertama tahun 2020 negara mengalami kerugian APBN yang cukup besar juga dari korupsi.
Indonesia Corruption Watch(ICW) menyebutkan bahwa kerugian negara akibat korupsi adalah sebesar Rp. 39,2 Triliun dengan uang pengganti hanya 2,3 triliun saja. Begitulah watak pemerintahan kapitalisme cenderung menyalahkan rakyat di balik kebijakan yang dikeluarkan.
Para penguasa hendaknya menghayati hadis Rasulullah ﷺ. berikut, “Tidak ada seorang hamba yang dijadikan Allah mengatur rakyat, kemudian dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya (tidak menunaikan hak rakyatnya), kecuali Allah akan haramkan dia (langsung masuk) surga.” (HR Muslim)
Sangatlah wajar apabila Indonesia terus menerus menambah hutang. Karena sistem keuangan negara demokrasi sekuler ini bertumpu pada pajak dan utang.
Sebagaimana penuturan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa, utang pemerintah bertambah karena membengkaknya defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bertujuan untuk membantu rakyat dan menangani pandemi covid-19.
Hal itu merespon beberapa pertanyaan anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat soal utang. “ini saya ingatkan kembali kenapa ada tambahan utang, karena defisit yang melebar, pertama untuk membantu rakyat, menangani Covid-19, dan membantu dunia usaha terutama UMKM,” kata Sri dalam rapat virtual dengan komisi XI DPR (Tempo.co, Rabu 27/01/2021).
Maka, dalam sistem kapitalisme untuk mengatasi desifit anggaran ini yaitu dengan meningkatkan pajak, berutang dan mencetak mata uang. Tentu masing-masing dari solusi ini mempunyai resiko besar terhadap APBN. Apalagi dengan berutang inilah yang membuat defisit semakin melebar.
Tentu kesemua ini terjadi akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme yang berbasis pada riba dan judi, serta dicampakkannya sistem ekonomi Islam yang berbasis syariat. Maka sudah seharusnya diganti, karena sistem kapitalisme ini terbukti gagal dalam membiayai negara dan mensejahterahkan rakyat.
Lalu seperti apakah sistem penggantinya? Benarkah ekonomi islam bisa dijadikan solusi atas semua problem yang sudah terlanjur morat marit ini?
Islam Solusi untuk Negeri
Islam bukan hanya sekedar agama ritual belaka, lebih dari itu islam berisikan serangkaian aturan yang sempurna lagi paripurna. Semua aturan tersusun apik dalam kitab Al-Quran.
Untuk tidur, masuk kamar mandi, adab bertetangga saja islam punya aturan, tentu untuk menyelesaikan defisitnya anggaran yang kian melebar islam punya solusi tuntas.
Di dalam sistem ekonomi islam ada beberapa langkah untuk mengatasi defisit anggaran, yaitu:
1. Meningkatkan Pendapatan Negara
Seperti mengelola harta milik negara menjual atau menyewakan harta (bangunan). Kholifah (Presiden, pemimpin) juga boleh mengelola tanah pertanian milik negara dengan membayar buruh tani yang akan mengelola lahan pertanian tersebut. Semua harta yang didapat akan menambah pendapatan negara.
2. Melakukan Hima pada sebagian harta milik umum.
3. Menarik Pajak (Dharibah) pada kaum muslim yang kaya.
Sungguh islam benar-benar telah memberikan solusi untuk menyelesaikan semua masalah. Tentunya sistem ekonomi islam, sistem pendidikan, sistem peradilan dan lain sebagainya akan berfungsi dengan baik.Wallaahu a’lam bishshowab.[]
*Ibu Rumah Tangga
____
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.
Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.
Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang
Comment