Penulis: Siti Aminah | Aktivis Muslimah Kota Malang
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto mengumumkan akan menaikkan gaji guru pada puncak Hari Guru Nasional, Kamis (28/11/2024) lalu. Namun belakangan organisasi guru dan aktivis pendidikan mempertanyakan rencana tersebut.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim seperti ditulis detik.com (30/11/2024) mengungkapkan, pernyataan Prabowo tersebut dapat dimaknai berbeda oleh para guru di lapangan. Hal ini dapat menimbulkan multi tafsir menimbulkan harap-harap cemas dan kegalauan dari para guru ASN.
Kabar “Kenaikan gaji guru” yang disampaikan presiden terpilih saat ini ditanggapi dengan beragam reaksi. Apalagi setelah ada penjelasan bahwa yang naik bukan gaji, melainkan tunjangan kesejahteraan yang diperoleh setelah lolos program sertifikasi guru.
Kenaikan tunjangan tersebut tentu tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan mereka. Pasalnya, banyak kebutuhan pokok yang membutuhkan biaya yang besar yang harus ditanggung oleh setiap individu termasuk guru. Fakta banyaknya guru yang terjerat pinjol dan judol, juga banyak guru memiliki profesi lain menguatkan hal itu.
Hal ini terkait dengan sistem kehidupan yang diterapkan hari ini, di mana guru hanya dianggap seperti pekerja, sekedar faktor produksi dalam rantai produksi suatu barang.
Padahal guru adalah pahlawan yang yang tak pernah di sebut dan disanjung seperti pahlawan Nasional. Sebutan pahlawan hanya tersemat pada dirinya ketika masih hidup, namun jasanya tak jauh beda dengan para pahlawan Nasional. Perjuangannya tak kenal lelah, berangkat pagi pulang pun petang.
Sungguh jiwa raganya hanya didedikasikan untuk mengabdi kepada negeri. Pikiran dan perasaan dikorbankan demi kecerdasan anak didiknya. Segala kemampuan dia tuangkan tanpa mengharap imbalan apapun kecuali pahala dan masa depan negeri.
Namun ironisnya, jasa dan perjuangannya tak berbalas kebaikan. Kadang mendapat ejekan dan hinaan dari siswa maupun walinya bahkan berujung pada sel penjara hanya gegara tak terima atas bentakan sang guru, padahal bentakan sang guru diniatkan dalam rangka mendidiknya.
Lebih ngeri, pengorbanannya tidak diperhatikan oleh negara. Coba bayangkan, di zaman sekarang yang serba mahal. masih banyak guru honorer dengan gaji 300 ribu perbulan.
Di kehidupan sekarang, gaji senilai tersebut tentu sangat minim untuk memenuhi kebutuhan hidup, bisa jadi hanya cukup untuk biaya transport. Akibatnya harus banting tulang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, ada yang sambil berjualan, tambahan mengajar les, bahkan ada yang mencari hutang ribawi. Hal ini, tentu saja sangat menyiksa kehidupan seorang guru.
Kesejahteraan guru tentunya ekuipalen dengan kualitas pendidikan. Meskipun demikian kualitas pendidikan dipengaruhi oleh banyak hal, tidak hanya kesejahteraan guru. Selain kesejahteraan guru, kualitas pendidikan di antaranya juga dipengaruhi oleh kurikulum, penyediaan infrastruktur dan kualitas guru.
Sekularisme jjuga menjadikan negara tidak berperan sebagai pengurus (raa’in), kecuali sebagai regulator dan fasilitator. Belum lagi penerapan sistem ekonomi yang menjadikan pengelolaan SDA dikuasai asing dan aseng, liberalisasi perdagangan, kapitalisasi layanan pendidikan dan kesehatan.
Islam sangat memperhatikan guru karena perannya yang sangat penting dan strategis dalam upaya mencetak generasi berkualitas untuk membangun bangsa dan menjaga peradaban. Allah telah melebihkan kedudukan orang-orang yang berilmu, tentu juga para pemberi ilmu.
Dalam sejarah kejayaan Islam berabad – abad kamanya, kita temui sejarah gemilang di bidang pendidikan yaitu di masa Abbasiyah, di mana dunia pendidikan mencapai puncak kejayaan yang sampai sekarang pun belum ada yang menyamainya, baik mutu pendidikan maupun kesejahteraan gurunya.
Sebagaimana honor yang diterima Zujaj senilai 200 dinnar setiap bulannya. Nilai itu jika dinominal saat ini, jika satu dinnar senilai Rp 2.200.000, maka honor yang diterima guru dalam satu bulan senilai 4.400.000.000. Sedangkan Abu Duraij digaji 50 dinnar oleh Al muktadir. (kitab “Mādza Qaddama al-Muslimūna li al-‘Ālām” Bab 1 halaman 231).
Sekarang coba bandingkan dengan sistem demokrasi liberal kapitalistik ini. Adakah sejarah yang mencatat kesejahteraan guru di negeri ini, lalu adakah di dunia – kita jumpai kwalitas pendidikan dan kesejahteraan seperti Di era Abbasiyah. Nihil, tak satupun negeri di bawah sistem demokrasi liberal kapitalistik yang menorehkan kualitas pendidikan terbaik, murah dengan kesejahteraan guru yang terjamin.
Hanya sistem Islam yang mampu mensejahterakan guru. Orang yang cerdas pasti akan berpikir dan menginginkan sistem Islam diterapkan kembali dalam kehidupan. Keadilan Islam bukan hanya bagi Umat islam tapi bagi semua umat manusia.[]
Comment